Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 02 September 2020 | 10:45 WIB
Salah satu Orang dengan Gangguan Jiwa yang hidup berdampingan dengan warga di Desa Petir, Gunungkidul, Rabu (2/9/2020). [Kontributor / Julianto]

SuaraJogja.id - Suara seperti orang mengigau ataupun bergumam seolah ngobrol dengan orang lain terdengar di salah satu sudut Padukuhan Ploso, Kalurahan Petir, Kapanewon Rongkop Gunungkidul

Teriakan tak jelaspun terkadang membahana tanpa seutas kata. Bukan umpatan meski sesekali disertai lengkingan tertawa dan kemudian hening terdiam.

Rupanya, itu adalah suara Edi Pranowo yang selalu meracau hampir sepanjang hari. Dan sudah puluhan tahun pria yang berusia lebih dari kepala tiga ini lebih banyak terdiam di salah satu sudut rumahnya.

Tak ada yang ia kerjakan selain termenung, tertawa, berteriak tak beraturan.

Baca Juga: Didesak Transparansi, Pemda DIY Kembangkan COVID-19 Monitoring System

Ya, putra dari Broto Yuwono dan Rutinem adalah salah satu warga Kalurahan Petir yang masuk kategori Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

Selain Edi, ada puluhan ODGJ yang tinggal di Kalurahan Petir. Puluhan ODGJ ini mampu hidup berdampingan dengan warga setempat.

Warga pun tak risih lagi dan menganggap ODGJ adalah bagian dari mereka sehingga tak boleh dibeda-bedakan.

Sejenak melihat kondisi Kalurahan Petir memang nampak biasa. Kondisi alam yang merupakan perbukitan batu nampak gersang terutama di musim kemarau seperti saat ini.

Warga juga susah untuk menangkap sinyal untuk sekedar komunikasi. Masyarakatnya hidup berdampingan satu sama lain. Hanya saja, istimewanya, di desa ini, tidak menganggap ODGJ merupakan aib. Cara memperlakukan ODGJ cukup istimewa.

Baca Juga: Muncul 20 Kasus Baru di DIY, Siswi Pesantren di Sleman Tertular COVID-19

Lurah Petir, Sarju mengatakan, Kalurahan Petir telah berusaha keras agar mampu memberlakukan ODGJ dengan ramah dan layaknya warga biasa lainnya.

Sebab, dari  3.824 jiwa penduduk Kalurahan Petir, ada 30 orang di antara mereka yang menjadi ODGJ. Tentu, banyaknya jumlah ODGJ bukanlah hal mudah bagi Kalurahan ini untuk maju.

"Kami kesulitan untuk menentukan arah kebijakannya dalam mengentaskan kemiskinan,"ujar Sarju, Rabu (3/9/2020) ketika ditemui di kantornya.

Tahun 2015 yang lalu, pihaknya mendeklarasikan sebagai Kalurahan Ramah Jiwa. Kalurahan Ramah Jiwa ini, adalah Kalurahan yang memegang prinsip tidak membeda-bedakan satu sama lain meskipun dengan warga ODGJ.

Sehingga tidak ada satupun ODGJ yang dikucilkan oleh masyarakat.

Puluhan ODGJ yang tinggal di Kalurahan Petir tidak satupun dipasung. Atau juga dipresekusi oleh lingkungannya.

Memanusiakan ODGJ menjadi kunci keberhasilan kesembuhan penyakit kejiwaan ini. Masyarakat mereka ajak kerjasama untuk memberlakukan ODGJ dengan baik.

"Dan responya baik. Kalau mereka (penyandang ODGJ) datang, tidak terus kami pergi, tapi tetap kami ajak komunikasi," ungkapnya.

Gerakan 'memanusiakan' ODGJ ini dimulai dari Forum Komunikasi Lentera Jiwa yang terbentuk 9 Mei 2017 lalu. Warga Kalurahan Petir bahu membahu mengatasi persoalan ODGJ.

Di mana awalnya masyarakat yang keluarganya termasuk ODGJ dikumpulkan untuk kemudian mendapatkan pencerahan dan mampu menguatkan jiwa mereka.

Ketua Lentera Jiwa yang juga perangkat desa di Kalurahan Petir, Pratama Windarta menuturkan, Lentera Jiwa dapat tetap eksis hingga saat ini berkat kesadaran dan bantuan seluruh warga demi menjadikan Desa Petir, kampung yang benar-benar ramah jiwa.

Tak sepeser pun dana dari pemerintah yang diterima hingga kini.

Kemudian, warga sekitar diajak berkomunikasi. Komunikasi ini bertujuan untuk tidak mengintimidasi juga mencemooh warga dengan status ODGJ ataupun keluarganya.

Warga juga menyepakati akan menerima dan memberlakukan ODGJ sebagaimana mestinya.

"Kebetulan ODGJ disini jumlahnya tertinggi di Gunungkidul, pemerintah juga kesulitan memetakan penyebabnya. misalnya pada 2020 ini saja, dari awalnya 31 sembuh dan tinggal 29 yang masih gangguan jiwa," jelas Sarju.

Salah seorang warga Desa Petir yang hidup berdampingan dengan ODGJ saat ditemui di rumahnya, Rabu (2/9/2020). [Kontributor / Julianto]

Sementara itu, salah satu keluarga ODGJ yaitu ibunda Edi, Rutinem mengaku, anaknya ini mengalami gangguan jiwa sejak duduk di bangku kelas empat sekolah dasar.

Meskipun Ratinem  kini semakin tua dengan telaten tetap merawat Edi.

Di usia senja, ia tetap dengan sabar merawat anaknya yang mengalami gangguan kejiwaan. Ia tidak membeda-bedakan dengan dua anaknya yang normal. 

Justru, Ratinem lebih sayang kepada Edi dan dengan sabar merawatnya. Setiap paginya ia menyiapkan sarapan untuk Edi.

Setiap pagi suara sang buah hati yang sudah dewasa tersebut menghiasi telinganya dan sang suami. Begitu keras didengar, ucapannya pun juga acak sangat sulit dipahami.

"Ya kalau makan menunya sama dengan saya dan anak-anak yang lain. Saya juga terkadang masih memandikan Edi,"ungkap Ratinem.

Apa yang terjadi di rumah Ratinem ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat setempat.

Tak hanya Edi, sebanyak 23 warga di Kalurahan Petir Kapanewon Rongkop ini memang menderita gangguan jiwa atau lazim disebut Orang Dalam Gangguang Jiwa.

27 tahun sudah Ratinem merawat Edi. Namun demikian dengan kondisi masyarakat yang terbuka dan tidak mengucilkan ia lebih kuat menjalani takdir ini.

Ia sangat terbantu dengan masyarakat dan situasi masyarakat di padukuhan tempatnya tinggal. Karena warga di sekitarnya tak pernah mengucilkan ataupun berkata-kata buruk terhadap Edi.

"Warga disini baik, tidak yang ngucilkan saya atau anak saya, memang Edi ini kadang kumat kadang stabil," ulasnya.

Kaliyem, warga yang Rumahnya tak jauh dari rumah Edi, di Padukuhan Ploso mengaku biasa saja manakala bertemu dengan Edi.

Kesepatakan bersama pemerintah kalurahan setempat untuk menjadikan Kalurahan Petir ramah jiwa ia pegang dalam sanubarinya. Sebelum ada kesepakatan pun, Kaliyem memang menganggap orang tua Edi seperti saudara sendiri.

"Ya biasa, suka menyapa, sering ketemu di jalan. Kami tetanggaan sudah puluhan tahun, sudah nak kemranak (dari awal lajang sampai punya cucu), sering sambelan bareng, bantu membantu," ucap dia.

Kontributor : Julianto

Load More