SuaraJogja.id - Independent Legal Aid Institute atau Lembaga Bantuan Hukum Independen menyatakan perlunya aspek kehidupan yang semakin inklusif di masa sekarang dan ke depan. Termasuk salah satunya pemenuhan hak-hak pendidikan bagi penyandang disabilitas.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Independen Winarta mengatakan, tidak ada yang melarang untuk mengatur kewenangan terkait pendidikan khusus. Namun yang tidak dibenarkan adalah saat eksistensi kewenangan atau aturan itu justru menghambat para penyandang disabilitas.
Terlebih dalam hal ini, saat para penyandang disabilitas ingin mengenyam pendidikan yang inklusif.
"Pendidikan khusus karena itu menjadi kewenangan (pemerintah provinsi) silakan diatur dan itu tetep ada. Tetapi eksistensinya itu enggak boleh, jangan sampai menghambat teman-teman difabel itu kesulitan ketika mereka akan ke sekolah inklusif," kata Winarta kepada awak media di Kantor Komite Disabilitas DIY, Selasa (21/9/2021).
Menurutnya setiap masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan dan menentukan pendidikannya. Dalam arti bebas untuk memilih sekolah yang dikehendaki.
Sudah seharusnya tidak ada larangan terkait dengan pemilihan sekolah itu. Baik anak-anak difabel yang ingin bersekolah di sekolah khusus maupun reguler yang inklusif.
"Karena pendidikan itu kan pilihan mau sekolah dimana ya terserah. Kita juga enggak bisa melarang kalau ada anak yang mau ke sekolah khusus. Tapi juga jangan melarang kalau ada yang ingin ke sekolah inklusif," ucapnya.
Pemberian kebebasan itu dapat dipahami sebagai salah satu pemenuhan hak-hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Selain itu adanya perbedaan kurikulum juga perlu diperhatikan agar bisa mengoptimalkan kemampuan anak-anak.
"Jadi harus memberi kebebasan pada semua dan kita semua tahu kan kalau hanya di sekolah khusus kesempatan untuk menikmati hak-hak yang lain itu juga sangat terbatas karena kurikulum pendidikan sudah beda," tuturnya.
Baca Juga: Diduga Jadi Sasaran Teror Bom Molotov, LBH Jogja Sebut Ada Kaitan dengan Kasus Struktural
Padahal, saat ini masyarakat mendambakan kehidupan yang semakin inklusif. Termasuk juga pada kesempatan-kesempatan lain dalam hal pendidikan.
Maka dari itu, tidak semua bisa lantas dikungkung hanya di sekolah khusus saja. Tetapi juga diperlukan opsi lain untuk memperluas kesempatan itu salah satunya di sekolah inklusif.
"Kalau dia bercita-cita menjadi dokter misalnya kalau dia bersekolah di sekolah khusus kan kesempatannya jadi sempit gitu. Itu kan karena kurikulumnya beda. Kecuali kemudian dia di sekolah inklusi itu akan semakin terbuka luas," terangnya.
Saat ini, kata Winarta, sejawatnya tengah memprioritaskan bagaimana pendidikan inklusi itu dapat lebih diimplementasikan atau berjalan.
Seperti yang telah dideklarasikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X pada tanggal 12 Desember 2014 silam, mengenai DIY sebagai daerah pendidikan inklusi. Saat itu Sultan juga telah menyatakan bahwa tidak boleh ada sekolah di DIY yang menolak difabel untuk masuk.
"Memang sekarang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) itu sudah ada kuota untuk difabel itu diterima diproses PPDB. Tapi kalau kita membaca ke dalamannya, tiap tahun ajaran baru selalu muncul masalah terkait dengan itu. Banyak sekolah itu nggak siap. Kenapa enggak siap? Karena enggak disiapkan. Ada kuota di PPDB tapi sekolahnya enggak siap," tegasnya.
Tidak sedikit, kata Winarta, temuan yang tidak sesuai dengan aturan di undang-undang. Khususnya terkait dengan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas dalam mendapatkan sekolah di dekat tempat tinggalnya.
"Banyak temuan juga dan seharusnya juga sesuai Undang-Undang nomor 8 tahun 2016 difabel itu harus difasilitasi mendapatkan sekolah yang paling dekat dengan tempat tinggalnya, itu kewajiban. Tapi enggak dipenuhi, beberapa kasus itu akhirnya anak harus sekolah di lintas kabupaten lain. Karena di sekolah terdekatnya sendiri tidak mefasilitasi pembelajaran inklusif," paparnya.
Sehingga dalam kasus ini sekaligus juga menanggapi rencana pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Pendidikan Khusus oleh DPRD DIY, disampaikan Winarta bahwa ugensi sekarang adalah mempersiapkan satuan pendidikan itu untuk inklusif. Bukan justru mengesahkan tentang pendidikan khusus.
"Pendidkkan khusus, sekolah luar biasa itu sudah ada sejak dulu. Nah sekarang yang ke depan itu bagaimana difabel itu lebih punya kesempatan untuk bersekolah di sekolah-rekolah reguler atau sekolah umum," ucapnya.
Sehingga ia menilai Dewan dalam hal ini melupakan atau melewatkan urgensi tersebut. Malah justru berfokus di usulan Raperda Pendidikan Khusus.
"Jadi jauh panggang dari api. Tidak menjawab persoalan riil yang diperlukan atau harus diselesaikan terkait dengan hak pendidikan teman-teman difabel. Justru menyusun pendidikan khusus yang tidak disusun perda aja pendidikan khusus itu tetap ada," pungkasnya.
Berita Terkait
-
Diduga Jadi Sasaran Teror Bom Molotov, LBH Jogja Sebut Ada Kaitan dengan Kasus Struktural
-
Polresta Sudah Olah TKP di Kantor LBH Jogja, Barang-Barang Ini Diamankan
-
Kisah Difabel Asal Bandung Barat yang Penuh Inspiratif
-
Hari Perhubungan Nasional, Saatnya Buat Transportasi Umum Ramah Disabilitas
-
Program Ini Berdayakan Penyandang Disabilitas di Dunia Kerja
Terpopuler
- Kecewa Kena PHP Ivan Gunawan, Ibu Peminjam Duit: Kirain Orang Baik, Ternyata Munafik
- Nasib Maxride di Yogyakarta di Ujung Tanduk: Izin Tak Jelas, Terancam Dilarang
- Rekam Jejak Brigjen Helfi Assegaf, Kapolda Lampung Baru Gantikan Helmy Santika
- Ahmad Sahroni Ternyata Ada di Rumah Saat Penjarahan, Terjebak 7 Jam di Toilet
- Gibran Dicap Langgar Privasi Saat Geledah Tas Murid Perempuan, Ternyata Ini Faktanya
Pilihan
-
Sidang Cerai Tasya Farasya: Dari Penampilan Jomplang Hingga Tuntutan Nafkah Rp 100!
-
Sultan Tanjung Priok Cosplay Jadi Gembel: Kisah Kocak Ahmad Sahroni Saat Rumah Dijarah Massa
-
Pajak E-commerce Ditunda, Menkeu Purbaya: Kita Gak Ganggu Daya Beli Dulu!
-
Dukungan Dua Periode Prabowo-Gibran Jadi Sorotan, Ini Respon Jokowi
-
Menkeu Purbaya Putuskan Cukai Rokok 2026 Tidak Naik: Tadinya Saya Mau Turunin!
Terkini
-
Kasus Kematian Diplomat Arya Daru Janggal? Keluarga Diteror, Siap Adukan ke Komisi XIII
-
Pecah Tangis Istri Diplomat Kemlu yang Tewas Dilakban, Minta Hentikan Framing Negatif
-
Trauma Mendalam, Istri Korban Diplomat Kemlu Akhirnya Bersuara, Berharap Presiden Turun Tangan
-
Menu Basi Jam 8 Pagi? Sultan HB X Sentil Pola Masak Program MBG Picu Keracunan Siswa
-
Bantul Perangi Sampah Liar: Satpol PP Gelar Operasi Subuh, Ini Hasilnya