Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Rabu, 17 Maret 2021 | 07:28 WIB
Dusun Mlangi, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. [Suara.com/Abdus Soemadh]

SuaraJogja.id - Kejelasan perubahan final desain trase seksi III jalan bebas hambatan (tol) Jogja-YIA di kawasan Mlangi, masih belum didapatkan warga setempat.

Hingga kini, warga Mlangi masih menunggu jawaban atas desain trase yang diajukan kembali untuk tidak melewati wilayah cagar budaya strategis Masjid Pathok Negoro, Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman

Dukuh Mlangi Achmad Franky Sipahutar mengatakan, pembangunan tol diharapkan berjalan beriringan dengan nilai-nilai luhur wilayah Mlangi.

"Meski telah digeser ke arah timur, wilayah tersebut dinilai potensial untuk perkembangan pendidikan di wilayah Mlangi," kata dia, Selasa (16/3/2021).

Baca Juga: Vaksinasi Lansia di Sleman Dimulai, 26.790 Orang Jadi Sasaran

Menurut Franky, jika nantinya ada trase tol yang membelah sekolah formal maupun non formal di wilayah tersebut, dinilai akan mengurangi estetika dari Mlangi.

"Terlebih saat ini wilayah tersebut terkenal sebagai wisata religi dan ada lebih dari 20 pendidikan baik formal maupun non formal," ungkapnya.

Perwakilan Warga Mlangi Muhammad Mustafid menjelaskan, pihaknya tidak pernah menolak adanya program pembangunan jalan tol.

Hanya saja, trase tol diharapkan tidak melewati wilayah Mlangi yang merupakan Kawasan cagar budaya strategis Masjid Pathok Negoro.

Pergeseran pertama dari rencana desain trase awal ke arah timur sejauh 100 meter masih memotong jalur utama kawasan Mlangi. Selain itu, masih berada di dalam area kawasan cagar budaya strategis Masjid Pathok Negoro Mlangi, imbuhnya. 

Baca Juga: Iseng Bertani Ganja di Halaman Kos, Pemuda Sleman Diamankan BNNP DIY

Untuk menyiasati itu, pihaknya memberikan dua opsi lain untuk penggeseran.

"Opsi pertama, jalan masuk dari T junction ke timur tidak lewat Mlangi. Namun lewat sebelah utara Mlangi (masih kawasan Mlangi namun sisi utara), kemudian masuk lewat ring road. Opsi kedua, melewati barat sungai Bedog," kata Mustafid, yang merupakan Sekretaris Yayasan Nur Iman Mlangi (Konsorsium Pesantren-pesantren Mlangi, Takmir Masjid Pathok Negoro Mlango, dan Tokoh Masyarakat, serta Pemuda Mlangi) itu.

Mustafid menambahkan penggeseran ke arah timur lagi (masuk ringroad melalui utara atau lewat di tengah gudang Avenue) yang tidak memotong jalur utama, merupakan opsi yang dimungkinkan secara teknis.

Hal itu juga sebagaimana pendapat para ahli transportasi publik, yang sempat diundang dan memberikan opini ilmiah secara independen dari Masyarakat Transportasi Indonesia, peneliti, maupun praktisi transportasi.

Ia menegaskan, pengajuan digesernya trase tol di wilayah Mlangi selain karena Mlangi sebagai salah satu situs penting Kasultanan Ngayogyokarta Hadiningrat juga merujuk pada Perda DIY Nomor 2 Tahun 2017.

Dalam perda tersebut Pasal 16 dinyatakan bahwa pemanfaatan ruang yang diperbolehkan pada satuan ruang strategis Masjid Pathok Negoro antara lain adalah kegiatan ekonomi skala masyarakat, wisata budaya dan sejarah, serta pendidikan dan pengembangan budaya. Dilanjutkan pasal 17, bahwa kegiatan membangun bangunan baru dengan arsitektur yang tidak
selaras dengan arsitektur kawasan pada satuan ruang strategis Masjid Pathok Negoro tidak diperbolehkan.

"Kami masih menunggu jawaban terkait opsi yang kami berikan. Karena sampai saat ini belum ada perkembangan," kata dia.

Sebelum ini, sejumlah pihak terkait mulai dari Staff Kepresidenan, perwakilan warga Mlangi, pondok pesantren Mlangi, Satker Tol, Pemkab Sleman dan legislatif bertemu dalam rapat koordinasi di sebuah hotel, wilayah Sleman.

Dalam pertemuan kala itu, Ketua Satker Tol Jogja-Solo Wijayanto mengungkapkan, desain tol yang sebelumnya at grade (menapak) rencana bakal diubah menjadi elevated (melayang) di kawasang Mlangi.

Dengan desain baru itu, maka pondok pesantren tak lagi terdampak tol.

Anggota Komisi D DPRD DIY Syukron Arif Muttaqin yang juga hadir saat itu mengatakan, warga setempat meminta agar trase tidak melewati kampung Mlangi. 

Membandingkan dengan desain awal, terjadi pergeseran pembangunan sepanjang 100 meter dari titik awal. Setelah digeser, konstruksi desain baru menjadi melayang.

Kendati sudah dilakukan rapat koordinasi dan mengubah desain, ternyata masih ada beberapa fasilitas umum yang kena dampak, seperti dua masjid dan satu panti jompo. 

Selain itu, desain tersebut masih belum final dan ada beberapa masyarakat menilai untuk bisa digeser kembali. Karena menyangkut bangunan-bangunan masyarakat yang terkena.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More