SuaraJogja.id - Sampah menjadi persoalan klasik hampir di setiap wilayah, khususnya Indonesia. Pengelolalan sampah yang masih jauh dari kata memadahi hingga produksi sampah plastik yang tak terkendali menjadi sebabnya.
Banyak orang masih tak acuh akan persoalan yang terus mengancam itu. Namun, tak sedikit juga yang mulai merasakan kegelisahan dalam hatinya untuk bisa mengurangi sedikit beban bumi yang sudah tua dari sampah-sampah yang dihasilkan.
Bukhi Prima Putri (36) merupakan salah satu orang yang sudah merasakan kegelisahan itu. Ia merasakan kegelisahan di dalam hidupnya yang terasa kurang relvean dengan lingkungan sekitarnya.
Timbul pertanyaan besar dalam benak Bukhi tentang peradaban yang ideal itu seperti apa -- apakah memang saat ini sudah menjadi peradaban yang ideal? Jika memang bukan atau belum, lalu peradaban yang ideal itu bagaimana?
Baca Juga: Mengintip Budi Daya Maggot di Sleman, Berdayakan Warga Terdampak Tol
Pertanyaan-pertanyaan yang muncul itu mendorong Bukhi untuk memacu dirinya agar bisa menemukan jawaban hingga akhirnya ia melakukan beberapa cara dan petualangan untuk mencari jawaban atas kegelisahannya tadi.
"Untuk menajwab pertanyaan itu, aku membuat riset independen, mengajak temen-temen untuk mencari tahu jawaban pertanyaan tadi. Terbentuk akar institut yang di situ kita mencari tahu tokoh atau tempat yang sudah menjalankan atau punya sistem perabadan yang ideal. Indikatornya, kalau orang yang bersangkutan bahagia, berarti sudah, dia sudah menjalankan gaya hidup yang ideal itu," kata Bukhi saat ditemui SuaraJogja.id di toko kelontong sekaligus tempat tinggalnya, di Prawirotaman, Minggu (13/12/2020).
Pada 2015, petualangan Bukhi dilanjutkan sampai ke Bali. Di sana ia menemukan satu tempat yang telah menerapkan gaya hidup selaras dengan alam dan lingkungan sekitarnya.
Dari situ Bukhi belajar untuk menerapkan gaya hidup itu di dalam kesehariannya. Setelah sekian lama, ia terbiasa menjalani gaya hidup seperti itu.
Saat tiba waktu pindah ke Jakarta, ternyata Bukhi merasakan sesuatu yang berbeda. Ia menyadari bahwa tidak ada ekosistem yang mendukung seperti yang dirasakannya di Bali.
Baca Juga: Prihatin Pertanian Terdampak Tol, Mardi Berdayakan Warga Budidaya Magot
"Jadi ya ngerasa untuk bikin sendiri aja daripada menunggu ekosistem itu terbentuk. Jadi kita yang berusaha bikin ekosistem itu sendiri. Tahun 2019 baru memutuskan ke Jogja," ucap mantan mahasiswa arsitektur itu.
Berita Terkait
-
Kapan Pemutihan Pajak Kendaraan Jogja Tahun 2025 Dibuka? Ini Info Tanggalnya
-
Pemprov Bali Disarankan Belajar Kelola Sampah dari India, Adupi: Kebijakan Melarang Bukan Solusi
-
Gaji Rp18 Juta di Jakarta atau Rp9 Juta di Jogja? Pahami Dulu Biaya Hidup Kota Ini
-
5 Rekomendasi Mie Ayam Jogja Murah Seharga Kantong Mahasiswa
-
Bali Larang Air Kemasan Plastik! Langkah Radikal Selamatkan Pulau Dewata dari Tsunami Sampah
Terpopuler
- Advokat Hotma Sitompul Meninggal Dunia di RSCM
- Hotma Sitompul Wafat, Pengakuan Bams eks Samsons soal Skandal Ayah Sambung dan Mantan Istri Disorot
- 10 HP Midrange Terkencang Versi AnTuTu Maret 2025: Xiaomi Nomor 1, Dimensity Unggul
- 6 Rekomendasi Parfum Indomaret Wangi Mewah Harga Murah
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
Pilihan
-
Hasil BRI Liga 1: Comeback Sempurna, Persib Bandung Diambang Juara
-
RESMI! Stadion Bertuah Timnas Indonesia Ini Jadi Venue Piala AFF U-23 2025
-
Jenazah Anak Kami Tak Bisa Pulang: Jerit Keluarga Ikhwan Warga Bekasi yang Tewas di Kamboja
-
6 Rekomendasi HP Murah dengan NFC Terbaik April 2025, Praktis dan Multifungsi
-
LAGA SERU! Link Live Streaming Manchester United vs Lyon dan Prediksi Susunan Pemain
Terkini
-
Kisah Udin Si Tukang Cukur di Bawah Beringin Alun-Alun Utara: Rezeki Tak Pernah Salah Alamat
-
Dari Batu Akik hingga Go Internasional: Kisah UMKM Perempuan Ini Dibantu BRI
-
Pertegas Gerakan Merdeka Sampah, Pemkot Jogja Bakal Siapkan Satu Gerobak Tiap RW
-
Lagi-lagi Lurah di Sleman Tersandung Kasus Mafia Tanah, Sri Sultan HB X Sebut Tak Pernah Beri Izin
-
Rendang Hajatan Jadi Petaka di Klaten, Ahli Pangan UGM Bongkar Masalah Utama di Dapur Selamatan