Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 04 Oktober 2021 | 13:24 WIB
Ratusan eks PTY UPNVY menandatangani PK sebagai calon PPPK di kampus setempat, Senin (04/10/2021). [Putu Ayu Palupi]

SuaraJogja.id - Ratusan eks Pegawai Tetap Yayasan (PTY) UPN “Veteran” Yogyakarta (UPNVY) akhirnya terpaksa menandatangani Perjanjian Kerja (PK) sebagai calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di kampus setempat, Senin (04/10/2021). Padahal hingga ditandatangani, sejumlah pasal tuntutan mereka tidak dipenuhi sesuai dengan Naskah Akademik (NA) untuk perubahan peraturan yang berkeadilan.

Penandatanganan ini dilakukan setelah mereka menolak menandatangani PK yang dikeluarkan oleh Kemdikbudristek beberapa waktu lalu. Namun setelah melalui negosiasi dengan pihak rektorat, beberapa pasal di dalam kontrak disepakati diubah.

"Kami melakukan koordinasi dengan semua dosen dan tenaga kependidikan eks pty upn veteran yogyakarta, pada akhirnya kami memutuskan untuk menandatangi pk tersebut. Walaupun dirasa pk tersebut merugikan kami, tetapi pertimbangan kami, setelah penandatanganan pk, kami akan tetap melakukan upaya-upaya yang berkeadilan," papar Ketua Forum Eks PTY UPN “Veteran” Arif Rianto di kampus setempat, Senin Siang.

Menurut Arif, perubahan status UPN “veteran” Yogyakarta pada 2014 sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN), eks PTY memiliki status yang tidak jelas. Dalam Peraturan Menteri PAN-RB, masa kerja mereka sebelumnya tidak diakui meski lulus tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Baca Juga: Pameran Gangsar Digelar, Wujud Doa 75 Seniman untuk Kepulihan Yogyakarta

Pendidikan para dosen eks PTY hanya diakui setara magister (S2). Saat disampaikan ke pusa, Kemendikbudristek mengaku tidak bisa mengintervensi hal tersebut.

"Hal ini yang membuat kami awalnya menolak menandatangani pk tersebut,” tandasnya.

Arif menyebutkan, sejumlah upaya perjuangan sebenarnya sudah mereka lakukan lebih dari tahun terakhir. Diantaranya mengirim surat ke berbagai pihak untuk mengadukan nasib mereka, termasuk kepada Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan. Isinya mengenai berbagai permasalahan peralihan SDM pasca penegrian yang belum jelas.

Dalam surat tersebut disebutan Permenpan RB No. 72/2020 pasal 20B ayat 1) dan PermenpanRB No 29/2021 pasal 38 ayat 1 yang membuat masa kerja sebelumnya tidak diakui alias nol tahun berdampak pada penurunan gaji, suasana kerja tidak kondusif dan mereka sulit mencapai target kinerja. Sementara berdasar Permenpan RB No. 72/2020 pasal 20B ayat 2, jenjang pendidikan Doktor tidak diakui dalam beberapa jabatan fungsional.

Hanya Doktor yang mempunyai jabatan fungsional Guru Besar (Profesor). Dampaknya kreditasi Prodi dan institusi terancam terdegradasi, Indikator Kinerja Utama (IKU) Perguruan Tinggi terhambat, data Dosen PPPK sesuai kontrak (Perjanjian Kerja) tidak sinkron dengan data yang ada di Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDDIKTI).

"Terkait dengan karir, belum adanya kejelasan perpanjangan Perjanjian Kinerja dan Karir bagi pppk. Akibatnya belum ada kepastian apakah perpanjangan pk dapat dilakukan sampai usia pensiun, belum ada kepastian apakah masa kerja sebelumnya dan peningkatan jabatan fungsional serta gelar akademik dapat diakui dalam perpanjangan pk tersebut," jelasnya.

Baca Juga: BPPTKG Yogyakarta: Tinggi Kubah Lava Barat Daya Gunung Merapi Tambah 1 Meter

Sementara salah seorang dosen dari Prodi Manajemen, Yuni Siswanti mengungkapkan, dia terpaksa ikut menandatangani PK. Hal itu dilakukan untuk melengkapi syarat PPPK. Padahal dia sudah bergelar doktor dan bekerja di kampus tersebut selama 24 tahun lebih.

“Sebenarnya saya juga tidak menyetujui isi pk tetapi karena sebagai kelengkapan syarat calon pppk akhirnya kami harus tanda tangan,” tandasnya.

Ditambahkan Ketua Forum Ikatan Lintas Pegawai Perguruan Tinggi Negeri Baru (ILP-PTNB), Dyah Sugandini mengungkapkan skema penyelesaian masalah SDM 35 PTNB dengan mekanisme pengangkatan menjadi PPPK bukan menjadi solusi yang tepat. Kurangnya fleksibilitas pada PK berdampak besar.

Diantaranya kinerja dosen tidak bisa maksimal, mereka tidak bisa memasukkan tambahan tunjangan karena bertambahnya anggota keluarga, tidak ada tambahan tunjangan karena kenaikan jabatan fungsional dan tidak ada kenaikan gaji berkala. Karenanya perlu adanya penundaan penandatanganan PK PPPK tersebut.

"Kami akan terus melakukan upaya negosiasi dengan kementrian dan kelembagaan terkait, termasuk diantaranya dengan Kemenpan RB dan BKN yang menyiratkan adanya peluang untuk adanya perbaikan atas PK PPPK yang mengakomodasi hal-hal yang telah kami sampaikan," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More