Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 18 Desember 2019 | 15:45 WIB
Warga sejumlah dusun di Desa Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Sleman, DIY, Rabu (18/12/2019) mengikuti sosialisasi tentang proyek tol Jogja-Solo. [Uli Febriarni / Kontributor]

SuaraJogja.id - Warga terdampak pembangunan tol Jogja-Solo dari sejumlah dusun di Desa Tamanmartani, mengikuti sosialisasi pembangunan tol di Balai Desa Tamanmartani, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (18/12/2019) siang.

Beberapa di antara warga terdampak mengaku masih cukup berat melepas aset mereka, terutama yang berupa aset warisan. Lantaran merasa bukan 'pemilik resmi'.

Salah satunya seperti yang dirasakan Endin. Ia mengaku aset yang dimiliki dan terdampak pembangunan tol merupakan warisan dari orang tuanya. Berupa pekarangan seluas sekitar 211 meter persegi, dengan sumur dan sejumlah pohon jati di atasnya.

"Awalnya berat melepas, tapi mau bagaimana lagi, program pemerintah. Mau gak mau ya harus terjun, dan ini juga kan ada musyawarah bersama. Ya kita lihat bagaimana nanti," kata dia.

Baca Juga: 5 Desa Wisata Terfavorit di Sleman yang Cocok untuk Isi Liburan Nataru

Mendukung adalah satu-satunya jalan yang bisa diambil, demi mengurangi kemacetan di Jogja, tambahnya.

"Jogja dan Jakarta sekarang sama saja, macet di mana-mana. Semoga tol bisa mengurangi kemacetan dan tetap aman," ucapnya.

Ia menyebut, akan menggunakan hasil ganti untung dari pekarangan terdampak tol untuk membeli tanah di lokasi lain.

"Harapannya, nanti ganti untungnya berimbang dengan harga tanah baru yang akan dibeli. Cari tanah sekarang susah, belum tentu yang didapat [dari ganti untung] cukup untuk membeli tanah baru," ujarnya.

Sementara, warga lainnya, Ngadiyono masih mempertanyakan tahapan terkait pemasangan patok yang disampaikan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Krido Suprayitno dalam forum. Tahapan itu dinilainya melangkahi tahapan kesepakatan dengan warga.

Baca Juga: Libur Natal dan Tahun Baru 2020, Ini Agenda Wisata di Sleman

"Perihal rencana tanam patok. Itu [patok] ditanam setelah ada kesepakatan 'setuju-tidak setuju' atau bukan? Kalau belum ada kesepakatan, berarti ganti rugi belum ditentukan. Kenapa patok ditanam sebelum kesepakatan?," kata dia.

Terpisah, Krido Suprayitno menyebut, dari data yang ditemukan, ada sejumlah bidang tanah di wilayah terdampak tol bukan hanya dimiliki satu orang saja. Sehingga pendataan secara mendetail akan melibatkan rembuk bersama tim Satgas Data, dibantu kepala desa, ketua RT dan pihak lain terkait.

"Sekarang ini masih tahapan sosialisasi, kami kulo nuwun istilahnya," ungkap Krido.

Lebih jauh ia menjelaskan bila tahapan sosialisasi telah selesai, maka diikuti penetapan IPL, pemasangan patok. Selanjutnya masyarakat memberikan pernyataan bahwa warga setuju dengan proyek pembangunan tol tersebut.

"Pemasangan patok akan didampingi oleh pemilik [tanah], diikuti pembahasan dengan tim appraisal. Tim appraisal ini juga didampingi pemilik saat di lapangan, jadi [warga] ada informasi apapun [terkait lahan terdampak], sampaikan. Nanti ketemu harga," ungkapnya, dalam forum sosialisasi.

Diharapkan, IPL bisa ditentukan pada Maret, kemudian diikuti pemasangan patok pada April 2020.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More