Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Minggu, 13 Desember 2020 | 19:15 WIB
Salah satu karyawan yang menunjukkan tempat produksi maggot di Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman, Minggu (13/12/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Setidaknya sekitar 1,5 ton limbah atau sisa produksi kulit kambing yang telah tidak terpakai dan buah di Pasar Tradisional Gamping dimanfaatkan setiap harinya untuk budi daya maggot tadi. Dan semua bahan atau limbah organik tadi didapatkan dengan tidak perlu membayar.

Warga Dusun Ketingan, Desa Tirtoadi, Mlati, Sleman, Mardiharto (68) yang mengembangkan budi daya maggot saat ditemui di rumahnya, Minggu (13/12/2020). [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

"Sebetulnya sekarang ini kita punya konsep agar semua berkelanjutan. Dari maggot diproyeksikan bisa untuk pakan ayam, lele, nila dan hewan ternak lainnya. Setelah itu sisa uraian pakan maggot atau yang disebut casgot juga bisa digunakan untuk pupuk tanaman itu sangat bagus," terangnya.

Integrasi yang berkelanjutan itu tadi diharapkan setidaknya bisa mengurangi pembelian pakan bagi peternak yang selama ini masih sangat ketergantungan. Menurutnya kehadiran maggot bisa mengurangi pembelian pakan sekitar 40 persen.

Mardi mengaku sampai saat ini belum melaporkan atau memberitahukan lebih lanjut terkait budi daya maggot ini kepada pemerintah desa atau Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan Kabupaten Sleman. Artinya semua budi daya itu betul-betul dilakukan secara mandiri dengan bantuan warga lokal saja.

Baca Juga: TC di Sleman, 2 Pemain Timnas Indonesia U-16 Dapat Pujian dari Bima Sakti

"Kita berjalan lewat kelompok yakni Desa Wisata Mandiri Pangan atau yang kami namakan Kelompok Dewi Mapan. Kita juga sudah ada konsep lanjutan untuk membuat pasar dengan hasil produk sendiri. Antara lain ikan segar, sayur segar hidroponik, telur bebek yang dijadikan telur asin, telur ayam dan ditambah casgot. Pokoknya produksi itu menciptakan paket yang mana itu bisa memberdayakan masyarakat untuk menambah penghasilan masyarakat," paparnya.

Disampaikan Mardi bahwa rancangan semua itu sudah ada. Sehingga memang proses bisnisnya bukan murni bisnis tetapi lebih kepada memberdayakan masyarakat.

"Saat ini karena ditambah pembangunan untuk perluasan tadi ada sekitar 25 orang yang terlibat. Sedangkan untuk maggot sendiri ada 10 orang. Pengembangan sendiri akan memerlukan 1,5 hektare," tuturnya.

Mardi menyampaikan budi daya maggot yang sudah berjalan itu telah mendapatkan banyak respon dari banyak Bumdes, komunitas ataupun perseorangan untuk melakukan studi banding. Kebetulan, kata Mardi, pihaknya telah mengadakan pelatihan hidroponik atau pengembangan maggot.

Lokasi budi daya maggot itu sendiri dipusatkan pada lahan tersendiri yang berjarak sekitar 400 meter dari rumahnya. Mardi meyakini bahwa nantinya budi daya maggot akan menjadi pertanian terpadu yang terintegrasi berkelanjutan dari hulu sampai hilir.

Baca Juga: Sleman: Tak Disiplin Isolasi Mandiri, 1 Pasien COVID-19 Bisa Tulari 5 Orang

"Dan semua proses dari budi daya maggot bisa mendatangkan uang. Ini sebagai upaya juga mengajak petani tradisional menjadi petani modern untuk merespon keterbatasan atau hilangnya lahan pertanian produktif tadi," tegasnya.

Load More