Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Sabtu, 22 Februari 2020 | 13:01 WIB
Sejumlah orang tua pelajar SMPN 1 Turi korban hanyut banjir Sungai Sempor menunggu di Klinik Pratama SWA, Trimulyo, Sleman, Jumat (21/2/2020). - (Suara.com/Baktora)

Begitu sampai di Sungai Sempor, terang Fibri, murid laki-laki kelas 8 turun terlebih dahulu, diikuti para murid perempuan, yang berbaris di belakangnya.

Lalu, anak-anak laki-laki yang di depan merasakan tingginya air sungai. Untuk itu, mereka memperingatkan teman-temannya yang lain supaya naik lagi menjauh dari sungai.

"Yang cowok pada turun duluan, terus merasa kok airnya meninggi, jadi mereka inisiatif memberi tahu yang lain buat tidak usah lanjut dan menepi dari sungai. Di adik saya sudah sebetis, rok pramukanya jadi basah," ungkap Fibri.

Namun, karena sudah telanjur, akhirnya air makin deras, dan para siswa berusaha saling menyelamatkan dengan berpegangan pada akar pohon atau batu di dekatnya. Pasalnya, tak ada perangkat pengamanan juga yang disediakan pihak sekolah dalam kegiatan susur sungai yang mendadak di cuaca yang tak bersahabat itu.

Baca Juga: SMPN 1 Turi Dipenuhi Papan Bunga Duka Cita

Akibatnya, sejumlah siswa terluka, dan ada pula yang terbawa arus Sungai Sempor yang deras kala itu. FA sendiri, kata Fibri, mengalami luka memar karena terjepit batu. Tak hanya itu, hingga Sabtu FA masih mengalami trauma.

"Kalau pas bareng-bareng gini dia ceria, bisa cerita, begitu masuk kamar, sendirian, dia nangis. Semalam enggak bisa tidur dan makan ini, teringat kejadiannya itu kata dia. Saya juga enggak berani nanya. Kalau dia cerita sendiri saja, saya dengarkan," terang Fibri.

Hingga kini, Fibri mengatakan, pihak sekolah mbelum memberi informasi lanjutan apa pun soal kegiatan belajar mengajar pascainsiden. Keberadaan Pak Y pun juga belum diketahui sampai saat ini.

Load More