SuaraJogja.id - Belum lama ini, terdapat sebuah unggahan viral tentang seorang bule yang berjualan mi ayam di Jogja. Warung mi ayam itu berada di kawasan Jalan Moses Gatot Kaca Ruko B21, Mrican, Caturtunggal, Depok, Sleman dan diberi nama Bakso Mie Ayam Telolet.
Rasa penasaran ini membawa reporter SuaraJogja.id melihat lebih dekat sekaligus mencicipi racikan mi ayam buatan bule tersebut. Warungnya tidak terlalu luas, dengan beberapa meja dan kursi yang sudah tertata rapi.
Namanya adalah Charlotte Peeters, warga negara Belanda yang lahir pada Maret 1983. Keramahan Charlotte sudah terasa saat menyambut setiap pembeli di warung tersebut. Ia, yang sudah terbilang fasih dalam menggunakan bahasa Indonesia, langsung menawari minuman sebagai pelepas dahaga di siang yang cukup terik.
"Sebelumnya kami [ia dan suami], punya usaha di bidang pariwisata, sampai sekarang pun masih, tapi belum jalan lagi. Nah, warung ini digunakan untuk tempat menginap para karyawan dulu. Namun karena sekarang tidak ada, lalu kami berpikir cara lain untuk bisa mencari pemasukan," kata Charlotte di warungnya, Kamis (21/1/2021).
Baca Juga: Viral Bule di Jogja Dagang Mi Ayam, Harga Semangkok Mulai 7 Ribuan
Charlotte mengaku, sejak dulu sudah punya keinginan untuk membuka warung kuliner. Kebetulan, sang suami doyan makan bakso, dan ia sendiri suka mi ayam, maka perpaduan itu dianggap cocok.
Dari situlah awal mula keberanian membuka warung mi ayam dan bakso itu muncul hingga tepatnya pada 17 Agustus 2020, warung mi ayam dan bakso ini mulai beroperasi.
"Harga awal dulu malah cuma Rp5 ribu untuk satu porsi, tetapi sejak 1,5 bulan beroperasi, kami mulai naikin harganya menjadi mulai dari Rp7 ribu satu porsi mi ayam. Selain mi ayam, ada bakso, dicampur juga bisa. Lalu sejak sebulan lalu ada miyago atau mi ayam goreng tanpa kuah dan bumbu, yang berbeda dari mi ayam biasa," cetusnya.
Terkait harga yang terbilang cukup terjangkau untuk kantong masyarakat, Charlotte menyebut itu bagian dari tantangan tersendiri baginya. Sebab menurutnya, yang paling penting adalah menyajikan makanan dengan harga murah dan semua orang bisa menikmati.
Namun di balik harganya yang murah itu, rasa makanan juga tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Artinya, rasa harus tetap enak untuk menciptakan suatu pengalaman yang berkesan bagi para pelanggan.
Baca Juga: Lempar Sepeda Motor ke Laut, Bule Ini Dideportasi seperti Kristen Gray
"Karena kami sendiri merasakan dampak pandemi Covid-19 ini seperti apa. Ini juga salah satu kenapa memilih mi ayam dan bakso, karena misal memilih makanan lain, belum tentu bisa kasih harga murah," tuturnya.
Charlotte sendiri bukan penggemar mi ayam yang memiliki cita rasa terlalu manis. Hal itu juga dibuktikan dari mi ayam racikannya, yang dibuat menjadi lebih gurih.
Sementara untuk campuran cita rasa Belanda, yang merupakan negara asalnya, tidak ada sama sekali. Disebutkan Charlotte, mi ayam buatannya bercita rasa Indonesia asli.
Ia pun mengaku, bersama timnya yang bekerja di warung itu, hingga saat ini masih terus belajar untuk meracik mi ayam yang sesuai selera. Khususnya Charlotte, ia sering melihat koki yang biasanya memasak untuk belajar lagi.
"Untuk preparasi awal saya masih belajar, tetapi untuk akhir, seperti memasak mi, menyiapkan piring, dan lain-lain gampang, tapi yang di belakang, di dapur [racik bumbu dan lain-lain] itu masih belajar dengan kokinya," terangnya.
Terkait cita rasa, Charlotte selalu berdiskusi dengan karyawan lainnya untuk menciptakan mi ayam yang tidak terlalu manis. Walaupun saat ini rasanya sudah dianggap cocok, tapi peningkatan kualitas itu akan terus dilakukan.
Tidak dipungkiri juga bahwa semua orang punya selera masing-masing. Namun, masukan yang diberikan pelanggan yang datang juga akan tetap didengar dan dipertimbangkan lebih lanjut.
Walaupun saat ini Charlotte juga sudah memiliki dua karyawan yang bekerja di warung, tapi ia tidak mau tinggal diam begitu saja. Ia kadang masih sering meracik sendiri mi ayam pesanan pelanggan saat karyawannya tidak ada.
"Kemarin sempat karyawan yang biasanya meracik mi ayam sakit, jadi saya yang gantikan. Sekarang kalau sudah masuk lagi pun, tetap saya bantu-bantu di warung. Itu semua tidak masalah karena saya memang orang yang tidak bisa duduk diam. Apa pun saya siap kerjakan. Ketika itu koki tidak ada, saya bisa bantu. Saat semua tim lengkap masuk pun, juga tetap saya bantu, misal antar makan dan minum ke meja dan lainnya," ujarnya.
Diceritakan Charlotte bahwa sebelum warung mi ayamnya viral di media sosial, banyak pelanggan yang terkejut saat semangkok mi ayam atau bakso disajikan seorang bule.
"Sebelum viral, banyak orang kaget kalau saya yang menyajikan. Reaksi pertama yang kaget itu seolah berpikir tentang bagaimana rasanya nanti makanan yang disajikan, tapi saya suka membuat mereka nyaman, artinya dengan basa-basi, tetapi sejak viral, banyak orang datang dan tidak kaget lagi saat melihat "mbak bule" masak mi ayam," ungkapnya.
Terkait dengan penamaan 'Bakso Mi Ayam Telolet', kata Charlotte, tidak ada arti khusus. Nama itu muncul secara tiba-tiba saat ia memikirkan nama yang pas bagi warungnya dengan sang suami.
Ia menilai, sudah terlalu banyak warung mi ayam dan bakso yang menggunakan nama pemiliknya atau nama bernuansa harapan seperti 'berkah' dan yang lainnya. Sempat ingin menggunakan nama 'Amsterdam', tapi menurutnya itu terlalu berlebihan.
"Sempat kepikiran bikin nama mi ayam bakso Amsterdam atau apa, tetapi kami berpikir, nanti otomatis kalau gitu ekspektasi orang harus ada rasa Belanda-nya, akhirnya enggak tahu aja, tiba-tiba kami dapat "telolet", dan kami berdua cocok dengan itu, dan lucu aja," tuturnya.
Charlotte menuturkan, sejak pemberlakukan aturan Pengetatan secara Terbatas Kegiatan Masyarakat (PTKM), penjualan mi ayam bakso miliknya turun drastis. Selama pandemi saja, setidaknya rata-rata 5-6 kilogram mi saja masih bisa habis dalam sehari.
"Untuk omzet, jujur sejak kemarin viral, sudah mulai naik lagi. Dalam minggu ini, setiap hari setidaknya bisa meraup Rp700-800 ribu, dibandingkan sebelumnya, anjlok, sehari kadang Rp600-700 ribu, tapi juga bisa hanya Rp150 ribu sehari," ucapnya.
Menurut Charlotte, pendapatan saat berjualan mi ayam dan bakso tidak bisa dibandingkan dengan saat ia menjalankan usaha pariwisata dulu. Saat ini, katanya, fokus utamanya adalah untuk bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19, yang belum usai.
Bukan tanpa sebab, di dalam keluarganya, ada dua anak yang masih membutuhkan biaya untuk melanjutkan pendidikannya lagi di masa mendatang dengan kebutuhan harian yang perlu untuk dicukupi. Maka dari itu, berjualan mi ayam ini adalah cara yang ditempuh Charlotte dan suami untuk bertahan.
"Tetapi yang paling penting jangan give up, lanjut terus," tegasnya.
Indonesia Ibarat Rumah Kedua
Diuatarakan Charlotte, kedatangannya untuk menetap di Indonesia beraawal pada 2009 silam. Awal mula kedatangannya di Indonesia untuk bekerja terkait dengan HAM.
Ia seharusnya mulai kerja di Papua untuk HAM, tetapi salah satu syaratnya harus belajar bahasa Indonesia. Dari situ, ia memutuskan untuk datang ke Jogja guna belajar bahasa Indonesia.
"Sebelum tahun 2009 itu, awalnya dari umur 10-12 tahun sudah beberapa kali ke Indonesia karena Papa orang Indonesia, dan Nenek juga asal Sumatra, sedangkan Kakek orang Belanda, tapi mereka tinggal di Indonesia. Maka dari itu, memang dari kecil sudah kenal dengan Indonesia, sudah merasa rumah kedua. Makin tua malah rasa itu makin kuat," kata ibu dua anak ini.
Pada 2009 itu juga, ia bertemu dengan sang pacar yang sekarang sudah menjadi suaminya. Di tahun yang sama pula, ia mencicipi mi ayam pertamanya di Jogja.
"Pertama kali makan mi ayam di Jogja bersama suami waktu itu masih pacaran, di pinggir jalan, arah ke Jalan Solo, dekat BCA, tapi waktu itu saya coba dan rasanya manis sekali. Aku langsung, 'ini untuk saya kurang cocok.' Baru yang kedua kurang manis, dan aku malah merasa enak," tuturnya.
Mulai dari situ, ia dan suami sering mencari sajian kuliner khusus lainnya, termasuk warung mi ayam di Jogja. Ia menilai, semua warung punya cita rasa sebagai ciri khasnya masing-masing.
Diakui Charlotte, ia saat ini masih berstatus sebagai warga negera Belanda. Namun, ia sudah memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) dan bahkan juga Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Sementara itu sang suami, Arya Andika Widyadana (37), mengatakan, ia sendiri sudah menyukai bakso sejak kecil. Namun ternyata, sang istri tidak terlalu suka bakso dan lebih memilih mi ayam.
"Sejak saya kecil suka bakso, cuma memang saya ketemu istri bule ini yang enggak suka bakso, jadi ketika saya makan bakso, dia makan mi ayam gitu. Jadinya mix. Saya juga selalu cari tempat-tempat bakso yang enak di kota-kota. Makanya lalu kita buka warung mi ayam bakso," ucapnya.
Arya menjelaskan, saat pacaran mereka sering berkeliling untuk mencari kuliner dan traveling di wilayah Indonesia, mencari berbagai makanan desa yang memang tradisional buatan tangan-tangan asli Indonesia.
Jadi memang bisa dikatakan, usaha di bidang pariwisata dan kuliner yang mereka jalani berangkat dari hobi keduanya.
"Awal buka usaha ini istri belum gabung karena masih di Belanda. Cuma lama-lama terus ngajak nikah dan pindah sampai sekarang buka warung mi ayam bakso juga ya untuk membantu keluarga," tuturnya.
Kondisi pariwisata yang sudah anjlok sejak Maret tahun lalu karena pandemi Covid-19 membuat mereka harus memutar otak untuk bisa terus bertahan.
"Sudah sejak Maret tahun lalu. Kita ini pasarnya bule, banyak dari Singapura Malaysia, Eropa, Australia. Sekarang untuk pangsa lokal aja susah, apalagi bule, jadi ya berdarah-darah banget. Tidak ada tamu, homestay kita juga sementara vakum sampai harus merumahkan 15 orang karena tidak ada pemasukan," ucapnya.
Kendati demikian, Arya bersyukur memiliki istri seperti Charlotte, yang tetap mau melewati kondisi sulit ini secara bersama-sama dan tak pantang menyerah serta selalu menjadi semangat dalam menjalani hari-hari.
Menurut Arya, Charlotte memang pribadi yang suka bertemu dengan orang dan juga senang memasak. Hal itu terlihat dari aktifnya sang istri, yang selalu membantu di warung mi ayam, baik untuk memasak atau hanya sekadar menyajikan ke pelanggan.
"Beruntungnya, istri saya itu menerima saat dibilang kita start dari nol dan tidak masalah saat kembali ke nol lagi. Kata dia yang penting kita semangat, ya sudah dia selalu menjadi semangat," kata pria asal Jogja tersebut.
Berita Terkait
-
Bule Polandia di Bali Berulah Pukul Satpam Dan Banting Anggota Brimob
-
Siapa Saja Komisaris Pertamina Sekarang? Paman Nagita Slavina Kebagian Jabatan Jadi Wakil Komut
-
Adu Karier Simon Aloysius Mantiri VS Iwan Bule, Dua Kader Gerindra Duduki Pucuk Jabatan Pertamina
-
Pendidikan Iwan Bule Komisaris Baru Pertamina, Lulusan Akademi Polisi Tahun Berapa?
-
Dari Lapangan Hijau ke Energi Hitam, Iwan Bule Diminta Jaga Pertamina dari Kebocoran dan Boros Anggaran
Terpopuler
- Vanessa Nabila Bantah Jadi Simpanan Cagub Ahmad Luthfi, tapi Dipinjami Mobil Mewah, Warganet: Sebodoh Itu Kah Rakyat?
- Reaksi Tajam Lex Wu usai Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf Gegara Paksa Siswa SMA Menggonggong
- Kini Rekening Ivan Sugianto Diblokir PPATK, Sahroni: Selain Kelakuan Buruk, Dia juga Cari Uang Diduga Ilegal
- TikToker Intan Srinita Minta Maaf Usai Sebut Roy Suryo Pemilik Fufufafa, Netizen: Tetap Proses Hukum!
- Adu Pendidikan Zeda Salim dan Irish Bella, Siap Gantikan Irish Jadi Istri Ammar Zoni?
Pilihan
-
Kenapa Erick Thohir Tunjuk Bos Lion Air jadi Dirut Garuda Indonesia?
-
Sah! BYD Kini Jadi Mobil Listrik Paling Laku di Indonesia, Kalahkan Wuling
-
Penyerangan Brutal di Muara Komam: Dua Korban Dibacok, Satu Tewas di Tempat
-
Kata Irfan Setiaputra Usai Dicopot Erick Thohir dari Dirut Garuda Indonesia
-
5 Rekomendasi HP Rp 6 Jutaan Spek Gahar, Terbaik November 2024
Terkini
-
Peringati Hari Pahlawan, The 101 Yogyakarta Tugu dan Museum Benteng Vredeburg Hadirkan Pameran Seni Peaceful Harmony
-
Hasil Temuan Tim Pencari Fakta UGM Soal Dugaan Plagiasi Atas Buku Sejarah Madiun yang Ditulis Sri Margana dkk
-
Cegah Tindakan Pelecehan Terhadap Anak, Ini Tips Sampaikan Pendidikan Seksual kepada Buah Hati
-
Pola Penyakit di Indonesia Alami Pergeseran, Pakar Sebut Gaya Hidup Jadi Pemicu
-
Gelar Simposium di UIN Sunan Kalijaga, Ini Sembilan Rekomendasi Gusdurian Soal Kebebasan Beragama di Indonesia