SuaraJogja.id - Pakar epidemiologi Universitas Alma Ata (UAA) Hamam Hadi menunjukkan bahwa kurva penyebaran Covid-19 di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disebut turun cepat. Meski demikian, Hamam mengimbau agar pemerintah tidak terburu-buru memutuskan pelaksanaan kenormalan baru atau new normal.
Hamam menyebutkan, sebaiknya pemerintah menunggu dalam beberapa waktu ke depan untuk melihat perkembangan Covid-19, tidak hanya di DIY, melainkan juga di berbagai daerah lainnya. Saat ini baru beberapa wilayah yang dinyatakan turun cepat, yakni DIY, Kalimantan Timur, Maluku, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan.
Selain itu, ada beberapa daerah yang masuk dalam kategori melambat-sedang. Di antaranya adalah DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi barat, Riau, Jawa Tengah, Jambi, dan Sumatra Barat. Sementara daerah lainnya masuk dalam kategori naik tajam, yakni Papua, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Gorontalo, dan Bangka Belitung.
Enam daerah lainnya dikategorikan sebagai naik lambat atau sedang, yaitu Banten, Kepalauan Riau, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sumatra Barat. Hamam menambahkan, satu-satunya wilayah di Indonesia yang stagnan adalah Aceh.
Baca Juga: Perkiraan Meleset, Kini Defisit APBN Naik Menjadi 6,34%
"Aceh ini stagnan dari dulu, hanya satu dan nol, satu lagi kasusnya, begitu terus," kata Hamam, ditemui SuaraJogja.id di UAA, Jumat (5/6/2020).
Mempertimbangkan kurva penyebaran di DIY maupun wilayah lainnya di Indonesia, Hamam menyampaikan agar pemerintah DIY tidak buru-buru dalam menerapkan kenormalan baru. Dari rekomendasi WHO, kata dia, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan kenormalan baru.
Ada tiga kriteria yang diambil dari WHO untuk dapat mempertimbangkan, apakah sebuah wilayah dapat menerapkan kenormalan baru. Tiga kriteria tersebut menyangkut pada sektor epidemiologis, kesehatan, dan surveilan kesehatan masyarakat.
Dari segi epidemiologis, menurut Hamam, setidaknya harus ada pengurangan kasus positif Covid-19 maupun Pasien Dengan Pengawasan (PDP) sebesar 50% selama tiga minggu. Kemudian dalam dua minggu terakhir, sampel positif Covid-19 kurang dari angka 5%. Terakhir, adanya penurunan jumlah kematian, baik pasien positif maupun PDP, dalam tiga minggu terakhir.
Sementara dari segi kesehatan, lanjut Hamam, harus terjadi penurunan secara terus menerus pasien yang dirawat inap, baik yang terkonfirmasi positif maupun PDP selama dua minggu terakhir. Dari kategori surveilan kesehatan masyarakat, ada beberapa poin yang perlu dipenuhi.
Baca Juga: Reaksi Warga Jakarta soal PSBB Transisi: Dari Takut hingga Dibikin Santai
Di antaranya adalah jika terjadi kasus baru dapat diidentifikasi, dilaporkan, dan data dapat dimasukkan dalam analisis epidemiologi dalam kurun waktu 24 jam. Kemudian, 80% orang-orang yang memiliki kontak dengan pasien positif dapat dikarantina dalam kurun waktu 72 jam setelah kasus dikonfirmasi.
Terakhir, 80% orang-orang yang memiliki kontak dengan pasien positif dapat dipantau selama empat belas hari. Hamam melihat, beberapa kriteria tersebut belum sepenuhnya terpenuhi, sehingga ia berpendapat agar pemerintah DIY tidak terburu-buru dalam menetapkan fase kenormalan baru.
"Kalau sampai Juli kan masih ada tiga minggu lagi, sambil menunggu pemerintah bisa memulai membuat regulasi yang akan diterapkan kedepannya," imbuhnya.
Hamam berpendapat, sebelum memasuki tahapan kenormalan baru, pemerintah perlu menyiapkan regulasi yang akan diterapkan ke depannya. Ia menegaskan agar peraturan tidak berhenti hanya di atas kertas dan berupa imbauan. Bagi masyarakat Indonesia yang tidak patuh, Hamam menilai, perlu ada sanksi tegas untuk menimbulkan efek jera.
Berita Terkait
-
Dua Hari Berturut-turut Tak Ada Kasus Positif COVID-19 Baru di DIY
-
Kasus Baru Covid-19 Lebih Kecil dari yang Sembuh, DIY Klaim Ini Sebabnya
-
Jogja Bakal Tes Acak di Tempat Publik, 250 Alat RDT Disiapkan
-
Epidemiolog Sebut Belum Ada Kota di Indonesia yang Siap Terapkan New Normal
-
2 Pasien Sembuh, Tersisa 1 Pasien Positif Covid-19 di Kulon Progo
Terpopuler
- Selamat Datang Penyerang Keturunan Rp 15,6 Miliar untuk Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- 6 Mobil Bekas untuk Keluarga di Bawah Rp50 Juta: Kabin Luas, Cocok untuk Perjalanan Jauh
- Keanehan Naturalisasi Facundo Garces ke Malaysia, Keturunan Malaysia dari Mana?
- 4 Rekomendasi Mobil Bekas Merek Jepang di Bawah Rp100 Juta: Mesin Prima, Nyaman buat Keluarga
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Anti Hujan Terbaik 2025: Irit, Stylist, Gemas!
Pilihan
-
6 Skincare Aman untuk Anak Sekolahan, Harga Mulai Rp2 Ribuan Bikin Cantik Menawan
-
5 Rekomendasi Mobil Kabin Luas Muat 10 Orang, Cocok buat Liburan Keluarga Besar
-
Indonesia Jadi Tuan Rumah Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026, Apa Untungnya?
-
Daster Bukan Simbol Kemalasan: Membaca Ulang Makna Pakaian Perempuan
-
Daftar 5 Sepatu Olahraga Pilihan Dokter Tirta, Brand Lokal Kualitas Internasional
Terkini
-
Sinyal Hijau Mendagri: Pemda Boleh Gelar Acara di Hotel, Selamatkan Industri Pariwisata Sleman?
-
Jemaah Tak Dapat Tenda, Ketua PPIH Minta Maaf Ungkap Penyebab Calon Haji Terlantar di Arafah
-
Beda dari Tahun Lalu, Ini Alasan Grebeg Besar 2025 Yogyakarta Lebih Tertib dan Berkah
-
KPK Dapat Kekuatan Super Baru? Bergabung OECD, Bisa Sikat Korupsi Lintas Negara
-
Pemkab Sleman Pastikan Ketersediaan Hewan Kurban Terpenuhi, Ternak dari Luar Daerah jadi Opsi