SuaraJogja.id - Terik panas siang itu, tak menjadi penghalang bagi Pardi mengantar dua penumpang di Jalan KH Ahmad Dahlan, Kelurahan Ngupasan, Kemantren Gondomanan, Kota Jogja. Sesekali tangan coklat sawo matangnya menyeka peluh keringat yang mengalir di dahinya.
Hampir seharian menunggu di sekitar Kantor Pos Indonesia Titik Nol Kilometer, baru pukul 11.30 wib, pria 50 tahun ini mendapat pelanggan. Itupun hanya Rp10 ribu.
Walau begitu menyerah sepertinya tak ada dalam kamus hidupnya. Lembaran Rp10 ribu ia kantongi lalu bergegas mencari penumpang lain di sekitar Taman Parkir Ngabean.
Kayuh pedalnya sejenak berhenti saat SuaraJogja.id melambaikan tangan kepada ayah 3 anak tersebut. Sambil turun dari sadel becaknya, Pardi sedikit kebingungan.
Ia mengira, ada penumpang lain yang harapannya bisa menjadi hasil lebih untuk dibawa pulang. Pardi tak menampik di tengah kondisi Covid-19 ini pendapatannya menurun drastis.
"Dulu itu bisa sampai Rp150-200 ribu pendapatan saya per hari. Bahkan saat akhir pekan bisa sampai setengah juta," kata Pardi membuka pembicaraan saat ditemui di Taman Parkir Ngabean, Minggu (22/8/2021).
Ia mengaku saat tak ada pandemi Covid-19, hampir tiap jam dia bisa mengantar penumpang dari Titik Nol Kilometer sampai ke Taman Parkir Ngabean atau sebaliknya.
Pardi menjelaskan selama ini dirinya menyewa becak milik seorang mandor di Bantul. Dirinya membayar Rp5 ribu untuk tarif sewa per hari.
Mematok tarif Rp10-15 ribu sekali angkut, Pardi mengingat bisa mengantar 15 sampai 20 orang setiap harinya.
Baca Juga: Gelang Vaksin Disebut Tak Awet, Begini Penjelasan Pemkot Jogja
Dengan penghasilannya setiap hari dari mengayuh becak, Pardi bisa menyekolahkan 3 anaknya hingga lulus SMA. Beruntung, saat ini anaknya telah bekerja dan satu orang sudah berkeluarga.
Selain untuk menyekolahkan anaknya, penghasilannya dari mengayuh becak juga digunakan untuk melunasi rumahnya di Bantul.
Bertaruh nyawa di jalanan
Hampir 30 tahun lamanya Pardi bekerja sebagai pengayuh becak. Beragam cerita baik suka dan duka kenyang dilahapnya selama hidup di jalanan sebagai pengayuh becak.
Pada usia 24 tahunan masyarakat masih banyak yang menggunakan transportasi tradisional termasuk becak. Kendaraan umum juga cukup banyak namun kondisi waktu itu, menurut pardi tak terlalu berbahaya.
Era 2000-an hingga 2010-an adalah masa yang selalu ia waspadai ketika berada di jalan raya. Tak jarang ia nyaris terserempet bahkan sampai terguling ketika membawa penumpang.
Tag
Berita Terkait
-
Viral Pengayuh Becak Salat di Teras Ruko, Gus Miftah Sentil Mereka yang Lalai Salat Wajib
-
Pengayuh Becak Terharu Saat Dirlantas Polda Jateng Terjun Bagi-bagi Sembako di Kota Lama
-
HUT ke-65 Korlantas Polri, Ratusan Pengayuh Becak Ikut Rapid Test Gratis
-
Pengayuh Becak Berjibaku Terobos Banjir di Teluk Gong
Terpopuler
- 4 Model Honda Jazz Bekas Paling Murah untuk Anak Kuliah, Performa Juara
- 7 Rekomendasi HP RAM 12GB Rp2 Jutaan untuk Multitasking dan Streaming
- 4 Motor Matic Terbaik 2025 Kategori Rp 20-30 Jutaan: Irit BBM dan Nyaman Dipakai Harian
- BRI Market Outlook 2026: Disiplin Valuasi dan Rotasi Sektor Menjadi Kunci
- Pilihan Sunscreen Wardah yang Tepat untuk Umur 40 Tahun ke Atas
Pilihan
-
Timnas Indonesia U-22 Gagal di SEA Games 2025, Zainudin Amali Diminta Tanggung Jawab
-
BBYB vs SUPA: Adu Prospek Saham, Valuasi, Kinerja, dan Dividen
-
6 HP Memori 512 GB Paling Murah untuk Simpan Foto dan Video Tanpa Khawatir
-
Pemerintah Bakal Hapus Utang KUR Debitur Terdampak Banjir Sumatera, Total Bakinya Rp7,8 T
-
50 Harta Taipan RI Tembus Rp 4.980 Triliun, APBN Menkeu Purbaya Kalah Telak!
Terkini
-
Batik Malessa Mendapatkan Pendampingan dari BRI untuk Pembekalan Bisnis dan Siap Ekspor
-
Dukung Konektivitas Sumatra Barat, BRI Masuk Sindikasi Pembiayaan Flyover Sitinjau Lauik
-
Hidup dalam Bayang Kejang, Derita Panjang Penderita Epilepsi di Tengah Layanan Terbatas
-
Rayakan Tahun Baru di MORAZEN Yogyakarta, Jelajah Cita Rasa 4 Benua dalam Satu Malam
-
Derita Berubah Asa, Jembatan Kewek Ditutup Justru Jadi Berkah Ratusan Pedagang Menara Kopi