Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Minggu, 10 Oktober 2021 | 09:35 WIB
Ketua BPPD DIY, GKR Bendara menyampaikan tentang wisata sehat dalam Diskusi Gerakan Wisata Sehat di Yogyakarta, Sabtu (09/10/2021).

SuaraJogja.id - DIY perlu sesegera mungkin menerapkan wisata sehat. Sebab pasca pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3, wisatawan yang datang ke berbagai destinasi wisata di DIY sudah tidak terbendung.

Setiap minggunya, terutama di akhir pekan, beragam destinasi wisata selalu disesaki wisatawan dari luar kota. Bahkan bus-bus pariwisata masuk ke kota meski ada larangan parkir di sejumlah kantog parkir.

"Kita lihat lonjakan [wisatawan] di jogja ini tidak bisa dibendung lagi karena memang pariwisata itu boderless dan tidak bisa menutup diri. Jadi kita sekarang harus mengutamakan wisata sehat," ungkap Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) DIY Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Bendara dalam Diskusi Gerakan Wisata Sehat di Yogyakarta, Sabtu (09/10/2021).

Konsep wisata sehat ini, menurut puteri bungsu Gubernur DIY tersebut antara lain pemenuhan syarat Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) atau Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan, dan Kelestarian Lingkungan. Hal ini merupakan panduan operasional untuk sektor Pariwisata dari Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/382/2020 tentang Protokol Kesehatan bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.

Baca Juga: Bali Siap Sambut Turis Asing Mulai 14 Oktober, Bagaimana dengan DIY?

Syarat ini sangat penting karena saat ini masih banyak destinasi wisata di DIY yang belum memenuhi syarat CHSE. Diperkirakan belum ada 50 persen dari seluruh destinasi wisata yang mempunyai sertifikat CHSE tersebut.

"Kalau hotel dan restoran mungkin sudah banyak yang memiliki chse, tapi kalau destinasi wisata masih kurang. Tidak lebih dari 50 persen," ungkapnya.

Bendara menyebutkan, sejumlah kendala dihadapi pengelola destinasi wisata untuk mendapatkan sertifikat CHSE. Pengelola wisata diantaranya juga belum tahu cara mendaftarkan obyel wisatanya untuk mendapatkan sertifikat tersebut.

Bahkan muncul ketakutan adanya biaya pengurusan perpanjangan CHSE. Belum lagi masalah banyaknya syarat dan pertanyaan yang harus dijawab dalam asesmen untuk mendapatkan CHSE.

"Ada ketakutan kalau sekarang gratis apakah tahun depan berbayar atau tidak, karena masa berlakunya cuma setahun. Ini menjadi kendala smapai saat ini belum ada kepastian dari pusat bagaimana pengurusan tahun depan, gratis atau harus membayar berapa," paparnya.

Baca Juga: Candi Prambanan Jadi Peribadatan Hindu Se-dunia, Pemda DIY Minta Masyarakat Jaga Toleransi

Untuk itu Bendara berharap ada edukasi bagi pengelola wisata untuk bisa mendapatkan sertifikat CHSE. Dengan demikian pengelola bisa memastikan setiap pengunjung atau wisatawan yang datang mematuhi protokol kesehatan.

Apalagi sertifikat tersebut tidak hanya menguntungkan pengelola destinasi wisata. Namun juga perekonomian warga sekitar yang akan juga meningkat.

“Kita bersama dinas pariwisata berupaya mendorong agar destinasi wisata semua memiliki chse agar saat ppkm level dua ditetapkan maka wisata bisa buka bersama-sama. Karena persyaratan untuk pembukaan sekarang harus ada CHSE," ungkapnya.

Sementara Direktur Informasi dan Komunikasi Perekonomian dan Maritim Kementerian Kominfo, Septriana Tangkary mengungkapkan pemerintah memberikan dukungan permodalan bagi pelaku UMKM di DIY. Sebab UMKM menjadi salah satu bagian tidak terpisahkan dari pemulihan pariwisata di masa pandemi ini.

Diantaranya pembelian insentif pinjaman modal bagi UMKM. Proses pengajuan dapat dilakukan melalui aplikasi online dengan durasi waktu hanya sekitar 15 menit.

Syarat pun cukup mudah karena pelaku UMKM mempunyai produk yang dijual. Selain itu mereka mereka terdaftar sebagai UMKM di koperasi atau organisasi lain.

"Tetapi jumlahnya tidak besar hanya sekitar Rp4,5 juta. Harapannya program ditangkap teman-teman umkm," imbuhnya.

Kontributor : Putu Ayu Palupi

Load More