SuaraJogja.id - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual diubah nomenklaturnya menjadi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Terhadap kondisi ini, ada sejumlah catatan yang krusial.
Beberapa catatan krusial itu dijabarkan oleh Peneliti Bidang Riset dan Edukasi Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, yakni Melani Aulia Putri Jassinta, kala dihubungi, Sabtu (18/9/2021).
"Kami minta kepada pemerintah untuk mengembalikan draft RUU kepada RUU PKS. Karena secara substansi lebih mengakomodasi kebutuhan hukum dan mengatur konsepsi kekerasan seksual dengan lebih menyeluruh," ujarnya.
"Selain itu, di dalamnya perlu tambahkan ketentuan mengenai pemaksaan perkawinan, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual dan kekerasan seksual berbasis daring," lanjut Melani.
Baca Juga: Akademisi PSHK UII: Dalam UU Tak Dikenal PPKM, Kembalikan ke UU Kekarantinaan Kesehatan
Selanjutnya, PSHK UII mendorong pemerintah segera mengesahkan RUU Kekerasan Seksual. Mengingat, semakin maraknya kasus kekerasan seksual dengan penegakan yang belum sepenuhnya berpihak pada korban dan belum sepenuhnya memberikan keadilan dan kepastian hukum pada korban.
Diketahui, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur poin mengenai pelecehan seksual fisik dan non-fisik, pemaksaan alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, eksploitasi seksual.
"Dalam RUU TPKS belum mengatur seputar pemaksaan perkawinan, pemaksaan aborsi, penyiksaan seksual dan kekerasan seksual berbasis online yang juga menjadi isu yang sangat krusial dalam kasus kekerasan seksual," imbuhnya.
Menurut dia, munculnya draft RUU PKS (yang kemudian dalam draft terbarunya diubah nomenklaturnya menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS)), sebetulnya menunjukkan adanya sinyalemen positif dari pemerintah terkait dengan komitmen pemerintah untuk memperbaiki budaya hukum di Indonesia yang lebih berpihak pada korban kekerasan seksual.
Hanya saja perlu dipahami bersama, perubahan nomenklatur berdampak sangat signifikan terhadap substansi materi yang diatur.
Baca Juga: Rangkap Jabatan Rektor, PSHK UII: Membuka Ruang Intervensi Terhadap Rektor
Dalam RUU PKS diatur secara komprehensif mengenai prinsip-prinsip dan ruang lingkup penghapusan kekerasan seksual, hak-hak korban dan keluarga korban, serta berfokus pada upaya-upaya pencegahan, perlindungan, penanganan dan pemulihan yang tidak terbatas pada pidana.
Sedangkan dalam RUU TKPS, substansi materi yang diatur hanya berfokus pada pemidanaan kekerasan seksual.
Ia menekankan, konsepsi pengaturan mengenai kekerasan seksual di Indonesia masih kurang memadai dan sangat memerlukan pengaturan yang komperehensif dan mendetail mengenai kekerasan seksual.
"RUU TKPS terbaru belum cukup memenuhi kebutuhan hukum tersebut," ucapnya.
Kekerasan seksual merupakan pelanggaran hak asasi manusia, kejahatan terhadap martabat kemanusiaan dan bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan, lanjut Melani.
Komnas Perempuan telah menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual. Pada 2017, tercatat ada 392.610 kasus kekerasan terhadap perempuan. Jumlah itu bertambah 16,5% pada 2018 menjadi 406.178. Kenaikan kembali terjadi pada 2019 hingga mencapai 431.471 kasus.
- 1
- 2
Berita Terkait
Terpopuler
- 3 Tempat Netral yang Lebih Cocok Jadi Tuan Rumah Round 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Striker Langganan STY Tak Dipanggil Patrick Kluiver Berakhir Main Tarkam
- 2 Senjata Timnas Indonesia di Piala AFF U-23 2025, Bisa Juara?
- 5 Rekomendasi HP Android dengan Kamera Ultrawide, Murah dan Terbaik 2025!
- 5 Mobil Bekas buat Touring: Nyaman Dalam Kabin Lapang, Tangguh Bawa Banyak Orang
Pilihan
-
LIVE REPORT: Jepang vs Timnas Indonesia di Kualifikasi Piala Dunia 2026
-
Melihat Kepiawaian Kai, Wasit Sepak Bola Cilik Berusia 9 Tahun di Liga Bali Masters 2025
-
Satu Detik Kick-off Lawan Jepang, Timnas Indonesia Cetak Sejarah
-
6 Mobil Sedan Bekas Murah Juni 2025: Mulai Harga Rp 15 Jutaan, Tua Tapi Tangguh dan Perawatan Mudah!
-
5 Rekomendasi Sunscreen untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Proteksi Maksimal Kurangi Kerutan
Terkini
-
Permohonan Intervensi Ditolak, Kuasa Hukum Kecewa Singgung Ketidakadilan Hukum
-
Kisah Jemaah Haji 2025 Terlantar di Arafah hingga Makanan Tak Layak, DPR RI Bentuk Pansus
-
PN Sleman Tolak Intervensi Kasus Ijazah Jokowi: Langkah Mediasi Jadi Penentu
-
Diduga Sakit Hati Dagangan Tak Laku, Bocah di Sleman Nekat Gores Mobil dengan Cutter
-
Sleman Banjir Wisatawan, Mei 2025 Catat Rekor Kunjungan, Ini 3 Destinasi Favoritnya