SuaraJogja.id - MUI Sleman menganjurkan untuk tetap melaksanakan jamaah sholat Jumat di masjid, karena Sleman belum dinyatakan sebagai Kasus Luar Biasa (KLB).
Sekretaris Umum MUI Sleman Arif Mahfud menerangkan, di Sleman akan tetap menyelenggarakan sholat Jumat berjamaah di masjid.
"Tapi harus menjaga kehati-hatian dengan kondisi yang ada. Misalnya, pertama, saf diberi jarak agak renggang, antara baris pertama dan kedua maksudnya. Kedua, jika memungkinkan, pada Jumat pagi masjid membersihkan lingkungan masjid dan menyiapkan sabun cair untuk jemaah. Ketiga, untuk perlengkapan, jemaah diminta untuk membawa sendiri-sendiri, seperti sajadah, mukena, dan lainnya," ujarnya, Kamis (19/3/2020).
Sementara, melansir dari situs resmi MUI Pusat, pada Senin (16/3/2020) MUI menetapkan fatwa tentang penyelenggaran ibadah dalam situasi COVID-19.
Dalam fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tersebut, terdapat 11 poin utama yang dituliskan dalam surat tersebut. Salah satu diantaranya adalah apabila suatu kawasan yang potensi penularannya tinggi atau sangat tinggi berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka boleh meninggalkan salat Jumat dan menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat di rumah, serta meninggalkan jamaah shalat lima waktu/rawatib, Tarawih, dan Ied di masjid atau tempat umum lainnya.
Namun, apabila berada di suatu kawasan yang potensi penularannya rendah berdasarkan ketetapan pihak yang berwenang maka wajib menjalankan kewajiban ibadah sebagaimana biasa dan wajib menjaga diri agar tidak terpapar virus Corona, seperti tidak kontak fisik langsung, membawa sajadah sendiri dan sering membasuh tangan dengan sabun.
Lebih jauh, apabila kondisi penyebaran COVID-19 tidak terkendali di suatu kawasan yang mengancam jiwa, umat Islam tidak boleh menyelenggarakan shalat jumat di kawasan tersebut, sampai keadaan menjadi normal kembali dan wajib menggantikannya dengan shalat zuhur di tempat masing-masing.
Berkaitan dengan penyelenggaraan salat Jumat yang masih dilaksanakan secara jamaah di masjid, Dosen UIN Sunan Kalijaga, Arif Maftuhin menuturkan bahwa mengacu ke fatwa MUI tersebut, ada tiga kategori kawasan yang terkena wabah, yakni sangat tinggi, tinggi, dan rendah.
Namun, secara hukum tiga kawasan itu dibedakan menjadi dua saja, pertama, tinggi dan sangat tinggi dan yang kedua, rendah dengan satu hukum.
Baca Juga: Tanpa Robert Alberts, Persib Jalani Latihan Perdana Usai Libur
"Untuk kawasan pertama, boleh meninggalkan salat Jumat. Sedangkan untuk kawasan kedua, ia wajib menjalankan ibadah (tidak disebut secara khusus salat Jumat dalam fatwa) seperti biasa dengan menghindari kontak fisik," kata Arif saat dihubungi Suarajogja.id, Kamis (19/3/2020).
Menurutnya, fatwa MUI secara tak langsung memberikan kewenangan sepenuhnya kepada pemerintah sebagai ulil amri untuk menetapkan kategori suatu kawasan. Secara teori, warga harus ikut apa keputusan pemerintah.
Ditanyai perihal lebih baik jamaah di masjid atau salat di rumah dengan alasan khawatir terjangkit, Arif menjelaskan bahwa pemerintah belum bisa memberikan keterangan secara gamblang.
"Hingga hari ini, tidak ada standar indikator nasional untuk menetapkan suatu zonasi," ujarnya.
Hal ini mengakibatkan masing-masing daerah mengambil keputusan masing-masing, dengan pertimbangan per daerah.
"Salah satu contoh, Jateng-Jatim ambil keputusan yang beda dengan DIY. padahal, tingkt kasusnya tak jauh berbeda. Demikian juga dengan kasus pertemuan Jamaah Tabligh di Gowa dan misa di NTT. Pemerintah bahkan tidak bisa bertindak tegas karena tidak ada acuan nasionalnya. Indonesia gagap dan tidak siap dalam menghadapi virus corona," kata Arif.
Lebih jauh, ditanyai pendapat terkait apakah suatu individu yang merasa khawatir diperbolehkan untuk tidak mengikuti jamaah salat Jumat. Ia menuturkan, tidak bisa semudah itu.
"Tidak otomatis boleh," ucapnya.
Ia melanjutkan, "Lalu apa solusinya? Kita tetap bisa merujuk ke fatwa MUI dari segi semangatnya untuk la darara wa la dirara (tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain), tetapi kriteria madharatnya bukan lagi zona tinggi atau rendahnya penularan, melainkan merujuk pada masa darurat bencana yang ditetapkan oleh BNPB, yang ditunjuk resmi oleh pemerintah sebagai koordinator penanganan wabah CoViD-19."
Ia juga menuturkan bahwa BNPB telah menetapkan status "Masa Darurat Bencana" secara nasional berlaku sampai 29 Mei. Sehingga, individu dan takmir yang ingin memutuskan untuk meniadakan salat Jumat bisa mengacu pada status darurat bencana nasional BNPB untuk meniadakan pelaksanan salat Jumat.
"Tanpa kebijakan lock down, menetapkan keadaan darurat berdasarkan zonasi juga kurang tepat. Sebab si pembawa virus bisa jadi memiliki mobilitas tinggi. Orang Solo itu tertular dari Bogor, padahal waktu itu kasus yang terdeteksi baru di Depok," ungkapnya.
Berita Terkait
-
Pasien Positif Corona Kedua Diketahui Tinggal di Ngaglik, Ini Imbauan Camat
-
Waspada Corona, Bupati Sleman: UNBK Dilaksanakan Sesuai dengan Protap WHO
-
Dampak Corona, Puluhan Ribu Mahasiswa UGM Terpaksa Kuliah Daring
-
Mau Bikin Disinfektan Sendiri? Ini Tips Lengkap dari TRC BPBD DIY
-
WNA Asal Negara Terdampak Corona Masih Bisa Perpanjang Masa Tinggal
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Apa Jabatan Nono Anwar Makarim? Ayah Nadiem Makarim yang Dikenal Anti Korupsi
- Mahfud MD Bongkar Sisi Lain Nadiem Makarim: Ngantor di Hotel Sulit Ditemui Pejabat Tinggi
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
Pilihan
-
Studi Banding Hemat Ala Konten Kreator: Wawancara DPR Jepang Bongkar Budaya Mundur Pejabat
-
Jurus Baru Menkeu Purbaya: Pindahkan Rp200 Triliun dari BI ke Bank, 'Paksa' Perbankan Genjot Kredit!
-
Sore: Istri dari Masa Depan Jadi Film Indonesia ke-27 yang Dikirim ke Oscar, Masuk Nominasi Gak Ya?
-
CELIOS Minta MUI Fatwakan Gaji Menteri Rangkap Jabatan: Halal, Haram, atau Syubhat?
-
Hipdut, Genre Baru yang Bikin Gen Z Ketagihan Dangdut
Terkini
-
DANA Kaget untuk Warga Jogja: Buruan Klaim 'Amplop Digital' Ini!
-
Heboh Arca Agastya di Sleman: BPK Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Situs Candi
-
Gus Ipul Jamin Hak Wali Asuh SR: Honor & Insentif Sesuai Kinerja
-
Rp300 Triliun Diselamatkan, Tapi PLTN Jadi Korban? Nasib Energi Nuklir Indonesia di Ujung Tanduk
-
Penemuan Arca di Sleman: Benarkah Peninggalan Mataram Kuno? Ini Kata Ahli