"Kondisi itu juga signifikan dengan ketika kita survei atau asesmen di rumah sakit ternyata penuh semua. Antara jam sore sampai 9 malam itu full. Saya juga heran. Jawaban Dinkes juga belum ada [terkait kondisi ini]," ujarnya.
Kondisi yang menegangkan bukan sekali dua kali saja dialami oleh pihaknya. Dalam artian, pasien yang memang sudah dalam kondisi emergensi tidak dapat segera tertolong hingga akhirnya meninggal dunia.
Menegangkannya, lanjut Indra adalah ketika pihaknya menerima hotline saat pasien sudah mengeluh sesak napas. Sementara kebutuhan ambulans hingga rumah sakit rujukan yang perlu segera didapatkan masih terus diusahakan.
"Sebagai contoh kami menyarankan, anda [pihak keluarga pasien] untuk ke rumah sakit RSA misalnya ada kemungkinan di sana anda bisa ambil antrian. Begitu sampai sana orangnya ambil antrian, oke kami siapkan ambulans. Ambulansnya sudah siap, lalu saat dikonfirmasi kembali [pihak keluarga melaporkan] ngapunten [maaf pasien] sudah meninggal. Itu sering. Cuma selang setengah jam, satu jam setelah telepon," terangnya.
Baca Juga: Pernyataan Sikap UGM, Fokus Kuatkan Solidaritas dan Gotong Royong Hadapi Pandemi Covid-19
Indra menjelaskan meskipun orang yang menjalani isoman termasuk dalam kondisi kategori sedang. Namun jika tidak segera diikuti dengan penguatan intervensi kesehatan maka bisa dimungkinkan akan semakin memburuk.
Sedangkan kalau sudah dalam kondisi yang masuk kategori buruk atau kritis akan susah untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Meningat saat ini fasilitas kesehatan pun penuh dengan pasien lain.
Sore menjelang petang waktu kritis
Dengan serangkaian kejadian yang terus menerus berlangsung dan memiliki kesamaan ritme, Indra dan jawatannya menilai bahwa waktu-waktu yang kritis bagi pasien Covid-19 adalah sore menjelang petang.
Pada saat periode waktu tersebut, tidak sedikit pasien Covid-19 yang tiba-tiba mengalami penurunan kondisi. Demam tinggi hingga sesak napas yang dialami secara mendadak.
Baca Juga: Soroti Sense of Crisis, FPRB dan Forkom OMS Desak Pemda DIY Percepat Penanganan Covid-19
"Saya membaca beberapa kejadian pergantian waktu antaranya siang ke malam, sore itu ada perubahan suhu," ucapnya.
Lebih jauh, Indra pun telah mengamati fenomena serupa belajar dari pengalaman ledakan kasus di Kudus, Jawa Tengah yang terjadi sekitar awal Juni 2021 lalu. Saat itu diketahui bahwa sebaran virus Covid-19 yang ada adalah varian Delta.
Indra tidak menampik bahwa berdasarkan pola yang terjadi di wilayahnya dan Kudus tidak jauh berbeda. Bahkan, dikatakan Indra, kejadian tak biasa tersebut hampir berbarengan dengan pemeriksaan sampel Covid-19 milik pasien asal DIY tepatnya awal Juli lalu.
"Kami sebenarnya menganalisisnya kan dari kasus Kudus. Waktu Kudus itu kami komunikasi dengan teman-teman di Jawa Tengah untuk menganalisis kasus per kasus itu kok orang meninggal cepat itu kenapa? Terus proses-proses kematiannya itu pada jam berapa sih? Terus proses-proses penularannya itu seperti apa sih?," ujarnya.
Ternyata hasil analisis itu kata Indra memang cocok dengan kondisi yang terjadi di DIY. Kondisi saat ini berbeda dibandingkan dengan sebaran kasus pada tahun lalu.
"Ternyata mirip-mirip gitu ya. Satu orang bisa menularkan 10-20 orang. Begitu yang kena itu punya komorbid yang berat walaupun pada saat periksa dia didiagnosis ringan mendadak langsung drop. Ya cepat kali dalam waktu sehari dua tiga hari dia turun, kalau tidak segera diintervensi obat yang tepat," jelasnya.
Berita Terkait
-
Pernyataan Sikap UGM, Fokus Kuatkan Solidaritas dan Gotong Royong Hadapi Pandemi Covid-19
-
Soroti Sense of Crisis, FPRB dan Forkom OMS Desak Pemda DIY Percepat Penanganan Covid-19
-
Kematian Meningkat, Satgas Desa Ikut Bantu Pemakaman dan Pemulasaraan Jenazah Covid-19
-
Kasus Meninggal Saat Isoman Tinggi, TRC BPBD DIY: Dorong Pasien Covid-19 Isolasi ke Selter
-
Percepat Testing Covid-19, DIY Tambah 2 PCR Robotik
Terpopuler
- Jelang Lawan Timnas Indonesia, Pemain China Emosi: Saya Lihat Itu dari Kamar Hotel
- Jay Idzes Akhirnya Pamerkan Jersey Biru Bergaris!
- Dear Erick Thohir! Striker Pencetak 29 Gol Keturunan Kota Petir Ini Layak Dinaturalisasi
- Kontroversi Bojan Hodak di Kroasia, Sebut Persib Bandung Hanya Tim Papan Bawah
- 7 Rekomendasi Mobil Murah dengan Sunroof, Harga mulai Rp 80 Jutaan
Pilihan
-
12 Mobil Bekas di Bawah Rp100 Juta Bukan Innova, Kabin Lapang Muat Banyak Keluarga
-
3 Rekomendasi HP Murah Terbaik 2025: Harga Mulai Rp 300 Ribuan, RAM 6 GB dan Cocok untuk Pelajar!
-
7 Rekomendasi Hybrid Sunscreen SPF 50, Tangkis Sinar UV Cegah Penuaan Dini
-
Daftar 7 Mobil Bekas Murah Semewah Alphard, Harga Mulai Rp 60 Jutaan dan Nyaman Buat Keluarga!
-
Timnas Indonesia Perlahan Lupakan Warisan STY, Kluivert Akhiri Debat Asing vs Local Pride
Terkini
-
Dapur Kurban Terbuka, Gotong Royong Warga Kauman Yogyakarta di Hari Idul Adha
-
Masjid Gedhe Kauman Sembelih Puluhan Hewan Kurban, Ada dari Gubernur DIY
-
Cacing Hati Mengintai, Fapet UGM Kerahkan Mahasiswa Jaga Kualitas Daging Kurban di Jogja
-
Polemik Salat Id di Alkid: Keraton Belum Melarang, Tapi Warga Sudah Kecewa Duluan
-
Waspada Cacing Hati usai Sembelih Sapi Kurban, Pemkab Sleman Terjunkan 358 Petugas Pemantau