Djati menjelaskan bahwa kawasan dengan potensi tsunami boleh dimanfaatkan, namun perlu diperhatikan dalam penataan kawasan. Kerugian diperkirakan pasti akan terjadi, namun lokasi pemanfaatan juga harus dilengkapi dengan infrastruktur untuk melakukan evakuasi ketika terjadi bencana tsunami.
Tidak ada alasan untuk takut, masyarakat hanya perlu meningkatkan kesiapsiagaan. Seperti jalur evakuasi, metode evakusia, selter evakuasi dan sebagainya. Selain mitigasi bencana, menurut Djati juga penting untuk dilakukan simulasi bencana kepada masyarakat. Idealnya selama satu tahun minimal sekali perlu dilakukan simulasi di tempat-tempat yang rawan terjadi tsunami.
Djati berpendapat, bahwa sebenarnya kedatangan tsunami dapat diprediksi. Hanya saja, gempa yang memicu tsunami tersebut yang biasanya tidak bisa diprediksi. Ketika terjadi gempa bumi yang memicu tsunami, sebenarnya bisa diprediksi butuh kurun waktu berapa lama hingga tsunami sampai ke daratan.
"Cuma masalahnya, berapa lama ini kan relatif. Bisa cepat, bisa lambat. Kasusnya di negara kita itu rata-rata antara cepat dan sangat cepat," ujarnya.
Tsunami di Indonesia terjadi dalam kurun waktu yang cepat dan sangat cepat. Untuk itu, Djati menyampaikan metode evakuasi yang akan diterapakan perlu disesuaikan. Tetapi, untuk tsunami yang datang dalam kurun waktu sangat cepat seperti di Palu dua tahun lalu. Dalam kurun waktu tiga menit tsunami sudah mencapai daratan. Jika sistem peringatan dininya lebih lambat akan menjadi sia-sia.
Waktu yang dibutuhkan alat peringatan dini tsunami untuk memberikan peringatan antara lima hingga sepuluh menit. Sehingga jika tsunami terjadi dalam waktu tiga menit maka bencana itu tidak bisa dielakkan. Djati menyebutkan tidak ada yang salah dari proses tersebut, karena hal itu terjadi diluar prediksi yang sudah dibuat.
Menurutnya, proses peringatan dini terbaik atau evakuasi terbaik adlaah dengan tidak menunggu adanya peringatan dini tsunami dari sistem. Namun, begitu terasa adanya kemungkinan terjadinya tsunami masyarakat bisa langsung melakukan evakuasi mandiri.
Dalam beberapa kasus gempa yang memicu terjadinya tsunami terasa haya seperti getaran kecil di bibir pantai. Namun sebenarnya ada goncangan yang kuat di dasar lautnya. Untuk kasusu-kasus demikian, Djati menyampaiakn penting adanya sistem peringatan tsunami untuk memberikan rambu-rambu kepada masyarakat.
Baca Juga: Pulang Bersepeda, Ibu-ibu Jadi Korban Begal Payudara di Sleman
Berita Terkait
Terpopuler
- 6 Sepatu Adidas Diskon 60 Persen di Sports Station, Ada Adidas Stan Smith
- Kronologi Lengkap Petugas KAI Diduga Dipecat Gara-Gara Tumbler Penumpang Hilang
- 5 Moisturizer dengan Alpha Arbutin untuk Memudarkan Flek Hitam, Cocok Dipakai Usia 40-an
- 7 Sabun Muka Mengandung Kolagen untuk Usia 50-an, Bikin Kulit Tetap Kencang
- 15 Merek Ban Mobil Terbaik 2025 Sesuai Kategori Dompet Karyawan hingga Pejabat
Pilihan
-
Polemik RS dr AK Gani 7 Lantai di BKB, Ahli Cagar Budaya: Pembangunan Bisa Saja Dihentikan
-
KGPH Mangkubumi Akui Minta Maaf ke Tedjowulan Soal Pengukuhan PB XIV Sebelum 40 Hari
-
Haruskan Kasus Tumbler Hilang Berakhir dengan Pemecatan Pegawai?
-
BRI Sabet Penghargaan Bergengsi di BI Awards 2025
-
Viral Tumbler Tuku di Jagat Maya, Berapa Sebenarnya Harganya? Ini Daftar Lengkapnya
Terkini
-
Haruskan Kasus Tumbler Hilang Berakhir dengan Pemecatan Pegawai?
-
Gagal Pindah! Lahan Sekolah Pengganti SD Nglarang Ternyata Lahan Sawah Dilindungi
-
Program Barter Sampah Rumah Tangga di Jogja: Dapat Sembako dari Beras hingga Daging Segar
-
Kesuksesan BRI Raih Penghargaan di Ajang Global Berkat Program BRInita dan BRILiaN
-
Viral! Makan Bareng Satu Kampung Gegara Lolos PPPK di Gunungkidul, Publik Auto Heboh