SuaraJogja.id - Epidemiolog UGM Bayu Satria Wiratama menjelaskan bahwa, tingginya lonjakan kasus COVID-19 di tanah air bukan semata-mata karena varian baru saja. Melainkan ada berbagai faktor penyebab.
Bayu mengatakan, lonjakan kasus COVID-19 saat ini ditengarai adanya kombinasi, antara protokol kesehatan yang dilanggar terus-menerus melalui pelonggaran disertai varian baru.
"Saat ini banyak masyarakat banyak yang abai terhadap protokol kesehatan seperti mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan dan membatasi mobilisasi," kata dia, dalam keterangan tertulis, Senin (21/6/2021).
Bukan hanya itu, dari sisi pemerintah, dinilai masih kurang dalam melaksanakan upaya pemeriksaan dini (testing), pelacakan (tracing) dan perawatan (treatment) atau dikenal dengan istilah 3T.
Baca Juga: Diperlakukan Tidak Adil, Sejumlah Dosen Universitas Proklamasi 45 Mengadu ke DPRD DIY
“Di Indonesia dari awal pemerintahnya tidak solid, 3T tidak merata dan cenderung kurang semua di banyak daerah. Lalu, masyarakat sering abai, kita lebih parah lagi,” kata Bayu.
Adanya kenaikan yang signifikan ini membuat kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) perlu dievaluasi, bukan hanya diperpanjang saja. Mengingat masyarakat semakin abai akan protokol kesehatan.
“PPKM mikro harus dievaluasi. Jangan diperpanjang tanpa evaluasi apapun. Karena kita tidak tahu kendala apa yang menyebabkan gagalnya PPMKM mikro," ujarnya.
Ia menambahkan, selain masalah 5M yang tidak dijalankan masyarakat, ada peran pemerintah yang kurang disana terutama soal lawan hoaks dan orang-orang yang suka menyebarkan informasi salah.
Menyinggung opsi untuk melakukan lockdown untuk menekan laju kenaikan COVID-19, Bayu menilai hal tersebut jangan terburu-buru dilakukan. Sebab, hal tersebut membutuhkan mempertimbangkan data yang jelas.
Baca Juga: Korupsi Proyek Stadion Mandala Krida Yogyakarta, KPK Panggil 2 Pegawai Dispora DIY
“Harus ada dasar yang jelas dari data maupun lainnya termasuk aspek epidemiologinya. Yang sering terjadi adalah kebijakan diambil tanpa pertimbangan yang jelas kemudian tidak pernah dievaluasi,” lanjut dia.
Berita Terkait
-
Komnas HAM Tegaskan Guru Besar UGM dan Dokter Residen Pelaku Pelecehan Harus Dihukum Lebih Berat!
-
Predator Seksual Berkedok Profesor, Guru Besar UGM Ramai Disebut Walid Versi Nyata
-
Cabuli Mahasiswi, Legislator PKB Geram Aksi Predator Seks Guru Besar UGM: Jangan Dikasih Ampun!
-
Membongkar Kekerasan Seksual di Kampus oleh Oknum Guru Besar Farmasi UGM
-
Guru Besar UGM Dipecat buntut Terlibat Kasus Kekerasan Seksual
Tag
Terpopuler
- Sekantong Uang dari Indonesia, Pemain Keturunan: Hati Saya Bilang Iya, tapi...
- Agama Titiek Puspa: Dulu, Sekarang, dan Perjalanan Spiritualnya
- Lisa Mariana Ngemis Tes DNA, Denise Chariesta Sebut Tak Ada Otak dan Harga Diri
- 6 Perangkat Xiaomi Siap Cicipi HyperOS 2.2, Bawa Fitur Kamera Baru dan AI Cerdas
- Kang Dedi Mulyadi Liburkan PKL di Bandung Sebulan dengan Bayaran Berlipat
Pilihan
-
Profil CV Sentosa Seal Surabaya, Pabrik Diduga Tahan Ijazah Karyawan Hingga Resign
-
BMKG Bantah Ada Anomali Seismik di Bogor Menyusul Gempa Merusak 10 April Kemarin
-
6 Rekomendasi HP Rp 4 Jutaan Terbaik April 2025, Kamera dan Performa Handal
-
5 Rekomendasi HP Rp 2 Jutaan Snapdragon, Performa Handal Terbaik April 2025
-
Hasil BRI Liga 1: Diwarnai Parade Gol Indah, Borneo FC Tahan Persib Bandung
Terkini
-
Pemkot Yogyakarta Gelar Pemeriksaan Kesehatan Lansia Gratis Tiap Bulan, Catat Tanggal dan Lokasinya!
-
Psikolog UGM Soroti Peran Literasi Digital dan Kontrol Diri
-
Pascaefisiensi Anggaran, Puteri Keraton Yogyakarta Pertahankan Kegiatan Budaya yang Terancam Hilang
-
Komunikasi Pemerintah Disorot: Harusnya Rangkul Publik, Bukan Bikin Kontroversi
-
Sehari Dua Kecelakaan Terjadi di Sleman, Satu Pengendara Motor Meninggal Dunia