Scroll untuk membaca artikel
Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana
Rabu, 09 Juni 2021 | 07:35 WIB
Warga Kalurahan Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul menggelar Nyadran Gadean Gunung Gentong, Selasa (8/6/2021). - (Kontributor SuaraJogja.id/Julianto)

Sementara Kupat (Ketupat) simbolisasi aku lepat (aku lepat) juga dibuat sebagai pengakuan bahwa manusia memang sering melakukan kalepatan (kesalahan). Harapannya memang segala dosa bisa diampuni oleh Sang Maha Kuasa nantinya.

"Semua uba rampe tersebut dibagi dan dimakan secara bersama-sama. Tentu lebih enak-enakan (nikmat)," ujarnya.

Kunto menambahkan, Nyadran Gadean Gunung Gentong merupakan warisan tradisi yang harus dilaksanakan. Nyadran ini juga sebagai peringatan kepergian Prabu Brawijaya V serta sebagai ajaran berani dan bersedia berkorban memberikan kepada orang lain meskipun hanya makanan.

Nyadran Gadean Gunung Gentong adalah menu wajib yang harus dilaksanakan setiap tahun oleh warga setempat, termasuk di masa pandemi seperti sekarang ini. Tahun 2020 kemarin, hajatan ini digelar lebih sederhana dengan membatasi jumlah peserta. Namun untuk kali ini, digelar seperti biasa ketika tidak ada pandemi.

Baca Juga: Selain Klaster Pabrik Tas, Jumlah Pasien Covid-19 di PLayen Melonjak dari Klaster Takziah

"Yang membedakan hanya tidak ada jodang," kata dia.

Nyadran Gadean Gunung Gentong wajib dilaksanakan setiap tahun karena jika tidak, maka warga khawatir akan ada bencana yang melanda wilayah mereka.

"Tahun ini, harapan terbesar warga adalah pandemi segera berakhir. Kami mengusir pandemi Covid-19 dengan ritual ini," ungkapnya.

Kontributor : Julianto

Baca Juga: 7 Hari Hilang, Operasi Pencarian Korban Tenggelam Pantai Ngluwen Dihentikan

Load More