SuaraJogja.id - Serikat pekerja di Sleman, Bantul dan Gunung Kidul sepakat tidak akan melakukan aksi mogok kerja maupun unjuk rasa saat RUU Cipta Kerja Omnibus Law disahkan pada 8 Oktober 2020 mendatang. Kesepakatan tersebut disampaikan usai rapat koordinasi lembaga kerjasama tripartit antara pemkab dengan perwakilan pengusaha dan serikat pekerja.
"Kami dapat kabar dari disnaker Bantul, Sleman dan Gunung Kidul kalau hasil dari koordinasi lembaga kerjasama tripartit tidak akan menggelar unjuk rasa dan mogok kerja," ujar Kepala Disnakertrans DIY Aria Nugrahadi saat dikonfirmasi, Senin (05/10/2020).
Menurut Aria, pihaknya masih menunggu hasil lembaga kerjasama tripartit dari Kulon Progo dan Kota Yogyakarta. Namun diharapkan mereka juga menyampaikan keputusan yang sama untuk tidak melakukan aksi unjuk rasa maupun mogok kerja.
Sebab aksi tersebut jelas-jelas sebagai bentuk ketidakpatuhan pada protokol kesehatan Covid-19. Aksi yang bisa menimbulkan kerumunan tersebut dikhawatirkan akan meningkatkan penyebaran COVID-19 pada masa pandemi ini.
Baca Juga: Kasus Positif Covid-19 di DIY Bertambah Lagi, Diantaranya ASN Dishub DIY
Selain itu kondusivitas kerja di perusahaan juga sangat dibutuhkan pada masa pandemi ini. Jangan sampai kondisi perusahaan terganggu yang nantinya juga akan semakin memperburuk kondisi perekonomian yang saat ini terdampak pandemi.
"Diharapkan para pekerja pada 6-9 Oktober besok tetap kerja. Dengan kondusivitas [terjaga] di peusahaan secara baik maka bisa cukup bertahan di masa-masa pandemi," tandasnya.
Aria berharap, alih-alih berunjuk rasas atau mogok kerja pada masa pandemi ini lebih baik para kerja menyampaikan gagasan ataupun lainnya melalui lembaga tripartit tersebut. Apalagi bila mereka memaksakan diri mogok kerja tanpa ada kaitannya dengan perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan pemberi kerja sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perusahaan bisa saja mengurangi intensif atau sanksi lain kepada pekerjanya karena aksi mogok kerja tersebut dianggap tidak sah secara hukum. Para pekerja dan buruh tersebut bisa saja kehilangan hak mereka karena melakukan mogok kerja yang tidak sah sesuai UU tersebut.
Saat ini di DIY terdapat lebih dari 4600 perusahaan yang memperjakan lebih dari 300 ribu pekerja formal. Dari jumlah tersebut, sekitar 40 ribu bekerja di berbagai perusahaan-perusahaan besar.
Baca Juga: Bergejala Ringan, 7 ASN di Dishub DIY Positif Covid-19
"Karenanya kami harapkan aspirasi pekerja dan buruh bisa dilakukan melalui serikat pekerja dan disuarakan di forum tripartit," ungkapnya.
- 1
- 2
Berita Terkait
-
DPR Mendadak Sahkan RUU Cipta Kerja, Ada Apa?
-
Sidang Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja Berlangsung Tegang
-
Ruhut: Jangan Mau Demo Dikompori Para Begundal Provokator yang Gagal Paham
-
RUU Cipta Kerja Bakal Disahkan, Mahasiswa Nyatakan Mosi Tak Percaya
-
Kecewa RUU Ciptaker Disahkan, KASBI: Kekuasaan Hari Ini Tak Bisa Dipercaya!
Tag
Terpopuler
- 8 Rekomendasi Mobil Bekas Murah Tipe MPV Mei 2025: 7-Seater Harga Mulai Rp30 Jutaan, Pajak Miring
- 3 Pihak Blak-blakan Beri Dukungan untuk Yuran Fernandes, Komdis PSSI Revisi Hukuman
- Rekomendasi 5 Mobil Bekas Murah Meriah untuk Ibu Muda yang Super Aktif! Mulai 65 Jutaan
- Olla Ramlan Resmi Umumkan Lepas Hijab: Pilihan Terbaik Bukan yang Bikin Kita Nyaman
- 10 Pemain Keturunan Bisa Dinaturalisasi Demi Timnas Indonesia Lolos Olimpiade 2028
Pilihan
-
7 Rekomendasi Mobil Matic Bekas di Bawah Rp30 Juta, Murah Tetap Berkelas
-
Hasil BRI Liga 1: Semen Padang Imbang, Dua Degradasi Ditentukan di Pekan Terakhir!
-
Pantas Dipanggil ke Timnas Indonesia, Patrick Kluivert Kirim Whatsapp Ini ke Ramadhan Sananta
-
BREAKING NEWS! Kaesang Pangarep Kirim Isyarat Tinggalkan Persis Solo
-
Danantara Mau Suntik Modal ke Garuda Indonesia yang 'Tergelincir' Rugi Rp1,2 Triliun
Terkini
-
70 Persen SD di Sleman Memprihatinkan, Warisan Orde Baru Jadi Biang Kerok?
-
SDN Kledokan Ambruk: Sleman Gelontorkan Rp350 Juta, Rangka Atap Diganti Baja Ringan
-
Demokrasi Mahal? Golkar Usul Reformasi Sistem Pemilu ke Prabowo, Ini Alasannya
-
Cuaca Ekstrem Hantui Jogja, Kapan Berakhir? Ini Kata BMKG
-
Parkir Abu Bakar Ali Mulai Dipagar 1 Juni, Jukir dan Pedagang harus Mulai Direlokasi