SuaraJogja.id - Sejumlah akademisi di bidang hukum prihatin atas kejadian tewasnya 6 orang anggota FPI yang diduga akibat penembakan aparat kepolisian, dianggap sebagai pelanggaran HAM biasa, bukan pelanggaran berat. Terlebih lagi, Komnas HAM merekomendasikan kasus ini ke dalam mekanisme pidana.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia Prof. Mudzakir menjelaskan, untuk mengetahui Implikasi dan tindak lanjut terhadap rekomendasi Komnas HAM atas penembakan 6 anggota FPI tersebut, maka harus mengetahui beberapa hal terlebih dahulu.
Pertama, apakah pembuntutan yang dilakukan oleh kepolisian sah? Alasan pembuntutan tersebut adalah tindakan pelanggaran kekarantinaan yang dilakukan oleh Riziq Shihab yang ancaman hukumannya tidak begitu berat.
"Lantas timbul pertanyaan, apakah semua orang yang melakukan pelanggaran kekarantinaan selalu diperlakukan seperti itu? Jika tidak, seharusnya Komnas HAM menyadari adanya pelanggaran terhadap kesetaraan di depan hukum," kata dia, Jumat (22/1/2021).
Kedua, apakah polisi melakukan penembakan menggunakan seragam dan atau telah menunjukkan identitas atau belum? Apakah proses yang dilakukan sesuai dengan peraturan atau tidak?
"Terjadi beberapa kejanggalan, yakni adanya penemuan peluru oleh Komnas HAM, tetapi tidak disebutkan apakah peluru itu didapat dari TKP atau mendapat dari kepolisian. Kemudian, barang bukti sudah terlanjur mendapatkan banyak sentuhan dari kepolisian sehingga tidak terjaga orisinalitasnya," tambah dia.
Muncul pula pertanyaan atas berlebihan atau tidaknya, tindakan yang dilakukan oleh polisi. Termasuk, hal apa saja yang menyebabkan polisi harus melakukan penembakan di tempat.
"Padahal kejahatanya sudah masa lalu, karena pelanggaran protokol terjadi di beberapa hari sebelumnya," papar Mudzakir.
Sementara yang ketiga, apakah pembunuhan terhadap anggota FPI ini apakah termasuk pelanggaran HAM atau pembunuhan biasa? Menurut Mudzakir, berdasarkan rekomendasi nomor 1 milik Komnas HAM, peristiwa tersebut merupakan pelanggaran HAM. Tetapi rekomendasi selanjutnya adalah diselesaikan melalui pengadilan umum.
Baca Juga: Panas! Habib Husin Semprot Pandji Pragiwaksono: Semua Tahu Kelakuan FPI
"Sedangkan seharusnya pelanggaran HAM artinya masuk ke kategori pelanggaran HAM berat. Maka hal ini menjadi membingungkan. Seharusnya rekomendasinya bukan pelanggaran HAM tetapi pembunuhan," tuturnya.
Kalau terjadi pelanggaran HAM berat, maka penyelidikan dan penyidikannya adalah Komnas HAM dan diselesaikan melalui pengadilan HAM. Kemudian jika pembunuhan, maka penyelidikan dan penyidikannya dilakukan oleh kepolisian dan diselesaikan melalui pengadilan negeri (umum).
"Sehingga yang dilakukan Komnas HAM dapat menimbulkan kebingungan di kemudian hari. Seharusnya rekomendasinya diberikan kepada Kejaksaan Agung, dan juga semua sudah siap. Maka Mahkamah Agung melakukan penuntutan terhadap terdakwa di pengadilan HAM," sambung pria yang jadi saksi ahli kasus suap PN Jakarta Pusat dengan terpidana Eddy Sindoro itu.
Di dalam keterangannya, Mudzakir sekaligus memberi kritik terhadap rekomendasi Komnas HAM.
"Pertama, mengapa ada kata pelanggaran HAM tapi diselesaikan melalui jalur pidana? Kedua, adanya kemungkinan pelanggaran berat karena Komnas HAM tidak dapat menjelaskan keterlibatan orang-orang dalam dua mobil avanza. Ketiga, Komnas HAM perlu mengklarifikasi dari mana mendapatkan barang bukti, mengambil sendiri di lapangan padahal telah beberapa hari setelah kejadian komnas baru ke lapangan, atau dari kepolisian sedangkan barang bukti menjadi tidak proper karena telah jatuh ke tangan pihak lain," bebernya.
Implikasi rekomendasi itu yang muncul adalah tidak terjadi pelanggaran berat HAM, pengadilan HAM tidak kompeten dalam mengadili dan memeriksa pelaku oknum kepolisian. Selain itu, atasan dari kepolisian tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana terhadap tindakan yang dilakukan oleh bawahannya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- 7 Sunscreen Anti Aging untuk Ibu Rumah Tangga agar Wajah Awet Muda
- Mobil Bekas BYD Atto 1 Berapa Harganya? Ini 5 Alternatif untuk Milenial dan Gen Z
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Pabrik VinFast di Subang Resmi Beroperasi, Ekosistem Kendaraan Listrik Semakin Lengkap
-
ASUS Vivobook 14 A1404VAP, Laptop Ringkas dan Kencang untuk Kerja Sehari-hari
-
JK Kritik Keras Hilirisasi Nikel: Keuntungan Dibawa Keluar, Lingkungan Rusak!
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
Terkini
-
Kecelakaan Lalu Lintas Masih Tinggi, Kasus Narkoba Naik, Ini Kondisi Keamanan Sleman 2025
-
BRI 130 Tahun: Dari Pandangan Visioner Raden Bei Aria Wirjaatmadja, ke Holding Ultra Mikro
-
2 Juta Wisatawan Diprediksi Banjiri Kota Yogyakarta, Kridosono Disiapkan Jadi Opsi Parkir Darurat
-
Wali Kota Jogja Ungkap Rahasia Pengelolaan Sampah Berbasis Rumah Tangga, Mas JOS Jadi Solusi
-
Menjaga Api Kerakyatan di Tengah Pengetatan Fiskal, Alumni UGM Konsolidasi untuk Indonesia Emas