Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Selasa, 18 Juni 2019 | 15:12 WIB
Payi tetangga Narni di Gunungkidul juga mengalami pemblokiran KIS,sejak beberapa bulan silam. [Suara.com/Rahmad Ali]

SuaraJogja.id - Selain Narmi beberapa warga lain di Padukuhan Ngadipiro Lur, RT/RW 02/06 Desa Rejosari, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) juga mengalami pemblokiran Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh pemerintah setempat.

Salah satunya, dialami oleh Payi (73) janda satu anak yang turut menjadi korban pemblokiran KIS di daerah tersebut.

"Selama ini saya berobat menggunakan KIS dari pemerintah ini, tapi dari kemarin sudah tidak bisa dipakai karena diblokir pemerintah," kata Payi kepada Suara.com, Selasa (18/6/2019)

Payi tidak mengetahui alasan pemblokiran KIS, karena selama ini merasa KIS yang didapatkannya sejak dua tahun silam sudah sesuai prosedur dalam pendaftarannya.

Baca Juga: Teken Surat Kutukan, Narmi Curhat Utang Menumpuk untuk Keperluan Berobat

"Kemarin pak dukuh membacakan daftar KIS yang diblokir, tetapi kami tidak tahu apa sebabnya. Kita orang kecil ya pasrah saja," kata Payi

Mengenai surat SKTM yang bermasalah, Payi merasa kebingungan lantaran tidak bisa baca tulis. Untuk mengurus KIS saja, Payi harus meminta bantuan kepada tetangga.

"Kalau masalah ekonomi, saya lebih susah dari Ibu Narmi. Saya ini sudah tua, janda lagi. Saya juga tidak punya harta apa-apa," kata Payi

Payi mengakui tujuan pemerintah sudah baik dalam hal penandatanganan SKTM, akan tetapi caranya yang masih keliru.

"Tujuannya sudah baik, di sini memang ada orang yang punya (mampu) yang mendapatkan SKTM dan mendapatkan bantuan lainnya," kata Payi

Baca Juga: Teken Surat Kutukan Demi Berobat, Narmi: Siapa Sih yang Mau Dikutuk Miskin

"Tapi kan kalau sampai mengharuskan dikutuk sama Tuhan itu tidak patut, kalau pemerintah ini mencari orang yang benar-benar miskin kan ada cara lain, tanpa disumpahin begitu," tambah Payi

Selain itu, sejak KIS miliknya diblokir, Payi harus menanggung sendiri biaya rumah sakit. Ironisnya, ia sudah lama tidak punya penghasilan.

"Saya harus bayar rumah sakit sendiri, mahal tapi ya mau bagaimana lagi," tutupnya.

Kontributor : Rahmad Ali

Load More