Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana | Mutiara Rizka Maulina
Senin, 31 Mei 2021 | 08:15 WIB
Anggota difabel zone sedang membatik untuk produk yang akan dijual Minggu (30/5/2021). - (SuaraJogja.id/Mutiara Rizka)

Produk yang dihasilkan juga berbagai macam, mulai dari pakaian, masker, tas dan hiasan dinding. Suhartono menjelaskan jika produk yang dihasilkan tergantung dengan keinginan pasar. Bukan hanya produk satuan, pihaknya juga menerima pesanan dalam partai besar seperti misalnya untuk souvenir dan kenang-kenangan.

"Kalau sekarang ini kebanyakan online sama yang dititipkan di toko-toko," katanya.

Selama ini, target pasar Difabel Zone mencakup ranah online, dan offline seperti di toko dan pameran. Penjualan paling tinggi juga biasanya didapatkan di pameran. Sayangnya, merebaknya pandemi membuat berbagai pameran UMKM yang biasa terselenggara harus ditangguhkan. Akibatnya, Difabel Zone turut kehilangan salah satu pasar terbesarnya.

Untuk penjualan secara online sendiri, Suhartono mengakui jika produk mereka sudah dipasarkan hingga ke mancanegara. Mulai dari Australia, Jerman dan berbagai negara lainnya. Biasanya, konsumen dari luar negeri tertarik dengan unggahan di media sosial mereka.

Baca Juga: Dikabarkan Hilang, Seniman Jogja DItemukan Tewas di Bengawan Solo

Seorang pembeli melihat lihat produk yang ditawarkan difabel zone Minggu (30/5/2021). - (SuaraJogja.id/Mutiara Rizka)

Selain pameran, penjualan di media sosial juga termasuk yang paling tinggi. Dibandingkan dengan penjualan melalui marketplace, yang dinilai memiliki lebih banyak saingan, penjualan secara daring lebih banyak melalui media sosial. Seperti Instagram dan Facebook.

"Bukan hanya membeli produk, edukasi juga bisa. Kesini belajar membatik satu hari lah," imbuhnya.

Meski sempat mengalami penurunan akibat pandemi, namun penjualan juga sempat meningkat sebelum lebaran. Beberapa barang yang banyak dipesan menjelang hari raya idul fitri adalah sajadah, masker dan kain dua meter. Suhartono menambahkan, jika pengerjaan batik sendiri disesuaikan dengan kemampuan masing-masing difabel.

Menurut pengalaman pribadinya, sebagai penyandang disabilitas tuna daksa, Suhartono mengatakan jika dirinya kesulitan mendapatkan pekerjaan ditempat lain. Meskipun sebuah perusahaan memiliki lowongan untuk difabel, pada kenyataannya sulit untuknya diterima kerja. Ia sudah beberapa kali mencoba pekerjaan yang lain namun tidak diterima.

Difabel Zone terbuka bagi penyandang disabilitas pada umumnya yang ingin mencoba berkarya dengan batik atau belajar mandiri. Namun, Suhartono menjelaskan jika sebisa mungkin calon pegawai pernah magang di YAKKUM. Hal itu dilakukan agar kondisi, baik kesehatan psikis maupun fisik calon pekerja diketahui dengan baik.

Baca Juga: Mensos Risma Beri Motor Roda Tiga ke Remaja Difabel di Pekalongan

Load More