Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Jum'at, 17 Juli 2020 | 14:35 WIB
Salah satu guru tengah melintas di depan kelas SD Wonolagi, Jumat (17/7/2020). [Kontributor / Julianto]

Ia menambahkan, karena jumlah siswanya sangat minim maka saat ini jumlah guru dan karyawannya juga sangat sedikit. Selain kepala sekolah yang berstatus Pegawai Negeri Sipil, di sekolah ini juga ada 2 lagi Guru PNS yang berasal dari Kabupaten Sleman dan Kepanewonan Patuk, dan orang guru Pengganti berasal dari Kalurahan Ngunut dan Guru Agama yang berasal dari Kepanewonan Paliyan.

Sekolah ini sebenarnya berada di tengah-tengah pemukiman. Namun karena letaknya jauh dari Dusun yang lain sehingga fasilitasnya sedikit tertinggal. Selain dari pemerintah, SD ini juga banyak terbantu dengan seringnya komunitas mahasiswa yang perduli dan memberikan bantuan peralatan sekolah.

Karena jumlah siswanya yang sangat minim, maka dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang mereka terima juga sangat minim. Dengan alokasi Rp800 ribu per siswa untuk setiap tahunnya, maka dana BOS cukup sedikit. Sebagian besar untuk pengadaan buku paket para siswa.

"Untuk bikin laporan saja habis itu,"seloroh Wanita yang juga menjabat Kepala Sekolah SD Ngleri ini.

Baca Juga: Aksi Nakal Pabrik Tahu Gunungkidul, Diam-Diam Buat Saluran Limbah ke Sungai

Untuk pengadaan alat lain seperti kertas, pengadaan tinta printer dan beberapa kebutuhan lain, para guru yang berstatus PNS seringkali merogoh kocek mereka sendiri. Kedua guru yang berstatus PNS memang sering dengan sukarela mengambil sebagian gajinya untuk membantu operasional sekolah.

"Itu sukarela, tidak ada paksaan. Justru atas kesadaran sendiri, pokoknya kami bekerja dengan hati,"tambahnya.

Di masa Pandemi Covid19 ini, pihaknya tetap melaksanakan program Belajar Dari rumah (BDR). Padahal sejatinya jumlah siswanya cukup minim dan jarak antara sekolah dengan rumah siswa paling jauh hanya puluhan meter. Namun mereka tetap melaksanakan pembelajaran dengan sistem daring.

Pegawai Pengganti SD Negeri Wonolagi, Tri Haryatun (37) menuturkan, dirinya adalah warga asli Wonolagi yang diminta membantu tugas di SD Wonolagi. Tri Haryatun adalah warga setempat yang juga merupakan lulusan SD Negeri ini sangat paham dengan kondisi SD ini. Karena jumlah muridnya yang sangat sedikit, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga (Dikpora) Gunungkidul berencana melakukan regrouping dengan SD yang lain di tahun 2014.

"Dua tahun kami dilarang menerima siswa baru. Artinya kan mau ditutup,"tutur pegawai yang melakukan berbagai tugas tersebut.

Baca Juga: Liburan di Pantai Gunungkidul, Erix Soekamti Dimasakin Koki Level Nasional

Tahun ajaran 2014/2015 dan 2015/2016, SD Negeri ini dilarang untuk menerima siswa baru. Namun tahu  2016 lalu, ketika Gubernur DIY Sri Sultan HB X berkunjung untuk meresmikan kampung KB di Wonolagi, kebijakan tersebut berubah. 

Load More