Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 23 Desember 2019 | 20:37 WIB
Warsini, perajin terompet tahun baru di Tirtomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, Senin (23/12/2019).(kontributor/ Uli Febriarni)

SuaraJogja.id - Selokan Mataram yang melintas di Dusun Glondong, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Sleman, terlihat masih dangkal meski musim hujan telah tiba. Beberapa bahkan mulai mengering.

Tapi harapan Warsini jelas tak ingin sekering wajah Selokan Mataram yang berada tak jauh dari rumahnya.

Perempuan yang tinggal di RT 04 Glondong itu merupakan satu di antara sejumlah perajin sekaligus penjual terompet tahun baru.

Saat ditemui SuaraJogja.id, Senin (23/12/2019) sore, Warsini bercerita memulai usahanya sejak anaknya masih kecil, hingga kini anaknya berusia 20 tahunan. Warsini masih ingat rasanya menghitung cuan yang diraih pada tujuh tahun pertama berjualan terompet, setiap memasuki pergantian tahun.

Baca Juga: Diincar Lewat CCTV, Maling Kotak Amal di Sleman Akhirnya Ditangkap Warga

"Setelah itu ramai, lalu menurun terus. Apalagi dua tahun lalu, waktu ada isu bakteri. Padahal penyakit itu sebenarnya bukan dari terompet," kata dia, sembari perlahan duduk di atas kursi kecil di warung tempatnya berjualan terompet tahun baru.

Raut Warsini yang sebelumnya sumringah, seketika berpendar dan nadanya mulai lesu kala berkisah tentang sulitnya menjajakan terompet tahun baru. Terutama setelah bahan baku yang didatangkan dari Wonogiri, tak lagi ajeg.

"Sekarang jarang yang buat," kata dia.

Tahun ini, Warsini tak memproduksi terompet bila tak mendapat pesanan dari hotel-hotel, khususnya yang ada di Sleman dan Kota Yogyakarta.

Ia mengaku tahun ini hanya mampu memproduksi terompet tahun baru sekitar 3.000 biji, dari yang sebelumnya bisa mencapai puluhan ribu terompet.

Baca Juga: Kabel Listrik Dekat Kantor Kecamatan Turi Sleman Percikkan Api, Warga Resah

Perempuan kelahiran 18 Mei ini menduga, ada pernik tahun baru yang jauh lebih unik ketimbang terompet. Bisa jadi juga karena perubahan kebiasaan.

"Anak-anak sekarang lebih asik main handphone daripada main terompet. Sekarang kan begitu, pegang handphone [lalu] diam," ucapnya.

Ia menambahkan, selain handphone, kembang api juga menjadi minat baru generasi masa kini.

Kalau beberapa tahun ke depan penjualan terompet membaik, ia masih mau berjualan terompet. Namun bila tidak, ia belum punya banyak pilihan, selain meneruskan bisnis kecil-kecilan lain yang ia punya yakni jualan bakso bakar.

Ia menyebut terompet kertas yang dijualnya sebetulnya relatif murah yakni sekitar terjangkau, Rp5.000 per buah untuk pembelian ecer dan Rp4.000 untuk pembelian jumlah banyak.

"Saya juga biasanya kasih lebih [bonus] kalau beli banyak. Karena mungkin ada yang tidak bunyi, rusak. Kan tidak seru kalau waktu dipakai, terompetnya tidak bunyi," kelakarnya.

Istri Wagiman ini berharap, penjualan terompet bisa membaik seperti dahulu dan ia bisa ikut serta dalam kebahagiaan masyarakat merayakan pergantian tahun.

"Semoga malam tahun baru tidak hujan, yang jual terompet di pinggir jalan juga laris," doa ibu dari tiga orang anak ini.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More