Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 19 Agustus 2020 | 15:15 WIB
Para pengemudi becak motor mengadu ke kantor DPRD DIY terkait pembagian BLT yang tak merata, Rabu (19/8/2020). [Kontributor / Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Ratusan tukang becak motor (betor) mendatangi kantor DPRD DIY, Rabu (19/08/2020). Mereka mempertanyakan kebijakan Pemda dan Kementerian Sosial (kemensos) yang tak merata.

Padahal selama pandemi COVID-19 ini, sekitar 600 bentor di DIY tidak mendapatkan penghasilan. Hal tersebut tak lain setelah kawasan Malioboro dan sejumlah destinasi wisata yang ditutup pasca pandemi, hingga membuat mereka tidak mendapatkan penumpang.

Karena tak memiliki penghasilan, sebagian betor terpaksa beralih profesi. Sebagian jadi tukang parkir, lainnya menjadi pengamen hingga ke luar kota.

"Hampir lima bulan, teman-teman kami banyak yang belum dapat bansos. Padahal [program bansos] ini kan sudah susulan, tapi tetap juga belum dapat. Kami juga tidak dapat bantuan lainnya," ungkap Ketua Paguyuban Becak Motor Yogyakarta (PBMY), Parmin (56) saat bertemu Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana di sela aksi.

Baca Juga: Deteksi Gempa Kecil di DIY, BMKG Bakal Pasang Mini Regional Seismometer

Parmin mengaku dijanjikan bantuan oleh pengampu kebijakan. Bahkan mereka sudah mengirim fotokopi Kartu Keluarga (KK) dan KTP untuk pengajuan bansos pada Juni 2020 lalu.

Namun hingga saat ini, program bantuan tersebut juga belum ada kabarnya. 

Persoalan mereka semakin bertambah dengan adanya pembatasan parkir betor.

Mereka kesulitan mendapatkan penumpang karena lahan parkir di kawasan Beringharjo yang biasa digunakan justru beralih menjadi lahan parkir motor.

Karenanya mereka berharap pemangku kebijakan bisa lebih memperhatikan nasib mereka. Sebab mereka juga warga DIY yang sangat terdampak pandemi COVID-19.

Baca Juga: Bayi Belum Genap Seminggu Positif Covid-19, DIY Tambah 16 Kasus Baru

"Kami hanya dapat satu-dua penumpang saat ini kalau lagi untung. Padahal dulu sebelum pandemi lebih dari lima kali," ungkapnya.

Sementara Huda mengungkapkan, pihaknya menerima aduan 665 anggota betor yang belum tercatat masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Sehingga mereka belum bisa mendapatkan bantuan meski terdampak pandemi COVID-19.

"Karenanya kami belum tahu kapan mereka bisa mendapatkan bantuan. Ini sekalian juga mewakili puluhan ribu warga yang saat ini masih menunggu kepastian masuk dalam DTKS," ungkapnya.

Huda menyebutkan, DTKS yang dimiliki pemerintah maupun pemda masih data lama sebelum pandemi. Sementara warga miskin gara-gara terdampak COVID-19 belum terakomodasi sepenuhnya.

"Problemnya mereka belum masuk DTKS, padahal akses DTKS juga belum dibuka. Karenanya kami sudah masukkan usulan aduan ini ke DTKS baru," paparnya.

Terkait keluhan ditutupnya destinasi wisata, termasuk di kawasan Malioboro, Huda menegaskan mendukung upaya Pemda DIY untuk membuka lagi wisata secara bertahap sesuai protokol kesehatan.

Sebab bila dibuka luas maka dikhawatirkan justru akan memunculkan klaster baru penularan COVID-19 yang pada akhirnya bisa berdampak lagi pada penurunan sektor ekonomi di DIY.

"Kami menghargai upaya eksekutif yang memotivasi ekonomi pulih kembali tetapi protokol COVID-19 tetap harus diutamakan," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More