Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Mutiara Rizka Maulina
Kamis, 08 Oktober 2020 | 21:05 WIB
Perjalanan Butet menaiki kapal yang baru jadi di Cilacap. - (YouTube/Butet Kartaredjasa)

SuaraJogja.id - Berkunjung ke daerah pesisir pantai di Cilacap, Butet bercerita mengenai laut sebagai pekarangan masyarakat. Disana, orang bisa menemukan kegembiraan, bersilaturahmi dan berkarya di tempat yang luas tersebut.

Di sana, Butet bertemu dengan kelompok pembuat kapal. Ia mencoba untuk pertama kalinya kapal yang baru dibuat berukuran 20 ton. Duduk di bagian depan kapal, sambil berpegangan Butet menikmati goyangan kapal dan hembusan angin.

Menggunakan kapal, Butet dan rombongannya melintasi daerah nusakambangan. Butet menyebut tempat itu merupakan lokasi pertapaan orang-orang yang sudah kebablasan dan ingin mencari inspirasi menjadi orang baik.

"Saya bersama kawan saya, pembuat kapal. Dia saya kenal sebagai keluarga pembuat kapal, sejak engkongnya, ayahnya sampai dirinya selalu membaut kapal dengan teknik kapal bagan," ujar Butet dalam videonya.

Baca Juga: Suasana Jelang Petang di Kawasan Malioboro Usai Demo Ricuh

Selanjutnya, rekan Butet bernama Agwan menyampaikan bahwa kapal dari bagan merupakan leluhur nenek moyangnya yang berasal dari bagan siapi-api di Riau. Agwan merupakan generasi ketiga dalam keluarganya yang membuat kapal.

Ayah dan kakeknya lahir di Bagan Siapi-api, sementara dirinya lahir di Cilacap. Awalnya sang kakek sendiri membangun sampan terlebih dahulu. Semenjak pindah ke Cilacap keluarganya baru mulai membangun kapal.

Seluruh bagian kapal terbuat dari kayu. Mulanya, ia membuat dari bahan kayu Uli atau yang dikenal sebagai kayu besi. Namun, karena bahan baku semakin langka, ia beralih menggunakan kayu Penggirai dari Kalimantan.

"Kalau kayu Penggirai itu seratnya memang sudah spesial sekali itu. Itu kayu yang istimewa," ujar Agwan.

Untuk membuat bagian lengkungan kapal, diperlukan bagian akar kapal. Sehingga bentuknya seperti asli tanpa buatan. Kapal akan menjadi sangat kuat, jika terkena gelombang apapun tidak akan menyebabkannya patah.

Baca Juga: Dua Unit Damkar Dikerahkan untuk Padamkan Bangunan Terbakar di Malioboro

Agwan menjelaskan jika usia kayu saat ini kelapukannya belum lama. Jika dahulu, kayu berusia sekitar ratusan tahun, namun saat ini kayu belum berusia terlalu lama. Sehingga memiliki tingkat kelapukan yang berbeda.

Guna mengakali usia kayu yang belum tua, Agwan akhirnya mengadopsi pembungkus kayu menggunakan fiber. Ditangan Agwan sendiri, untuk ukuran kapal 150 JT keatas sudah ada 150 kapal lebih yang dibuatnya. Sementara kapal-kapal kecil sudah puluhan yang dibuatnya.

"Semuanya di Sabang sampai Merauke sekarang," ujar Agwan.

Seluruh kapal-kapal buatannya tersebar dari Sabang sampai dengan Merauke. Tersebar di seluruh penjuru Indonesia. Ia sendiri tidak menjual kapal untuk umum. Melainkan hanya melayani rekan, teman ataupun sahabat yang ingin memiliki kapal.

Kapal dengan ukuran panjang 33 meter, tinggi sekitar 3 meter dan lebar hampir 9 meter biasanya menghabiskan biaya hingga Rp 9 Milyar sudah lengkap semuanya. Jika kapal saja belum dibungkus fiber, hanya kayu dan paku tanpa mesin untuk ukuran 150 JT bisa menghabiskan biaya berkisar Rp 3,5 Milyar.

Agwan juga memastikan bahwa semua kapal yang ia buat layak jalan. Sebab, keluarganya sendiri belajar membuat kapal dari ukuran kecil hingga akhirnya menemukan ukuran kapal yang sangat sesuai untuk operasional. Bentuk itu yang terus ia adopsi hingga menghasilkan seratus lebih kapal.

Perjalanan Butet menaiki kapal yang baru jadi di Cilacap. - (YouTube/Butet Kartaredjasa)

Lihat video lengkapnya DISINI

Dalam setahun, Agwan bisa membuat dua buah kapal ukuran besar. Satu hari setelah lulus sekolah tahun 1996, ia langsung terjun membuat kapal. Pembuatan kapal sendiri biasanya berlangsung di beberapa daerah, seperti Cilacap, Bagan Siapi-api, dan Pekalongan.

"Bukan hanya untuk ekonomi keluarga, tapi juga menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat," ujar Agwan.

Agwan menjelaskan, untuk satu kapal biasanya membutuhkan antara 30 hingga 40 Awak Kapal. Tidak hanya menciptakan lapangan pekerjaan untuk yang bekerja di kapal namun juga menghidupkan warung-warung yang memenuhi kebutuhan hidup penghuni kapal.

Di Cilacap ada dua tempat pembuatan kapal di darat dan lautan. Agwan menyebutkan jika tempat itu tidak boleh kosong, karena nanti pekerjanya tidak mendapatkan penghasilan. Dimana, para pembuat kapal itu sudah ikut dengannya sejak puluhan tahun lamanya.

Melihat proses pembuatan kapal itu, Butet merasa diyakinkan bahwa hidup di Indonesia tidak hanya bisa mencari rejeki di daratan. Orang juga bisa mengeruk rejeki dari lautan yang memiliki luas tak terkira. Bahkan jauh lebih luas dari daratannya.

Load More