Scroll untuk membaca artikel
RR Ukirsari Manggalani
Sabtu, 19 Oktober 2019 | 13:36 WIB
Penabuh gamelan dan pesinden menandakan dimulainya Pre-event TGF di Kota Yogyakarta. Sebagai ilustrasi gamelan [Suara.com/Putu Ayu P]

Dalam keterangan pada spanduk itulah, mau pesan hanya satu jenis alat musik pun bisa, tak melulu harus harus pesan satu set.

"Yang punya ini Pak Tri, putra ketiga. Saya di sini cuma membantu," ungkapnya merendah.

Permadi, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa usaha gamelan milik orang tuanya itu sudah berdiri sejak 1985. Sebelumnya, usaha itu dirintis oleh Simbah, kakeknya.

Membuat gamelan tak bisa sembarang. Istilah yang meluncur dari Permadi adalah ati kudu ayem (atau hati harus tenteram). Utamanya kala membuat gong.

Baca Juga: Wah, Jusuf Kalla Dapat Kado Perpisahan Vespa Lawas dari Paspampres

"Kalau perasaan lagi tidak mood, itu pengaruh. Kalau tidak mood, saya minta perajin kerjakan yang lain saja, jangan buat gong," ungkapnya.

Seorang perajin rumah gamelan Bondho Gongso tengah mengerjakan instrumen musik tradisional Jawa itu [Suara.com/Uli Febriarni].

Menurut Permadi, kehati-hatian dan penggunaan feeling berlaku kala membuat semua alat musik yang menjadi bagian dari set gamelan, bukan hanya gong. Hanya diakuinya, membuat gong butuh sensitivitas tinggi.

Begitu juga gendang, yang di Jawa lebih dikenal dengan nama kendang. Baik gong dan kendang sama-sama perlu dicari kesesuaian nada.

"Kalau hanya membuat bentuk, itu mudah. Yang susah itu mencari nada. Untuk kendang, kalau kulit terlalu tebal tidak bunyi, terlalu tipis mudah rusak," jelasnya.

Laman berikut adalah kisah sedikit menggelikan soal pesanan gamelan. Juga suka-duka terus bertahan mengerjakan gamelan dengan kebijakan pemerintah.

Baca Juga: Renault Siapkan Mobil Swakemudi untuk Layanan Bandara

Kontributor : Uli Febriarni

Load More