SuaraJogja.id - Sebanyak 95 persen driver atau pengemudi dan kernet dalam yang tergabung dalam Organisasi Angkutan Darat (Organda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus rela dirumahkan. Kondisi tersebut disebabkan oleh kondisi pandemi Covid-19 yang belum usai.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Hantoro saat dihubungi awak media, Rabu (28/4/2021). Pihaknya menyampaikan bahwa kondisi itu juga sebagai dampak dalam larangan mudik lebaran tahun ini.
"Masih banyak [yang dirumahkan], apalagi driver dan kernet itu ya 95 persen di rumahkan," kata Hantoro.
Lebih rinci, kata Hantoro, secara keseluruhan tercatat jumlah driver dan kernet yang ada di Yogyakarta mencapai 5.500 orang. Dari jumlah itu, yang dirumahkan mencapai 95 persen.
"Itu belum mekanik dan tenaga kantor. Mekanik dan tenaga kantor itu paling tidak sekitar 600 orang, kalau dirumahkan separuh saja kan sudah 300 orang," ungkapnya.
Ditanya dengan kondisi finansial khususnya perihal pemberian THR kepada karyawan, kata Hantoro, memang cukup memprihatinkan.
"Ya bahkan yang mau minta [THR] juga tidak tega, karyawan sudah tidak tega untuk minta," imbuhnya.
Kondisi berbanding terbalik jika menengok kembali tahun 2019 silam atau tepatnya sebelum pandemi Covid-19 belum melanda. Jika saat itu tidak lebaran saja okupansi dapat terisi terus sekarang jelang lebaran pun justru malah tidak bisa bergerak.
"Kalau perbandingannya gede banget to mas, wong kita tidak dalam masa lebaran saja hidup kami [saat itu] okupansi kami bisa 24 hari kok perbulan. Ini sekarang nol," tuturnya.
Baca Juga: Anies Bakal Umumkan Nasib Pariwisata di Tengah Larangan Mudik Pekan Depan
Padahal, kata Hantoro, bahwa pihaknya berharap pemerintah bisa saling bekerja sama dengan Organda. Dengan tujuan mengakomodir masyarakat untuk tetap melakukan mobilitas tentunya sejalan bersama penerapan ketentuan protokol kesehatan.
"Karena, bahwa Covid-19 ini tidak ada yang bisa menjawab sampai kapan. Tapi kita harus beradaptasi. Dengan adaptasi itu perlu edukasi kepada masyarakat," terangnya.
Hantoro menambahkan pihaknya sudah tidak ingin kembali berharap dan meminta banyak kepada pemerintah. Pasalnya hingga sekarang ketika sudah meminta pun belum ada perhatian yang berarti.
"Kami cuma meminta, berilah kami ruang untuk bekerja, untuk menggerakkan kendaraan kami. Kalau ada ruang untuk kami bekerja untuk berkarya ya dari pemerintah, kita akan menyesuaikan juga misal untuk mlaku alon-alon gitu [berjalan perlahan]. Kalau kita dibatesi gini kan ngga bisa bergerak," tegasnya.
Ia menilai bahwa sebenarnya larangan mudik itu tidak masalah untuk diterapkan. Namun harus ada solusi yang juga disajikan bagi pihak-pihak lain yang terdampak akibat keputusan itu.
"Ya enggak apa-apa dilarang gini yang penting ada solusi bagi kami. Kalau ngga ya repot, coba aja nanti yang namanya lebaran kemarin sudah dilarang, liburan natal juga dilarang tapi katanya ada kenaikan. Nah berarti kan bukan kami yang menyebabkan kenaikan itu. Tapi mengapa yang dilarang itu adalah angkutan umum," ungkapnya.
Sementara itu, salah satu Agen Perwakilan dari PO Puspa Jaya dan Agra Mas, Tri Asih juga berharap sebenarnya larangan untuk beroperasi itu tidak diberlakukan. Melainkan tetap diberlakukan namun dengan berbagai syarat yang semakin diperketat.
"Ya harapannya tidak perlu dilarang seperti ini karena kan dari awal sudah kayak gini. Biar berjalanlah, misal kalau memang itu harus pakai syarat-syarat [juga silakan]. Pokoknya kalau bisa itu tetap dibolehkan tapi dengan syarat," kata Tri.
Tri sendiri mengakui bahwa penerapan protokol kesehatan di jasa angkutan umum selama ini juga sudah semakin baik. Artinya penerapan itu telah diberlakukan sejak lama dan dilakukan dengan maksimal.
Pihaknya bahkan mengusulkan beberapa langkah terkait dengaj penerapan protokol kesehatan pada jasa angkutan umum agar tetap bisa beroperasi. Mulai dari pengurangan kapasitas, hingga mewajibkan penumpang melengkapi dengan berkas-berkas yang dibutuhkan.
"Kalau memang ngga boleh ya jangan di stop. Minimal ya sesuai protokol lah, pakai surat-surat atau gimana. Atau misal bangku 30 buah hanya diisi 50 persen diterapkan ke semua PO. Nah itu kan juga lebih baik, karena itu [kalau berhenti] dampak bagi perusahaan sangat berpengaruh," tandasnya.
Berita Terkait
-
Anies Bakal Umumkan Nasib Pariwisata di Tengah Larangan Mudik Pekan Depan
-
Indonesia Bisa Bernasib seperti India Jika Warganya Nekat Mudik
-
Nekat Mudik, ASN di Kubu Raya Siap-siap Disanksi
-
Larangan Mudik Lebaran, Organda DIY: Kami Terima meski Harus Tiarap Lagi
-
Ganjar Sebar 14 Titik Penyekatan, Warga Klaten Kerja ke Jogja Masih Bisa
Terpopuler
- Pemain Keturunan Rp52,14 Miliar Follow Timnas Indonesia: Saya Sudah Bicara dengan Pelatih Kepala
- Gesit dan Irit, 5 Rekomendasi Mobil Mungil Mulai Rp 40 Jutaan untuk Pemula
- 1 Detik Main di Europa League, Dean James Cetak Sejarah untuk Timnas Indonesia
- 3 Rekomendasi HP Murah Samsung RAM Besar 8 GB Memori 256 GB, Harga Cuma Rp 2 Jutaan
- 6 Rekomendasi Mobil Keluarga Daihatsu Harga di Bawah Rp 70 Juta, Irit dan Bandel
Pilihan
-
Transparansi Adalah Juara Sejati: Mewujudkan Sepak Bola yang Jujur Lewat Piala Presiden 2025
-
Ferarri Kapten! Ini Daftar Starting XI Timnas Indonesia U-23 vs Brunei
-
Utang RI Membengkak, Sri Mulyani Tetap Santai: Masih Prudent dan Terukur
-
Flexing Barang Mewah Bisa Bikin Anda 'Disapa' Petugas Pajak!
-
Dulu Dicibir, Keputusan Elkan Baggott Tolak Timnas Indonesia Kini Banjir Pujian
Terkini
-
Biopori jadi Senjata Rahasia Bantul Lawan Sampah? Sanksi Menanti ASN yang Melanggar
-
Ironi Yogyakarta: Kota Pendidikan dan Pariwisata Dilanda PHK, Pemerintah Akui Job Fair Tak Efektif?
-
Jokowi Dipolisikan Rismon Sianipar soal Ucapan di Dies Natalis UGM 2017? Polda DIY Bilang Begini
-
Haji Jalur Laut: Mimpi atau Ilusi? Kemenag DIY Ungkap Fakta Terkini
-
Beras Oplosan Gegerkan Pasar, Bagaimana Nasib Beras Makan Bergizi Gratis?