SuaraJogja.id - Mobilitas masyarakat yang sangat tinggi membuat empat kecamatan di Kabupaten Gunungkidul rentan kasus demam berdarah dangue (DBD) dibanding daerah lainnya. Hal tersebut seperti disampaikan Dinas Kesehatan (Dinkes) Gunungkidul.
Kepala Bidang Pencegahan dan Penularan Penyakit (P2P) Dinkes Gunungkidul Sumitro mengatakan, empat kecamatan yang rentan kasus DBD adalah Wonosari, Karangmojo, Ponjong, dan Playen.
"Mobilitas masyarakat sangat tinggi di daerah itu dibanding dengan daerah lain, sehingga potensi serangan DBD sangat tinggi," kata Sumitro di Gunungkidul, Selasa (18/2/2020).
Diberitakan ANTARA, menurut Sumitro, pada Januari 2020, ada 139 kasus DBD, dan satu di antaranya dicurigai meninggal karena DBD.
Di awal tahun ini pun Gunungkidul menempati urutan pertama kasus DBD di wilayah DIY, kemudian di bawahnya ada Kabupaten Bantul, Sleman, Kota Yogyakarta, dan terakhir Kabupaten Kulon Progo. Meski demikian, kasus DBD di Gunungkidul tidak dikategorikan sebagai wabah.
"Ini masih endemis DBD. Disebut wabah jika dalam jangka waktu tertentu terjadi lonjakan kasus dan sebarannya luas," ucapnya.
Berdasarkan hasil uji laboratorium di Loka Litbang P2B2 Banjarnegara, di Gunungkidul, nyamuk pembawa penyakit mematikan itu memiliki kemampuan resistansi paling kuat dibanding kota dan tiga kabupaten lain di Yogyakarta.
Masalahnya, membunuh nyamuk dengan menggunakan zat malapion sekarang sudah tidak mempan. Nyamuk menjadi resistan jika pemakaian insektisida tidak terkendali atau tidak pas dosisnya.
Sama halnya obat antibiotik, jika penggunaan atau dosisnya keliru, maka penyakitnya menjadi kebal jika diberi obat dari jenis yang sama, dan dosisnya perlu dinaikkan. Begitu pula dengan insektisida untuk nyamuk, perlu ada zat pembunuh nyamuk generasi baru.
Baca Juga: Gandeng Shopee, Kemenristek Gelar National Data Challenge 2020
"Dibanding tiga kabupaten dan kota di Yogyakarta, resistansi nyamuk pembawa DBD di Gunungkidul paling kebal insektisida. Namun sekarang sudah ada isektisida generasi terbaru," terang Sumitro.
Sementara itu, Kepala Seksi (Kasi) Penyakit Menular Dinkes Gunungkidul Diah Prasetyo Rini mengatakan, per 13 Februari 2020, tercatat ada 25 kasus DBD di Gunungkidul.
Menurut keterangannya, nyamuk aedes aegypty juga memiliki "jadwal" aktivitasnya sendiri, yakni pada pagi muncul antara pukul 8.00-10.00 WIB. Sedangkan di sore hari mereka aktif mulai pukul 15.00 WIB hingga 16.00 WIB. Pencegahan paling mudah adalah dengan mengoleskan loition anti nyamuk.
"Langkah Dinkes, yakni gencar melakukan pencegahan melalui sosialisasi juga penanganan langsung," jelas Diah.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Motor Bekas di Bawah 10 Juta Buat Anak Sekolah: Pilih yang Irit atau Keren?
- Dua Rekrutan Anyar Chelsea Muak dengan Enzo Maresca, Stamford Bridge Memanas
- 5 Mobil Bekas 3 Baris Harga 50 Jutaan, Angkutan Keluarga yang Nyaman dan Efisien
- Harga Mepet Agya, Intip Mobil Bekas Ignis Matic: City Car Irit dan Stylish untuk Penggunaan Harian
- 10 Mobil Bekas Rp75 Jutaan yang Serba Bisa untuk Harian, Kerja, dan Perjalanan Jauh
Pilihan
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
-
Agensi Benarkan Hubungan Tiffany Young dan Byun Yo Han, Pernikahan di Depan Mata?
-
6 Smartwatch Layar AMOLED Murah untuk Mahasiswa dan Pekerja, Harga di Bawah Rp 1 Juta
Terkini
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi
-
BRI Perkuat Pemerataan Ekonomi Lewat AgenBRILink di Perbatasan, Seperti Muhammad Yusuf di Sebatik