"Sejak 2017 lalu mengambil S3 di Jepang," kata Sukiyat.
Dihubungi secara terpisah, Sawitri yang tengah berada negeri Sakura mengatakan ia tengah mengambil kuliah program doktor di Prodi Biosphere Resource Science and Technologi dengan menekuni kajian genetika hutan di universitas Tsubuka. Sawitri menyampaikan, bila pendidikan S3 bisa rampung pada September mendatang maka ia menyelesaikan pendidikan doktor tepat tiga tahun.
"Saya masuk September 2017 dan akan selesai September tahun ini, tinggal menunggu ujian doktor akhir Juli depan," kata wanita kelahiran Gunungkidul, 26 Juni 1994 ini.
Sedikit bercerita, Sawitri mengaku bersyukur bisa kuliah hingga S3 hingga sekarang ini. Meski selama di Jepang ia menghadapi kendala dalam kuliahnya karena ia menekuni bidang teknologi molekuler yang masih awam baginya. Namun, bekerja keras untuk melewati tantangan tersebut dan akhirnya ia pun bisa menyelesaikan pendidikan dengan tepat waktu.
"Harapan saya, bidang ilmu yang saya tekuni ini bisa mengombinasikan pemuliaan tanaman terutama hutan di Indonesia untuk mendukung baik secara ekologi dan ekonomi terutama untuk hutan sebagai penghasil kayu," katanya.
Saat ditanya soal kisah masa kecilnya yang hidup di hutan, Sawitri menuturkan bahwa hutan menjadi bagian dari rumahnya. Sejak kecil sering diajak sang Ayah jika menyemai benih dan melakukn budi daya tanaman hutan.
"Saat itu saya sudah diajari menghafal jenis-jenis pohon dan nama ilmiahnya, saya suka belajar itu," ungkapnya.
Dikarenakan tinggal di hutan, kata Sawitri, ia dan keluarganya terbiasa hidup sederhana. Tempat tinggal yang jauh dari kampung menjadikan ia tidak memiliki teman bermain setelah pulang sekolah. Ia pun memilih membaca buku di rumah.
"Kami tidak punya TV sampai sekarang, tidak ada hiburan untuk membunuh waktu. Pelariannya, ya, membaca buku, dulu di Wanagama ada perpustakaan, saya suka baca buku apa saja, meskipun bukunya terbitan lama," lanjutnya.
Baca Juga: Kangen Jogja, Warganet Jadikan #jogja Trending Topic Semalaman
Bukan hanya tidak memiliki televisi di rumah, imbuhnya, untuk pergi ke sekolah setiap pagi saja saja harus berjalan kaki melewati hutan agar bisa sampai ke kampung terdekat.
"Minder pasti ada, saya pulang saat panas terik dengan harus jalan kaki jauh, tidak diberi uang jajan, sedangkan anak yang lain naik angkot bahkan ada yang naik motor," kenangnya.
Meski terbiasa dalam hidup prihatin, namun kondisi itulah yang memotivasinya untuk melanjutkan studi hingga jenjang S3 dengan harapan bisa menyenangkan kedua orang tuanya suatu saat kelak.
"Berkat kekuatan doa dan tekad mereka bisa mendukung saya hingga bisa kuliah S3 sekarang ini," tukasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
- Nikmati Belanja Hemat F&B dan Home Living, Potongan Harga s/d Rp1,3 Juta Rayakan HUT ke-130 BRI
- 5 Mobil Diesel Bekas di Bawah 100 Juta, Mobil Badak yang Siap Diajak Liburan Akhir Tahun 2025
- 9 Mobil Bekas dengan Rem Paling Pakem untuk Keamanan Pengguna Harian
- Sambut HUT ke-130 BRI: Nikmati Promo Hemat Hingga Rp1,3 Juta untuk Upgrade Gaya dan Hobi Cerdas Anda
Pilihan
-
Rupiah Dijamin Stabil di Akhir Tahun, Ini Obat Kuatnya
-
Kehabisan Gas dan Bahan Baku, Dapur MBG Aceh Bertahan dengan Menu Lokal
-
Saham Entitas Grup Astra Anjlok 5,87% Sepekan, Terseret Sentimen Penutupan Tambang Emas Martabe
-
Pemerintah Naikkan Rentang Alpha Penentuan UMP Jadi 0,5 hingga 0,9, Ini Alasannya
-
Prabowo Perintahkan Tanam Sawit di Papua, Ini Penjelasan Bahlil
Terkini
-
5 Cafe Gelato Paling Ngena di Jogja untuk Libur Sekolah Akhir Tahun 2025
-
BRI Gelar RUPSLB, Aset Tembus Rp2.123 Triliun Hingga Q3 2025
-
BRI Pastikan Pembayaran Dividen Interim Saham 2025 pada Januari 2026
-
Pohon Tumbang Jadi Momok saat Cuaca Ekstrem, BPBD DIY Waspadai Dampak Siklon Mendekat
-
Antisipasi Scam di Wisata Keraton Jogja saat Nataru, BPPD DIY Perketat Pengawasan