Scroll untuk membaca artikel
Rendy Adrikni Sadikin | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 02 Oktober 2019 | 17:50 WIB
Ari Hargiatmi menyambut pengunjung di Batik Thinthing Kulon Progo - (Suara/Eleonora PEW)

SuaraJogja.id - Di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta ada batik dengan motif yang beda dari lainnya, yaitu geblek renteng. Nama tersebut sama seperti camilan khas Kulon Progo berbahan dasar tepung kanji, geblek.

Tak hanya namanya, motif batik khas Kulon Progo ini juga menyerupai geblek, yaitu dua bulatan yang berbentuk mirip angka delapan

"Geblek renteng itu bentuknya merupakan pengembangan dari makanan khas Kulon Progo, namanya geblek," ujar pelaku seni sekaligus pemilik Batik Thinthing Kulon Progo, Ari Hargiatmi, pada SuaraJogja.id, Jumat (20/9/2019).

Bersama sang ayah, Joko Mursito, Ari merintis Batik Thinthing sebagai perluasan dari sanggar seninya, Sanggar Budaya Singlon, Jalan Kawijo 17, Kecamatan Pengasih.

Baca Juga: The Local Plant Market Hadir di Batik 81 Jakarta, Catat Tanggalnya!

Nama 'thinthing' sendiri diambil dari bunyi yang dihasilkan alat musik karawitan, seni yang digiati Joko.

Geblek renteng pun menjadi idola di Batik Thinthing. Ari menerangkan, terdapat tiga macam pola geblek renteng di Kulon Progo.

"Ada tirto tejo, gunungan, dan dlereng. Kalau dlereng itu yang bergaris miring-miring, kalau yang tirto tejo seperti ombak, seperti air, sedangkan gunungan lancip, tengahnya ada logo Kulon Progo," kata Ari.

Produk Batik Thinthing Kulon Progo - (Suara/Eleonora PEW)

Namun, seiring berjalannya waktu, pola yang itu-itu saja membuat penyuka batik bosan juga. Untuk itu, Batik Thinthing mencoba membuat pola yang tidak monoton.

"Masyarakat Kulon Progo itu kan jenuh, motifnya itu-itu saja, jadi kita memodifikasi gabungan motif, bisa tirto tejo dengan dlereng, atau yang lain," jelasnya.

Baca Juga: 500 Pembatik Akan Peringati Hari Batik Nasional di Solo, Yuk Gabung!

Motif-motif tersebut juga diaplikasikan pada berbagai produk dari Batik Thinthing, antara lain kain, sarung, syal, hingga pesanan sajadah.

Dengan 14 pegawai, Batik Thinthing bisa membuat ratusan potong batik dalam sebulan, tetapi untuk batik tulis, pengerjaan satu kain saja bisa dua mencapai dua minggu atau lebih, tergantung dari tingkat kesulitan.

"Proses pembuatannya, desain di kain, lalu kalau batik tulis kita pakai canting, ada batik cap juga, dilowong, lalu diwarna, lalu ditutup, nembok, diwarna lagi, sesuai dengan warna yang diinginkan, lalu nanti dilorot," jelasnya.

Kisaran harga yang ditawarkan Batik Thinthing antara Rp 150 ribu sampai Rp 250 ribu untuk cap kombinasi, sedangkan batik tulis dibanderol sampai Rp 600 ribu.

Hingga saat ini, penjualan produksi Batik Thinthing sudah sampai ke luar Jawa, antara lain Palembang, Kalimantan, Jawa Barat, Jawa Timur, juga Bali.

Kebijakan Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo pun, kata Ari, sangat membantu kesejahteraan para pembatik.

"Setiap Kamis, anak-anak sekolah, dari TK, SD, SMP, SMA, sampai pemerintah daerah diwajibkan pakai bati geblek renteng. Kalau untuk anak-anak sekolah pakai dlereng, sementara pegawai tirto tejo atau gunungan," ungkap wanita yang juga aktif sebagai penari itu.

"Alhamdulillah, produk jadi berlipat. Apalagi, kalau ada kunjungan dari luar daerah, biasanya kita memberi suvenir batik khas Kulon Progo," imbuhnya.

Ari juga berharap, dengan adanya pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA), UMKM batik di Kulon Progo bisa lebih berkembang.

"Semoga dengan adanya bandara, pembatik Kulon Progo mendapat ruang dan pendapatan yang lebih," ungkap Ari.

Load More