Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 02 November 2020 | 15:40 WIB
Aktivitas di puncak Gunung Merapi terpantau BPPTKG pada Kamis (7/3/2019). [Antara]

SuaraJogja.id - Sejumlah barak di area Kapanewon Cangkringan mulai disiagakan. Langkah itu dilakukan menyusul adanya peningkatan aktivitas Gunung Merapi selama sepekan terakhir.

Panewu Cangkringan Suparmono menjelaskan, sementara ini pihaknya sudah berkoordinasi dengan Komunitas Siaga Merapi (KSM) dan gotong-royong membersihkan barak pengungsian, bila sewaktu-waktu dibutuhkan

"Dalam waktu dekat di Argomulyo akan mengkondisikan Barak Gayam. Berkoordinasi dengan relawan dan masyarakat sekitar barak, bila sewaktu-waktu barak harus difungsikan," ungkapnya, Senin (2/11/2020).

Secara umum, kondisi barak pengungsian masih relatif bagus, hanya perlu dibersihkan dan disiapkan lebih baik.

Baca Juga: Pemkab Sleman Siapkan Rp10 Miliar untuk Hadapi Bencana di Musim Hujan

"Kami belum membicarakan masalah logistik," terangnya, kala ditanyai perihal persiapan logistik dan persiapan lain serupa.

Kendati demikian ia menekankan, semua kalurahan di Cangkringan sudah memiliki anggaran penanggulangan bencana dalam RAPDes mereka. Dana itu bisa digunakan dalam kondisi tanggap darurat.

Suparmono meminta warga tetap tenang dan beraktivitas secara normal sesuai imbauan BPPTKG. 

"Meskipun aktivitas meningkat, Merapi tetap dalam status Waspada Level II," imbuh dia.

Sementara itu, seorang warga Huntap Pagerjurang, Kalurahan Kepuharjo, Tugiman menjelaskan, saat ini belum ada persiapan logistik dan persiapan kedaruratan lain di wilayahnya.

Baca Juga: Debat Publik Pertama Pilkada Sleman, Cabup Baca Catatan Jadi Sorotan Publik

"Kan belum ada perubahan status [kegunungapian]," ucap Tugiman.

Namun demikian, satu hal yang sudah menjadi teknik mitigasi warga setempat dalam hidup bersama dengan Merapi, yaitu memiliki tas mitigasi. 

"Tas itu juga tidak diletakkan di tempat yang sulit dijangkau, tapi yang mudah ditemukan dan dibawa," kata dia.

Pelajaran dari Bencana 10 Tahun Lalu

Tugiman menambahkan, manajemen barang-barang yang perlu dibawa selama mengungsi atau menghadapi bencana juga diperlukan. Untuk meminimalisasi persoalan di masa mendatang, pascabencana.

Salah satunya yaitu, turut serta menjadikan surat-surat berharga sebagai salah satu benda yang dibawa kala mengungsi. Surat-surat itu dibawa bersamaan dengan perlengkapan penting lain yang dibutuhkan selama menjauhi lokasi bencana.

"Yang saya tahu, dari sekian banyak orang kala itu [erupsi 10 tahun lalu] yang membawa surat berharga hanya 10 persen saja. Kalau saya bisa membawa surat berharga seperti ijazah, sertifikat-sertifikat, BPKB, STNK kendaraan saya," terangnya.

Pelajaran lainnya, saat ini Cangkringan dan sejumlah wilayah lain sudah masuk dalam bagian dari kontijensi Merapi. Di dalamnya, sudah sistematis diatur tata laksana pengungsian warga yang berada dalam radius tertentu, apa yang harus dilakukan dan seperti apa persiapan logistik harus diupayakan. 

"Saat ini masih terus dibahas hingga klir, perihal kontijensi Merapi di masa pandemi, salah satunya COVID-19," ungkap dia.

Kontijensi Merapi Diperbarui

Pemkab Sleman meminta warga Sleman, khususnya yang tinggal di lereng Merapi, untuk tetap tenang dan tidak panik walau terjadi peningkatan aktivitas Merapi. Selain itu, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman juga telah mempersiapkan mitigasi bencana erupsi Gunung Merapi, dalam masa pandemi COVID-19.

Bupati Sleman Sri Purnomo meminta agar warga selalu waspada dan selalu mengikuti perkembangan aktivitas Merapi.

"Selalu waspada tetapi tidak perlu panik, Sudah ada protapnya," tuturnya.

Terpisah, Kepala Seksi Mitigasi Bencana BPBD Sleman Joko Lelono mengatakan, mitigasi itu ditambahkan dengan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, meliputi memakai masker, jaga jarak dan rajin mencuci tangan. Untuk itu, maka pihaknya akan menambah fasilitas cuci tangan di barak pengungsian.

"Dalam menerapkan jaga jarak, jumlah pengungsi yang ada di barak pengungsian nantinya juga dibatasi," ujarnya, kala dihubungi wartawan.

Dalam perbaruan rencana kontijensi merapi, kapasitas barak dibatasi menjadi 25% saja. Tercatat, ada 12 barak pengungsian yang saat ini dikelola BPBD Sleman. Kapasitas masing-masing barak adalah 300 orang. Adanya pandemi COVID-19 membuat pihaknya mengatur agar kapasitas penghuni barak dikurangi. Satu barak maksimal digunakan oleh 100 orang. Selain itu, di dalam barak akan dibuat sekat, sehingga di dalam barak mengakomodasi konsep ruang-ruang per keluarga. 

Adanya pembatasan jarak tersebut selanjutnya membuat BPBD Sleman harus memetakan tempat lain, yang memungkinkan, yang bisa dimanfaatkan sebagai barak pengungsian. Di halaman barak yang umumnya luas, akan didirikan tenda untuk pengungsian.

BPBD juga sudah menghubungi pemerintah kalurahan, terutama yang memiliki barak pengungsian desa. Termasuk pemanfaatan balai desa sebagai lokasi pengungsian.

BPBD Sleman juga akan menempatkan satgas khusus COVID-19 di setiap barak pengungsian. Tugas satgas adalah mengawasi para pengungsi agar tetap disiplin menerapkan protokol COVID-19.

"Meskipun sudah ada fasilitas, perlu ada kontrol dan pengawasan dari satgas. Dengan begitu, protokol kesehatan benar-benar dapat ditaati," ungkapnya.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More