-
Pukul empat pagi, seorang ibu meninggalkan rumah sebelum anak terbangun.
-
Di balik setir, tangisnya tumpah sebelum kembali menjadi ibu.
- Ini cerita-cerita ibu yang bekerja atau working mom di Jogja dan segala suka dukanya.
SuaraJogja.id - Pukul empat pagi di Yogyakarta, ketika sebagian kota masih terlelap, Hartatik sudah terjaga. Dapur rumahnya menjadi ruang pertama yang ia singgahi setiap hari.
Nasi dimasak, air dipanaskan, lalu ia menyempatkan diri membereskan rumah sebisanya. Semua dilakukan sebelum waktu bergerak terlalu cepat. Di rumah sederhana yang ia tinggali bersama mertuanya itu, Hartatik menjalani peran ganda yaitu sebagai ibu dan pencari nafkah.
Hartatik adalah seorang ibu yang bekerja atau belakangan ngetren disebut working mom. Ia punya satu anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Tatik bekerja sebagai sekuriti di hotel Artotel Yogyakarta, pekerjaan yang belakangan terasa semakin padat, terutama menjelang akhir tahun.
Libur sekolah, Natal, dan Tahun Baru membuat tingkat hunian hotel melonjak. Bagi para pekerja perhotelan, termasuk Hartatik, itu berarti jam kerja yang lebih panjang dan ritme kerja yang kian padat.
Baca Juga:Kumpulan Ucapan Selamat Hari Ibu, Menyentuh dan Bikin Haru
Jika mendapat jadwal masuk pagi, hari Hartatik dimulai jauh sebelum matahari terbit. Setengah lima pagi, air panas sudah siap untuk keperluan anaknya.
“Jam lima pol mentok sudah mandi, aku pakaikan seragam, terus sarapan,” tuturnya. Untuk urusan mengantar sekolah, ia dibantu oleh sang mertua. Peran keluarga menjadi penopang penting dalam kesehariannya.
Saat mendapat shift siang, Hartatik memiliki sedikit ruang bernapas. Ia bisa mandi lebih siang, sekitar pukul enam, dan masih sempat mengantar anaknya ke sekolah. Momen singkat itu menjadi waktu berharga sebelum ia kembali mengenakan seragam kerja dan bersiap berangkat ke hotel.
![Hartatik Security wanita di Artotel Yogyakarta [Dok Suara Jogja]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/17/87001-frizca-roosdhiana-hr-manager-artotel-yogyakarta-dok-suara-jogja.jpg)
Namun, tantangan terberat bukanlah soal membagi waktu atau menyesuaikan jadwal. Yang paling berat adalah perasaan saat harus meninggalkan anak.
“Kalau sewaktu saya kerja tetap berat ninggal anak, apalagi kalau masuk siang. Anak tahu saya berangkat kerja. Kalau dipamiti nangis, jadi nggak tega,” katanya.
Baca Juga:4 Ide Kado untuk Hari Ibu, Buat Hari Makin Spesial
Meski di rumah ada simbah yang menemani, perasaan mengganjal itu tetap ada. Ada hari-hari ketika anak harus tidur sendiri, mandi sendiri, dan Hartatik tak bisa selalu berada di sisinya.
Di tempat kerja, Hartatik bertugas menangani tamu dan menjaga keamanan hotel. Ia adalah satu-satunya perempuan di tim sekuriti. “Ada nggak enaknya jadi perempuan sendiri, tapi dari hotel minta sekuriti wanita satu ya mau nggak mau dijalanin aja,” ujarnya. Jika terjadi sesuatu, ia sudah tahu harus segera melapor dan berkoordinasi dengan atasan.
Pekerjaan ini terbilang baru baginya. Di awal, rasa capek datang tanpa jeda. “Awalnya capek banget, nggak bisa diungkapkan,” katanya.
Namun, waktu perlahan mengubah segalanya. Ia mulai terbiasa dengan ritme kerja, mengenal banyak tamu, berinteraksi dengan warga sekitar hotel. Dari yang semula terasa berat, pekerjaan itu kini mulai memberi rasa nyaman. “Lama-lama juga nyaman. Ternyata enak juga,” ujarnya.
Sebagai ibu, rasa bersalah kerap menghampiri. Hartatik mengaku sudah berkali-kali melewatkan momen kecil yang seharusnya bisa ia habiskan bersama anak. Anaknya pernah mengajak bermain ke pantai, tetapi harus menunggu ayahnya pulang.
Ada pula hari libur yang seharusnya menjadi waktu keluarga, namun tetap harus ia jalani dengan bekerja. “Kadang nggak bisa ngasih kemauan anak, sedangkan saya juga kerja. Kadang hari libur juga masuk. Berat banget sih,” ucapnya.