Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 12 Oktober 2020 | 18:10 WIB
Bangunan Joglo Citakan Piyaman tempat cikal bakal lahirnya Kabupaten Gunungkidul. [Kontributor / Julianto]
Sejumlah pusaka yang tersimpan di bangunan Joglo Citakan Piyaman tempat cikal bakal lahirnya Kabupaten Gunungkidul. [Kontributor / Julianto]

Awalnya, ada seperangkat Gamelan yang diwariskan oleh Ki Demang wono Pawiro. Namun karena keturunan Demang Wono Pawiro yaitu Panji Harjo Pawiro yang menikah dengan Roro sudarmi memiliki 11 anak maka seperangkat Gamelan tersebut dibagi menjadi 11. Di rumah utama tersebut tinggal beberapa bagian yang lantas dilengkapi meskipun berbahan besi.

Di bagian dalam ada rumah limasan yang berisi Brancakan (tempat) Gongso berbahan Perungcu kirana Majapahit. Meja kecil yang masih original di masa lalu keramik louhang serta ada juga Kastok (cermin) yang juga masih original.

Ada juga dua lukisan masing-masing Lukisan eyang Simongali dan Wayang. Lukisan Eyang Simongali menyimbulkan kemampuan menundukan nafsu dengan yang dimaksud. Serta Lukisan Wayang dalam kaca abad 17.

Di bagian tengah ada Pendaringan atau tempat tidur istimewa. Di masa lalu biasanya merupakan tempat eksluksif bulan madu bagi pengantin baru. Di samping itu juga masih ada Jodang atau tempat membawa makanan. Di mana dari klaster sosial tertentu Jodang sering digunakan untuk membawa peralatan, mem;awa makanan hajatan dengan cara dipikul. 

Baca Juga: Tak Ada Klaster Kantor, Dinkes Bantul Tetap Lanjut Swab Massal

"Masih ada Tempat kendang, Kenong, keramik, kuningan, sendok. Kendil dari kjningan untuk memasak jamu dan di masa itu beliau rajin minum jamu. Dan sampai umur 115 masih sehat. Ada juga lemari,"paparnya.

Kemudian masih banyak pusaka pusaka peninggalan dari Ki Demang wonopawiro. Pusaka-pusaka tersebut menggambarkan peperangan yang pernah diikuti oleh Ki Demang wonopawiro dalam mendidik kasihkan dirinya kepada Pangeran Mangkubumi

Pusaka tersebut diantaranya Eyang Kyai Jalak yang dibuat era Empu Sendok motif pulang nggeni pangguh cirebon yang khusus dipakai dalam berbagai peperangan. Kemudian pusaka Eyamg Kyai Jangkung yang dibuat di era empu Sendok dengan Pamor Pendaringan Kebak, penuh dengan meteor.

Lantas pusaka Eyang kyai Bethok yang difungsikan sebagai penetralisir segala gangguan biasanya untuk mengayomi semua pusaka di mana secara visual bentuknya hanya pendek. Kemudian Pedang Kyai Sendomaruh di mana secara hstoris siapapun  pemegang pusaka tersebut merupakan seseorang dengan jabatan pengageng (tinggi) dalam kaprajuritan

"Prajurit biasa beda dengan Pengageng Kaprajuritan,"tambahnya.

Baca Juga: Program Transmigrasi Bantul Tersendat, 20 KK Terancam Batal Berangkat

Di samping itu masih ada tiga lagi yang tidak boleh dibuka yaitu pusaka berupa tombak. Tiga pusaka tersebut adalah Eyang Kyai Pacar bilah dong pring, bilah mojopahit yang berfungsi sebagai tolak bala peperangan dan ditempatkan di paling depan. Kemudian Tombak Eyang kyai Slamet berbentuk Sigar jantung Pungguh Tuban Pamor Wengkan.

Dari pusaka-pusaka yang ada di Joglo Citakan tersebut dapat menggambarkan agresifitas dan intensitas Ki Demang Wonopawiro dalam mendukung semua peperangan Pangeran Mangkubumi. Di mana sejak usia 24 tahun sudah ikut serta di dalam peperangan Pangeran Mangkubumi kala itu.

Joglo Citakan sejatinya didirikan untuk menjadi markas atau base camp petinggi pasukan Ngayogyakarto Hadiningrat. Di base camp tersebut mereka menyusun strategi yang smart untuk berperang. Joglo Citakan letaknya hanya 500 meter dari kediaman utama Ki Demang Wonopawiro dan memiliki lahan seluas 10 ribu meter persegi yang masih berbentuk hutan. Hal tersebut untuk menyamarkan langkah strategi perang mereka.

Tahun 1754 pangeran Mangkubumi menerima kesepahaman dengan VOC tentang Sukowati. Dan di tahun 1754 itulah ada perintah tahap I yaitu perintah Babad Alas Nongko Doyong. Namun Babad Alas Nongko Doyong I tersebut gagal total karena banyak halangan. Di tahun 1754 itu pula, Ki Bagus Damar Wono Pawiro dikukuhkan mmenjadi demang di Piyaman.

"Tahun 1755 ada perjanjian Giyanti,"tambahnya.

Kemudian tahun 1756 munculah sayembara Babad Alas Nongko Doyong dan lantas disanggupi Wonopawiro. Kemudian tahun 1757 Sri Sultan I menginvestigasikan hasil kerja Wonopawiro ternyata hasilnya bagus. Di tahun itu pula Sri Sultan HB I memerintahkan Wonopawiro menjadi bupati GK I. 

Load More