Ia sendiri tidak pernah merasa kecewa mempunyai pendirian yang teguh untuk tidak menjual rumahnya itu. Pasalnya kalau dihitung secara matematis pun harga yang dulu ditawarkan tidak sebanyak yang dipikirkan orang-orang saat itu.
Belum lagi, tidak ada kesepakatan harga antara ia dan pihak pembeli kala itu. Sehingga memang ia tetap bersikukuh mendiami rumahnya itu.
"Nggak [menyesal]. Dulu itu cuma ditawar Rp 25 ribu per meter persegi. Ya saya bisa dapat apa? Kalau saat ini kan harga tanah makin mahal. Dulu kalau dilepas malah uangnya sekarang udah habis, paling cuma laku Rp20 juta kala itu," tuturnya.
Tukidi menyebut saat itu tepatnya tahun 1990 saat rumahnya ditawar, mobil Kijang yang baru seharga Rp18 juta. Maka kalau rumahnya saat itu ditawar hanya seharga Rp20 juta, hanya akan menyisalan Rp2 juta saja untuk bertahan hidup.
"Belum lagi kalau kebetulan rusak terus harus memperbaiki. Ditambah lagi ada pajaknya. Mungkin sekarang [rumahnya] harganya sudah kisaran puluhan juta. Ini pajak saja per tahun Rp2,5 juta per tahun," tambahnya.
Kendati begitu, Tukidi menyebut masih ada beberapa orang yang tetap melakukan pendekatan terkait jika sewaktu-waktu ia berubah pikiran. Namun hingga saat ini Tukidi masih teguh dengan pendiriannya tidak akan menjual rumah itu.
"Ya ada banyak yang tanya. Ada juga yang sudah pesan kalau mau dijual suruh menghubungi, tapi tidak [saya jual untuk saat ini]," tegasnya.
Bahkan Tukidi pun sudah memiliki rencana jangka panjang untuk rumah beserta lahannya itu. Bukan untuk dijual untuk kekayaannya semata, tapi untuk ditinggalkan atau diwariskan untuk kedua anaknya.
Ia memang belum akan menyerahkan bangunan itu kepada anaknya saat ini. Namun jika saat telah tiada kelak dan rumah itu sudah sepenuhnya milik anaknya, ia pasrah akan diapakah tanah beserta rumahnya itu.
Baca Juga: Cuaca Ekstrem, Sleman Alami Hujan Es hingga Talut Jebol
"Kalau saya ya warisan saja, kalau sudah meninggal untuk anak-anak. Tapi tidak diberikan sekarang, kalau dibagi sekarang malah dijual terus wong tuwa arep melu sapa [lalu orang tua mau tinggal di mana]," ungkapnya.
Kakek yang sudah memiliki 4 cucu itu menjadi saksi sejarah perkembangan di wilayahnya khususnya terkait dengan pembangunan. Dari dulu yang jalan masih kecil dan rusak, belum ada jaringan listrik hingga sekarang sudah ada bangunan besar kampus, hotel dan apartemen yang terus bertambah tiap tahun.
"Dulu di sini ya cuma bulak [lahan kosong]. Sekarang sudah berkembang pesat," pungkasnya.
Terpopuler
- 5 Mobil Bekas yang Anti-Rugi: Pemakaian Jangka Panjang Tetap Aman Sentosa
- 3 Mobil Bekas 60 Jutaan Kapasitas Penumpang di Atas Innova, Keluarga Pasti Suka!
- 5 Mobil Listrik 8 Seater Pesaing BYD M6, Kabin Lega Cocok untuk Keluarga
- Cek Fakta: Viral Ferdy Sambo Ditemukan Meninggal di Penjara, Benarkah?
- Target Harga Saham CDIA Jelang Pergantian Tahun
Pilihan
-
Catatan Akhir Tahun: Emas Jadi Primadona 2025
-
Dasco Tegaskan Satgas DPR RI Akan Berkantor di Aceh untuk Percepat Pemulihan Pascabencana
-
6 Rekomendasi HP Murah Layar AMOLED Terbaik untuk Pengalaman Menonton yang Seru
-
Kaleidoskop Sumsel 2025: Menjemput Investasi Asing, Melawan Kepungan Asap dan Banjir
-
Mengungkap Gaji John Herdman dari PSSI, Setara Harga Rumah Pinggiran Tangsel?
Terkini
-
Meski Naik dari Hari Biasa, Orderan Rental Motor Jogja Tetap Tak Seramai Tahun Lalu
-
Anak-anak Terdampak Banjir di Sumatera Gembira Dapat Trauma Healing dari BRI
-
5 Pasar Tradisional Estetik di Jogja yang Cocok Dikunjungi Saat Liburan Akhir Tahun
-
Selamat Tinggal, Rafinha Resmi Tinggalkan PSIM Yogyakarta dan Gabung PSIS Semarang
-
Empati Bencana Sumatera, Pemkab Sleman Imbau Warga Rayakan Tahun Baru Tanpa Kembang Api