Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Jum'at, 08 Oktober 2021 | 13:05 WIB
Peternakan kelinci milik Suryadi yang berada di Gerbosari, Samigaluh, Kulon Progo. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

Ditanya dari segi perawatan, Suryadi menyatakan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelinci hias ataupun lokal atau pedaging. Apapun jenisnya perawatan yang baik tetap diperlukan untuk mendukung kesehatan para kelinci.

Salah satu yang terpenting ada mengenai kebersihan kandang kelinci yang harus selalu terjaga. Ditambah dengan pemberian asupan vitamin serta pakan sesuai kebutuhan.

"Kalau untuk pakan biasanya cukup pakai pelet khusus kelinci, lalu dikasih vitamin b kompleks yang dicampur ke dalam air minumannya," tuturnya. 

Di masa pandemi, kata Suryadi, permintaan pembelian terhadap kelinci di peternakannya ikut membludak. Pembeli yang datang dari berbagai daerah tadi membuat omzet usahanya ikut melonjak signifikan.

Baca Juga: Sesuai Target, Capaian Vaksinasi Covid-19 di Kulon Progo Sudah Tembus 75,32 Persen

Setidaknya setiap bulan, ia bisa meraup jutaan rupiah dari hasil berjualan kelinci tersebut. Omzet ini bahkan baru hanya dari hasil penjualan kelinci lokal atau pedaging yang harganya berkisar Rp700.000 - Rp800.000 pe ekor. 

"Paling sepi sekitar Rp6 juta tapi kalau sekarang malah bisa dapat sampai Rp12 juta per bulan," ungkapnya.

Sedangkan jika untuk kelinci hias impor misalnya jenis Flamish Giant dan Rex saja, Suryadi bisa mengantongi Rp2 juta per ekor. Padahal itu untuk umur kelinci yang terbilang masih kecil yakni 3 bulan saja.

Harganya akan semakin naik ketika usia kelinci hias itu juga semakin besar. Bila usianya lebih dari setahun harganya dapat tembus hingga angka Rp4-6 Juta per ekor.

Baca Juga: Sembilan Kelompok Tani Sawah Surjan di Kulon Progo Dapat Bantuan Irigasi Springkle

Load More