Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Senin, 14 Oktober 2019 | 21:56 WIB
Luncuran awan panas dari puncak Gunung Merapi terlihat dari Balerante, Klaten, Jawa Tengah, Senin (18/2). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

SuaraJogja.id - Letusan awan panas yang terjadi di Gunung Merapi pada Senin (14/10/2019) sekira pukul 16:31 WIB, disebabkan akumulasi gas vulkanik yang terlepas secara tiba-tiba.

Selain itu, tidak teramati peningkatan data pemantauan yang signifikan menjelang kejadian.

Penjelasan tersebut disampaikan Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi Daerah Istimewa Yogyakarta Hanik Humaida melalui keterangan tertulis yang diterima pada Senin (14/10/2019) malam.

Ia mengemukakan, ancaman bahaya dari kejadian tersebut masih sama seperti sebelumnya, yaitu awan panas letusan (APL) yang bersumber dari material kubah lava.

Baca Juga: Merapi Keluarkan Awan Panas, Hujan Abu Guyur Enam Kecamatan di Magelang

"Hasil pemodelan menunjukkan, jika kubah lava saat ini 468 ribu meter kubik runtuh, luncuran awan panas tidak melebihi radius tiga kilometer," ungkapnya.

Ia menyebutkan, letusan awan panas terrekam dalam seismogram memiliki amplitudo 75 milimeter dan durasi 270 detik. Kolom asap lebih kurang 3.000 meter dari puncak. Terlaporkan pula, terjadi hujan abu di sekitar gunung dengan arah dominan ke sektor barat, sejauh 25 kilometer dari puncak, pada 18.05 WIB.

BPPTKG mengimbau masyarakat yang berada di luar radius 3 Kilometer, untuk tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa.

"Untuk mengantisipasi gangguan abu vulkanik terhadap penerbangan, maka VONA (volcano observatory notice for aviation) diterbitkan dengan warna oranye," ujarnya.

Kontributor : Uli Febriarni

Baca Juga: Awan Panas Muncul, Warga Diimbau Jauhi Area Puncak Merapi

Load More