Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Kamis, 21 November 2019 | 17:13 WIB
Aksi warga Gunung Bulu, Argorejo, Sedayu yang mendukung pencabutan IMB GPdI Sedayu oleh Bupati Bantul di sela sidang gugatan di PTUN Yogyakarta, Kamis (21/11/2019) - (SUARA/Putu Ayu Palupi)

SuaraJogja.id - Polemik pendirian Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Immanuel Sedayu, Bantul tampaknya terus berlanjut. Pasca-pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GPdI oleh Bupati Bantul Suharsono, Pendeta GPdI Sedayu, Tigor Yunus Sitorus, melayangkan gugatan kepada Bupati Bantul ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta.

Sidang pertama gugatan Sitorus digelar pada Kamis (21/11/2019). Sitorus didampingi LBH Yogyakarta dalam sidang, sedangkan Pemkab Bantul diwakili Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Bantul Suparman.

Puluhan warga Kampung Gunung Bulu, Desa Argorejo, Kecamatan Sedayu yang menolak pendirian gereja ikut datang dalam proses sidang tersebut. Massa yang membawa spanduk penolakan mengklaim melakukan aksi damai sebagai bentuk dukungan untuk Bupati Bantul mencabut IMB.

Sidang dipimpin tiga hakim wanita, yakni Siti Maisyarah, Agustin A, dan Rahmi Afriza, yang membacakan gugatan Sitorus.

Baca Juga: Kasus First Travel Tak Buat Negara Rugi, DPR Akan Panggil Pejabat Kemenag

Usai sidang, Direktur LBH Yogyakarta Yogi Zul Fadhli mengungkapkan, dicabutnya IMB GPdI Sedayu dinilai melanggar hak-hak Sitorus, yang kehilangan kepastian hukumnya. Sebab, sebelumnya sudah terbit IMB pada Januari 2019 silam.

"Padahal sudah terbit IMB rumah ibadah tapi tiba-tiba di belakang dicabut (IMB-nya) oleh Bupati tanpa proses verifikasi terlebih dahulu," ungkapnya.

Menurut Yogi, proses pencabutan IMB tidak dilakukan dengan verifikasi secara berimbang. Bupati Bantul melandaskan verifikasi pada Kemenag, tetapi Kemenag tidak pernah melakukan proses verifikasi secara berimbang.

Tanpa verifikasi berimbang, bangunan gereja kemudian diputuskan tidak memiliki ciri rumah ibadah. Selain itu, bangunan tersebut juga dianggap tidak punya sejarah sebagai rumah ibadah.

"Padahal di lapangan sejak 1997, jadi rumah ibadah Pak Sitorus, kemudian menjadi tidak masuk akal ketika Bupati melandaskan kebijakannya dari verifikasi Kemenag yang tidak berimbang kepada Pak Sitorus," ujar dia.

Baca Juga: E-commerce Pacu Tumbuhnya Ekosistem Pembayaran Digital

Sidang gugatan Pendeta Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Sedayu Tigor Yunus Sitorus atas pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) GPdI oleh Bupati Bantul Suharsono di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Yogyakarta, Kamis (21/11/2019) - (SUARA/Putu Ayu Palupi)

Menurut Yogi, ada beberapa UU yang dilanggar Pemkab Bantul dalam kasus ini, yakni UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, pelanggaran hak-hak sipil masyarakat yang termaktub dalam UU 12 tahun 2005, UU Penghapusan Diskriminasi Rasial No 40 Tahun 2008, serta UU IMB. UU tersebut, kata Yogi, dilanggar oleh Bupati Bantul melalui pencabutan IMB GPdI Sedayu.

Karenanya, LBH akan mengikuti proses di pengadilan bersama Sitorus, termasuk dalam sidang jawaban dari Bupati pekan depan.

"Kami menunggu jawaban Bupati, itu saja. Kami akan terus membantu sepanjang Bupati tidak mengeluarkan kebijakan terkait gugatan ini," imbuhnya.

Sementara itu, Pemkab Bantul mengatakan akan mencermati gugatan Sitorus.

"Yang jelas kami akan tetap sesuai dengan apa yang kami teruskan (membatalkan IMB GPdi Sedayu," ungkap Suparman.

Menurut Suparman, Pemkab Bantul sebenarnya sudah memberikan dispensasi atau pemutihan IMB pada sejumlah rumah ibadah. GPdI Sedayu merupakan satu dari 24 gereja Kristen yang mendapatkan dispensasi untuk mendapatkan IMB pada Januari 2019.

Namun, pasca-penyelidikan, ternyata ditemukan ada unsur-unsur yang tidak terpenuhi GPdI Sedayu, sehingga Pemkab Bantul mencabut IMB gereja tersebut pada Juli 2019 lalu.

"Namun ternyata dalam proses pengajuannya (IMB GPdI Sedayu) ada kekeliruan (dan dicabut IMB-nya)," tandasnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More