Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Hiskia Andika Weadcaksana
Kamis, 12 November 2020 | 18:07 WIB
Sejumlah warga di Dukuh Stabelan RT 004 RW 005, Desa Tlogolele, Kecamatan, Selo, Kabupaten Boyolali, masih beraktivitas seperti biasa, Selasa (10/11/2020). (Suara.com/RS Prabowo)

Hal tersebut, kata Hanik, hanya merupakan guguran dari sisa erupsi-erupsi terdahulu.

“Itu bukan lava-lava melainkan guguran yang merupakan sisa erupsi yang lama. Misalnya lava 48 atau lava 88 itu lava yang artinya lava itu terbentuk pada tahun 1948 atau tahun 1988. Lava masih di dalam Merapi karena saat erupsi silam belum terlontarkan,” terangnya.

Disampaikan Hanik, guguran lava itu terjadi akibat bertambahnya aktivitas kegempaan Merapi. Selain itu juga lava-lava itu sudah lapuk karena sudah terlalu lama sehingga mudah untuk runtuh.

Terkait perubahan atau kenaikan status Gunung Merapi, kata Hanik, ia akan tetap melihat dari data-data yang ada, mulai dari seismiknya termasuk guguran, vulkanik, hingga melihat data inflasi dan deformasinya serta ancamanan bahaya yang ada.

Baca Juga: Aktivitas Merapi Naik, Berpotensi Erupsi Eksplosif meski Tak Ada Kubah Lava

"Kalau memang nanti kita menaikkan status itu adalah yang menjadi pertimbangan ancaman bahayanya. Status siaga saat ini merupakan status potensi bahaya dari potensi saat ini yakni eksplosif," pungkasnya.

Load More