Kisah Pilu Pariyem: Puluhan Tahun Tidur di Emperan Pasar Beringharjo, Kini Bisa Pulang Gratis

Bus gratis dari BMT Beringharjo bantu Pariyem & 95 buruh gendong Pasar Beringharjo pulang ke Sentolo, hemat ongkos & tak perlu tidur di emperan.

Budi Arista Romadhoni
Kamis, 27 November 2025 | 20:46 WIB
Kisah Pilu Pariyem: Puluhan Tahun Tidur di Emperan Pasar Beringharjo, Kini Bisa Pulang Gratis
Buruh gendong di Pasar Beringharjo tengah bekerja, Kamis (27/11/2025). [Suara.com/Putu]
Baca 10 detik
  • BMT Beringharjo bersama pihak lain menyediakan bus gratis bagi buruh gendong Pasar Beringharjo mulai 27 November 2025.
  • Bus gratis ini meringankan beban finansial buruh gendong, seperti Pariyem, yang sebelumnya habis separuh upah untuk transportasi.
  • Inisiatif ini bertujuan menjaga kesejahteraan buruh gendong sekaligus mendorong mereka beralih ke usaha rumahan.

SuaraJogja.id - Dinginnya lantai emperan toko di kawasan Pasar Beringharjo tak akan lagi dirasakan Pariyem. Perempuan berusia 65 tahun itu kini bisa menghela napas lega, membayangkan hangatnya rumah di Sentolo, Kulonprogo, yang bisa ia nikmati setiap malam usai bekerja keras sebagai buruh gendong.

Sebuah bus gratis yang diinisiasi BMT Beringharjo bersama sejumlah pihak menjadi jawaban atas doa-doanya selama puluhan tahun. Sejak Kamis (27/11/2025), ia tak perlu lagi membuat pilihan sulit: pulang atau menabung sisa upah dengan tidur beralaskan kardus di jalanan.

"Yang penting bisa pulang-pergi. Alhamdulillah sekarang ada bantuan bus ini," ujarnya dengan mata berbinar.

Selama 30 tahun, Pariyem menggantungkan hidupnya pada punggung yang kian menua, mengangkut belanjaan para pengunjung Pasar Beringharjo.

Baca Juga:Harga Bawang Merah Melonjak Tinggi Dampak Banjir Demak, Pedagang Pasar di Jogja Ketar-ketir

Setiap fajar belum menyingsing, ia sudah berjalan kaki sejauh satu kilometer dari rumahnya menuju jalan besar, menanti bus berbayar yang akan membawanya mengais rezeki di Yogyakarta.

Namun, upah yang didapat seringkali tak sebanding dengan pengorbanan. Rata-rata ia hanya membawa pulang Rp40.000 hingga Rp70.000 per hari.

"Bahkan sering kali di bawah Rp40 ribu, padahal ongkos PP lebih dari Rp 20 ribu per hari," jelasnya.

Dengan ongkos sekali jalan mencapai Rp10.500, ia harus merelakan hampir separuh penghasilannya hanya untuk transportasi.

Ketika pelanggan sepi, Pariyem dan rekan-rekannya sesama buruh gendong terpaksa menggelar alas tidur seadanya di depan toko yang sudah tutup. Pilihan pahit itu diambil demi memastikan ada uang yang bisa dibawa pulang untuk kebutuhan esok hari.

Baca Juga:Harga Bahan Pokok Meroket, Pemda DIY Klaim Stok jelang Lebaran Aman

Di balik ketegarannya, Pariyem memendam duka mendalam. Ia terpaksa terus bekerja di usia senja untuk menyambung hidup bersama suaminya yang berusia 70 tahun.

Terlebih, ia masih berjuang mengalihkan kesedihan setelah kehilangan putranya, seorang dukuh yang meninggal mendadak saat bekerja di Bogor.

Bagi Pariyem, pasar bukan hanya tempat mencari uang, tetapi juga pelarian dari sepi. "Kalau di rumah saja, nggak enak rasanya. Kalau di pasar bisa ketemu orang, bisa ada hiburan," paparnya lirih.

Kini, bus gratis berkapasitas 30 orang itu telah mengakhiri dilema puluhan buruh gendong. Mereka tak lagi khawatir kehabisan uang untuk pulang. Mereka bisa kembali merasakan kehangatan keluarga setiap hari, sesuatu yang terasa mewah selama bertahun-tahun.

"Kami juga tidak lagi menyediakan uang untuk bus yang lebih besar dari pendapatan," ungkapnya penuh syukur.

Menteri Koperasi dan UMKM, Ferry Joko Julianto, mengungkapkan penyediaan bus gratis ini adalah upaya nyata untuk mengurangi beban hidup para pekerja informal seperti buruh gendong dan pengayuh becak.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak