Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Kamis, 24 Juni 2021 | 13:03 WIB
Ilustrasi ijazah. (Unsplash/Leewis Keegen)

"Bahkan Hari kemerdekaanpun, tidak tahu. Karena sekolah tidak pernah melakukan upacara bendera," kata dia.

Sang ibu, dalam laporannya, juga menilai bahwa anak menjadi tidak memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme. Anak dibentuk untuk tidak peduli pada masalah-masalah atau kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan atau Negara Indonesia.

"Terlihat dengan sikapnya yang cuek dan tidak responsif terhadap masalah-masalah, kejadian-kejadian yang terjadi di lingkungan atau negara Indonesia," terangnya.

Bukan hanya itu, akibat hanya mendapatkan nilai palsu dari dua mapel dalam ijazahnya, sang anak kehilangan kepercayaan diri untuk melanjutkan jenjang berikutnya ke sekolah negeri. Karena tidak mempunyai pengetahuan dasar tentang Pendidikan Agama Islam serta Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Baca Juga: Jadwal Kick-off Liga 1 Berubah, PSS Sleman Angkat Bicara

"Dengan menyimpan ijazah tersebut, korban juga merasa terancam jika tanpa sengaja menggunakannya, akan dapat terjerat hukum," kata dia.

"Pelapor menjadi rugi, karena yang menjadi hak anak untuk memiliki ijazah kelulusan pendidikan selama bertahun-tahun sekolah tidak bisa digunakan," terangnya.

Akibat perbuatannya itu, tersangka S dijerat pasal 266 ayat (1) KUH Pidana, dengan ancaman hukuman maksimal 6 (enam) tahun.

Kontributor : Uli Febriarni

Baca Juga: Hujan Deras Diprediksi Masih Akan Guyur DIY, BPBD Sleman Waspadai Potensi Bencana

Load More