Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 15 September 2020 | 17:35 WIB
Warga menyedot selang untuk mengalirkan air ke rumahnya di Kalidadap I, Selopamioro, Imogiri, Bantul, Selasa (15/9/2020). - (SuaraJogja.id/Hiskia Andika)

SuaraJogja.id - Tidak semua warga dapat merasakan segarnya air bersih di tengah musim kemarau yang masih berlangsung saat ini. Jangankan menikmati air yang melimpah, untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari saja tidak jarang warga harus berjerih payah mendapatkannya.

Seperti yang dirasakan oleh Siti Marsilah (31), warga Dusun Kalidadap I, Selopamioro, Imogiri, Bantul, ia harus menyiapkan tenaga ekstra untuk mendapat air bersih. Pasalnya, selama kurang lebih dua bulan ke belakang, ia dan puluhan warga lainnya hanya mengandalkan satu sumber mata air untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.

"Sudah setiap tahun kalau kemarau datang, sumur warga surut, tidak ada airnya, jadi harus ambil air seperti ini," ujar Siti kepada awak media, Selasa (15/9/2020).

Tidak seperti biasa, Siti tidak mengambil air dengan ember di sungai atau sumber mata air yang telah tersedia. Ia sudah menyiapkan selang dengan panjang ratusan meter dari sumber mata air yang masih tersedia hingga menuju rumahnya.

Baca Juga: 1.000 Hektare Sawah di Karawang Terancam Kekeringan Musim Kemarau Ini

Siti sendiri mengaku sudah menyediakan total 15 rol selang dengan panjang masing-masing 10 meter. Selang itu disambungkan satu persatu hingga menjadi kesatuan yang panjang untuk mengalirkan air dari sumbernya.

Perjuangan Siti dan warga lainnya tidak berhentu di situ saja. Setelah selang terpasang semua, maka tugas selanjutnya adalah menyedot air itu hingga keluar.

Bukan perkara mudah menyedot air dari sumbernya hingga keluar; perlu kekuatan pernapasan yang baik untuk bertahan hingga air keluar. Bahkan tak jarang air yang sudah keluar akan kembali berhenti sebelum mencapai rumah masing-masing.

"Bisa lebih dari 15 rol sebenarnya, ini juga kalau tidak pakai selang tidak bisa, lha wong sumurnya tidak ada airnya. Ini juga sumber air warga sini satu-satunya," ungkapnya.

Siti mengungkapkan, setidaknya ada 50 Kepala Keluarga (KK) yang harus bergantian menyedot air setiap hari. Semua warga sudah mendapat giliran masing-masing dengan waktu yang sudah ditentukan dengan kesepakatan bersama.

Baca Juga: PLN Matikan Listrik di Tambun Hari Ini, Perumahan Permata Regensi Gelap

Siti menuturkan, ada tiga jadwal pengambilan air tersebut. Pertama, pagi hari sekitar pukul 07.30 WIB, siang 13.30 WIB, dan malam 20.00 WIB. Penjadwalan ambil air tersebut mempertimbangkan ketersediaan air yang ada di sumber mata air. Sebab, jika diambil langsung oleh semua warga secara bersamaan, jumlah air tidak akan mencukupi semua dengan maksimal.

"Air yang ada juga tidak akan tahan lama setelah disedot warga. Paling lama 30 menit bisa bertahan lalu habis," ucapnya.

Siti menuturkan, setiap hari ia dapat mengambil air sebanyak dua kali. Dari situ saja, ia hanya bisa mendapat empat sampai lima ember cat ukuran 25 kilogram yang terisi air penuh. Itu pun jika kondisi sumber mata air sedang baik. Jika tidak, ia hanya bisa mendapat dua ember saja.

Siti mengakui, sebenarnya di daerahnya terdapat penjualan air bersih yang dibanderol Rp35.000 per jeriken. Namun sampai saat ini, Siti belum pernah membeli air tersebut. Ia merasa, air di rumahnya masih bisa tercukupi oleh mata air yang keluar dari selang yang disedotnya.

"Air ini buat lima orang di rumah, mulai dari masak, mandi, nyuci, dan lain-lain. Harus irit semaksimal mungkin pokoknya, tapi masih cukup, jadi tidak perlu beli," tuturnya.

Ia menambahkan, bantuan dari pemerintah sebenarnya setiap tahun pasti ada. Namun untuk tahun ini, pihaknya belum menerima bantuan terkait dengan dropping air tersebut.

"Ya kalau bisa memang setiap kekeringan seperti ini ada bantuan dari pemerintah, itu bisa sedikit meringankan warga," tandasnya.

Load More