SuaraJogja.id - Staf Pengajar Fakultas Teknik Geologi UGM, Agung Harijoko, menyebutkan, Gunung Merapi merupakan salah satu gunung yang masih aktif di Indonesia. Komposisi magma yang ada dinilai masih sama, tetapi memiliki kemungkinan erupsi yang lebih eksplosif.
Update terakhir evolusi geologi Merapi membagi evolusi Merapi menjadi tiga pada tahun 2012, yakni proto Merapi, Merapi tua, dan Merapi muda. Proto Merapi ditandai dengan kehadiran Gunung Bibi di timur laut dari puncak Merapi yang sekarang dan dua gunung lainnya, Turgo dan Plawangan di lereng selatan Merapi .
Dari penanggalan yang didapat, usia Gunung Bibi sekitar 109.000 tahun yang lalu. Sedangkan Gunung Turgo dan Plawangan masing-masing 138.000 dan 135.000 tahun yang lalu. Usia gunung ini lebih tua daripada lava yang ditemukan dekat dengan puncak Gunung Merapi .
"Dari analisis penanggalan lava yang ada disana ini didapatkan umur 30.000 tahun yang lalu," ujar Agung.
Baca Juga: Hujan Semalaman, Talut Jembatan Bailey Penghubung Bantul-Gunungkidul Ambrol
Hal tersebut menunjukkan bahwa keberadaan Merapi tua mulai aktif kurang lebih 4,8 ribu tahun yang lalu. Pada kurun waktu tersebut terjadi sektor kolep, dan sektor yang baru disebut dengan Merapi muda.
Ada tiga fase perkembangan Gunung Merapi , yang saat ini aktif adalah kerucut muda atau yang disebut sebagai Merapi muda. Aktifitas dari gunung ini terus berjalan hingga saat ini dengan erupsi di berbagai arah. Seperti saat ini ke arah selatan setelah sebelumnya lebih banyak ke barat daya.
Dari analisis rekahan yang ada, frectur yang ada dipengaruhi dari struktur geologi nasional. Adanya struktur yang mengarah ke barat laut dan tenggara di Merapi juga direpresentasikan dengan adanya arah rekahan baru yang memisahkan badan kubah lava Merapi serta arah amphitheater Merapi.
"Karakter erupsi Merapi yang tercatat dalam sejarah atau Merapi moderen umumnya berupa erupsi non eksplosif," imbuh Agung.
Erupsi ini merupakan akibat dari runtuhan kubah lava yang menghasilkan produk atau endapan berupa block and as flow. Jika dilihat dari level VEI, Gunung Merapi memiliki level tertinggi pada tahun 1872 dan 2010.
Baca Juga: Jelang Debat Publik Pertama, 2 Paslon Pilkada Bantul Optimis Ungguli Rival
Pada erupsi 2010 digolongkon sebagai erupsi sub plinian, menghasilkan aliran lahar yang mengandung batu apung. Keberadaan batu apung menandakan di bawah adanya fragmentasi magma. Biasanya erupsi yang mengandung batu apung merupakan erupsi bersifat ledakan.
Ledakan erupsi yang besar juga menunjukkan adanya perubahan magmatisme dalam dapur magma. Kondisi dalam dapur magma bisa dilihat berdasarkan petrologi batuan yang dierupsikan. Serta dibantu dengan analisis dan pengukuran geofisika.
Ada empat aliran lahar yang ada di Merapi pada tahun 2010 berdasarkan endapannya. Material yang dihasilkan pada tahun 2010 menghasilkan batuan yang baru. Meskipun secara komposisi masih sama dengan yang ada pada tahun 2006.
Endapan abu vulkanik sendiri yang diambil dari Pos Pengamatan, 11 KM barat daya puncak memiliki ketebalan 5 cm. Terdiri dari pecahan andesit berukuran batu kasar. Dari hasil penelitian juga menyebutkan bahwa magma yang dihasilkan tahun 2010 mengandung banyak gas.
"Dari beberapa inklusi batuan yang ditemukan, ini ada beberapa macam batuan bekuan," imbuhnya.
Di antarany ada inklusi andesit dalam andesit, basait dalam andesit, diorit, micrograbbro, cummulate gabbro dan megacryst amfibol. Dari analisis-analisis ini, jika terus dilakukan akan bisa membuat gambaran plumbyng sistem.
Di bawah Merapi tidak hanya ada satu kantong magma, tapi ada beberapa kantong yang memiliki tingkat kristalisasi yang berbeda-beda. Dengan melakukan analisis komposisi mineral ini bisa menghitung geobarometri untuk menghitung tekanan yang ada di dalam.
Inklusi batuan yang disebutkan sebelumnya membuktikan sudah terjadinya kristalisasi di dalam lambung Merapi yang berbeda-beda. Ada yang terjadi pada rentan yang dalam, dan rata-rata terjadi dalam kedalaman sedang hingga dalam antara 12 sampai 18 km.
Model magmatisme Merapi dihasilkan dari geofisika, dibentuk dari proses seduksi di selatan dan mulai dehidrasi di kedalaman 100 KM ke dalam, kemudian bergerak di dalam Merapi dan mengisi di bawah Merapi.
"Sebenarnya magma Merapi ini ada dua tipe yang berbeda, yakni medium k dan high k," tukasnya.
Aktivitas Merapi baru 1900 tahun yang lalu, maka tipe magmanya adalah magma yang mempunyai afinitas potassium yang lebih tinggi. Namun komposisi magma bukan faktor utama penyebab terjadinya ekplosifitas, karena masih sama antara 2006, 2010 dan sebelumnya.
Ditemukan batuan calc-silicate kemungkinan berasal dari batuan sedimen yang karbonat. Ada juga yang tercampur dalam magma Merapi. Dimana batuan tersebut yang akan menambah CO2 dalam magma hingga menghasilkan erupsi yang lebih eksplosif.
Kebanyakan erupsi dengan volume magma kurang dari VEI 6 membutuhkan waktu akumulasi kurang dari 100 ribu tahun. Sementara erupsi dengan volume magma lebih dari VEI 7 membutuhkan waktu akumulasi lebih lama, antara 300 hingga 500 ribu tahun.
"Dari analisis distribusi ukuran kristal, mengestimasikan waktu tinggal Merapi sebesar 1 sampai 53 tahun minimum hingga 13 sampai 528 tahun maksimum," terangnya.
Agar magma bis amenghasilkan erupsi, dibutuhkan estimasi antara 2,4 hingga 5 tahun untuk lava Merapi 2006. Sedangkan untuk lava Merapi 2010, dibutuhkan rata-rata interval 1,6 tahun hingga 2,7 tahun.
Interval waktu injeksi magma dengan kejadian Merapi tahun 2010 yang lebih cepat mungkin berkorelasi dengan volume magma recharge lebih besar, kecepatan magma rise yang lebih tinggi, sehingga tingkat eksploisivitas lebih besar.
Dari hasil penelitian yang ada, Agung menyebutkan bahwa Merapi sempat memiliki hasil eksplosif yang sub plinian sebelumnya. Namun yang harus dilihat di antara erupsi yang besar juga perlu dilihat erupsi lainnya yang perlu dimitigasi.
Agung menyebutkan perlu diantisipasi kedepannya dalah bentuk dari erupsi Merapi. Apakah akan kembali seperti sebelumnya, membentuk kubah lava dan menghasilkan awan panas, atau erupsi lainnya yang belum diketahui seperti apa. Hal itu masih perlu dilihat lebih teliti lagi.
Terakhir, Agung menutup materinya dengan kesimpulan, "Magma Merapi secara komposisi masih sama, namun ada beberapa varian yang menyebabkan magma memiliki sifat yang lebih eksplosif karena adanya penambahan gas CO2 diduga ada pencampuran magma atau inklusi batuan-batuan dalam dapur magma."
Berita Terkait
-
Sejarah Erupsi Gunung Lewotobi dari Masa ke Masa, Terbaru Telan 10 Nyawa
-
Aktivitas Gunung Merapi Intensif, Ratusan Guguran Lava dan Awan Panas Ancam Zona Bahaya
-
Potret dan Profil Juliana Moechtar, Istri Komandan Upacara di IKN Dulunya Pemain Misteri Gunung Merapi
-
Letusan Gunung Kanlaon Filipina: 625 Hektar Lahan Pertanian Hancur Tak Berbekas!
-
Terus Bertambah, Korban Meninggal Dunia Banjir Lahar Hujan Gunung Marapi Mencapai 50 Orang
Terpopuler
- Mees Hilgers: Saya Hampir Tak Melihat Apa Pun Lagi di Sana
- Coach Justin Semprot Shin Tae-yong: Lu Suruh Thom Haye...
- Jurgen Klopp Tiba di Indonesia, Shin Tae-yong Out Jadi Kenyataan?
- Saran Pelatih Belanda Bisa Ditiru STY Soal Pencoretan Eliano Reijnders: Jangan Dengarkan...
- Elkan Baggott Disuruh Kembali H-1 Timnas Indonesia vs Arab Saudi: STY Diganti, Lu Bakal Dipanggil
Pilihan
-
Begini Tampang Sedih Pemain Arab Saudi usai Dipecundangi Timnas Indonesia
-
Timnas Indonesia Ungguli Arab Saudi, Ini 5 Fakta Gol Marselino Ferdinan
-
Tantangan Pandam Adiwastra Janaloka dalam Memasarkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Link Live Streaming Timnas Indonesia vs Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia Malam Ini
-
Hanya 7 Merek Mobil Listrik China yang Akan Bertahan Hidup
Terkini
-
Viral Mahasiswi Sleman Disekap, Faktanya? Polisi Ungkap Hasil Mengejutkan
-
Nekat, Remaja 17 Tahun Bawa Celurit untuk Duel, Apes Motor Mogok Ditangkap Warga
-
Buntut Sidak Menteri LHK, Sultan Panggil Pj Wali Kota Jogja, 3 Cawalkot Adu Strategi Tangani Sampah
-
Inilah Keunggulan yang Diberikan pada Nike Vaporfly
-
Diduga Langgar Netralitas Pilkada, Oknum Dukuh di Dlingo Terancam Enam Bulan Penjara