SuaraJogja.id - Meski virus corona menjadi wabah yang hingga kini belum ditemukan vaksinnya, namun tidak sepenuhnya virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan ini memberikan dampak negatif.
Banyak orang-orang yang kemudian memberikan bantuan kepada yang membutuhkan. Bahkan, ada pula yang rela menjual semua asetnya demi membantu paramedis. Salah satu yang paling mencolok adalah munculnya kembali solidaritas dan gotong royong di masyarakat Indonesia.
Sekelompok relawan di Yogyakarta yang menginisiasi pembuatan dapur umum bertajuk 'Dapur Umum Jogja Peduli Umat (DUJPU)' setiap harinya sekurang-kuranya membagikan dua ratus bungkus nasi kepada masyarakat.
"Berangkat dari banyaknya masyarakat yang terdampak dari virus ini, kami berinisiatif membagikan apa yang kami miliki. Ya setiap hari kurang lebih 200 - 300 bungkus kami bagikan," tutur koordinator DUJPU Edi Budianto, dihubungi wartawan, Selasa (19/5/2020).
Baca Juga: Eks Pemain Chelsea: Pengalaman Terindah Saya Adalah Membela Persib Bandung
Edi menambahkan, sejak berdiri 24 hari lalu total ada lima ribu nasi bungkus yang dibuat di DUJPU dan telah disalurkan ke berbagai tempat.
"Sebelum merambah ke pembagian nasi bungkus, kami lebih dahulu berfokus pada pembagian sembako, namun karena perkembangan kondisi terkini akhirnya kami merambah juga ke pembagian nasi bungkus" ucap dia.
Untuk menggerakan Dapur Umum tersebut Edi tak sendirian. Dia bersama Taher Wibowo menggandeng banyak komunitas sosial seperti, Karangtaruna MU, Paskas, IIBF, GIB, TDA, Genpro, JGC, PPMI, PRS dan masih banyak lagi.
Selanjutnya, para relawan dari berbagai komunitas tersebut dibagi menjadi berbagai divisi. Seperti divisi memasak, pengantar, bagian lapangan sampai dengan publisher dan dokumentasi.
Meski demikian, Edi Budianto dan Taher Wibowo merasa usaha mereka masih belum maksimal karena belum bisa memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Namun, ia bertekad tidak akan berhenti memberikan bantuan.
Baca Juga: Nekat Naik Gunung Gede Saat Pandemi, Lima Pendaki Terciduk Petugas TNGGP
"Kalau kami berhenti, bagaimana dengan saudara kita yang sudah rutin mengambil makan untuk keluarganya, bagaimana dengan daerah yang sedang isolasi dan mengharapkan peran kami, bagaimana dengan ibu-ibu yang suaminya tidak kerja dan menunggu peran kami, bagaimana dengan para buruh yang betul betul tidak bisa kerja dan tidak ada bahan makanan" paparnya.
Berita Terkait
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Dari Jakarta untuk Palestina: Menag Serukan Solidaritas Kemanusiaan di Baznas International Forum
-
Fenomena Titip Absen dan Dampaknya: Antara Etika dan Solidaritas
-
Prabowo: Indonesia Ingin Jadi Tetangga Yang Baik, Tapi Bukan Jadi Kacung
-
Prabowo Minta Anak Buah Sisihkan Rp 100 Ribu Per Bulan: Jangan Banyak Omon-omon
Terpopuler
- Agus dan Teh Novi Segera Damai, Duit Donasi Fokus Pengobatan dan Sisanya Diserahkan Sepenuhnya
- Bukti Perselingkuhan Paula Verhoeven Diduga Tidak Sah, Baim Wong Disebut Cari-Cari Kesalahan Gegara Mau Ganti Istri
- Bak Terciprat Kekayaan, Konten Adik Irish Bella Review Mobil Hummer Haldy Sabri Dicibir: Lah Ikut Flexing
- Bau Badan Rayyanza Sepulang Sekolah Jadi Perbincangan, Dicurigai Beraroma Telur
- Beda Kado Fuji dan Aaliyah Massaid buat Ultah Azura, Reaksi Atta Halilintar Tuai Sorotan
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP 5G Rp 4 Jutaan Terbaik November 2024, Memori Lega Performa Handal
-
Disdikbud Samarinda Siap Beradaptasi dengan Kebijakan Zonasi PPDB 2025
-
Yusharto: Pemindahan IKN Jawab Ketimpangan dan Tingkatkan Keamanan Wilayah
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 3 Jutaan dengan Chipset Snapdragon, Terbaik November 2024
-
Kembali Bertugas, Basri-Najirah Diminta Profesional Jelang Pilkada Bontang
Terkini
-
Reza Arap Diam-Diam Tolong Korban Kecelakaan di Jogja, Tanggung Semua Biaya RS
-
Sayur dan Susu masih Jadi Tantangan, Program Makan Siang Gratis di Bantul Dievaluasi
-
Bupati Sunaryanta Meradang, ASN Selingkuh yang Ia Pecat Aktif Kerja Lagi
-
Data Pemilih Disabilitas Tak Akurat, Pilkada 2024 Terancam Tak Ramah Inklusi
-
Fadli Zon: Indonesia Tak Boleh Lengah Usai Reog, Kebaya, dan Kolintang Diakui UNESCO