Scroll untuk membaca artikel
Reza Gunadha | Hadi Mulyono
Sabtu, 17 Oktober 2020 | 21:32 WIB
Awak BPPM Balirung saat liputan turun ke lapangan. (Arsip BPPM Balairung)

Pancaran sinar itu semakin memanaskan semangat Fahmi dan Faza sebagai mahasiswa pendekar pena untuk berkisah tentang produk-produknya.

“Produknya ada tiga sebenarnya, yang paling utama. Itu ada balairungpress.com, majalah Balairung, dan jurnal multidisipliner Balairing,” rinci Fahmi.

Mahasiswa semester tujuh ini lantas menguraikan perbedaan masing-masing produk secara berurutan.

Pertama balairungpress.com. Rilis pada tahun 2010, portal media online ini digagas Balairung untuk mengcover produk sebelumnya yaitu Balairung Koran (Balkon).

Baca Juga: Nadiem Terjunkan Mahasiswa Bidikmisi Bantu Siswa Belajar Dari Rumah

Cakupan isu yang diulas balairungpress.com lebih fokus pada dinamika kampus, yang dikemas lebih efektif dan efisien.

Majalah dan Jurnal BPPM Balairung. (Hadi Mulyono/Suarajogja.com)

Kedua majalah Balairung. Produk cetak ini merupakan buah pemikiran anggota BPPM Balairung untuk mengawal isu-isu terhangat seputar DIY. Biasanya, produk ini disebar secara cuma-cuma kepada mahasiswa baru UGM.

Ketiga jurnal multidisipliner Balairung. Produk yang diperjualbelikan ini merupakan bentuk implementasi dari pers wacana.

Alasannya, Balairung mendefinisikan pers mahasiswa sebagai sekelompok pemuda yang siap bertarung, menawarkan alat pemecah persoalan publik.

“Mungkin entitas yang perlu memecah kebuntuan di tengah masyarakat, melempar wacana ke tengah publik lewat jurnal Balairung yang cakupan isunya lebih luas lagi,” sambung Fahmi.

Baca Juga: Tolak Omnibus Law, BEM SI Geruduk Kawasan Patung Kuda

Kelebihan lainnya, kata Faza melengkapi, BPPM Balairung menghadirkan bank isu sebagai upaya aktif lembaga untuk menampung kegelisahan mahasiswa atau masyarakat secara umum.

Load More