SuaraJogja.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY menerima aduan dugaan penyiksaan dari sejumlah eks Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta pada Senin (1/11/2021). Aduan itu lantas diminta untuk diganti sebagai laporan resmi agar bisa ditindaklanjuti oleh ORI.
Ketua ORI Perwakilan DIY Budi Masturi menjelaskan bahwa pada intinya aduan sejumlah eks napi itu berdasarkan pada keberatan yang mereka rasakan selama berada di Lapas Pakem tersebut. Pasalnya para eks wargaa binaan itu diduga mendapatkan perlakuan kekerasan yang tidak manusiawi.
"Mereka lagi mempersiapkan laporannya dan itu sesuai dengan SOP kita. Lalu kita akan meregistrasi dan verifikasi secara formil dan materiil. Baru setelah itu kita bisa menentukan langkah-langkah klarifikasi dan sebagainya," kata Budi saat ditemui awak media di Kantor ORI Perwakilan DIY.
Budi mengaku belum bisa menyampaikan lebih lanjut dugaan atas aduan tersebut. Nantinya aduan yang akan kemudian diubah menjadi laporan resmi terlebih dulu diklasifikasi oleh tim tersendiri.
Baca Juga: Maladministrasi, ORI DIY Minta Sultan Tinjau Ulang Pergub Larangan Demo di Malioboro
"Tapi yang pasti secara kejadian mereka mengeluhkan berbagai perlakukan yang mereka rasa sebagai tindakan kekerasan selama interaksi pelayanan publik di lapas. Ada pemukulan dan perlaku tidak patutlah seperti makan muntahan sendiri dan lain-lain," ungkapnya.
Disampaikan Budi, upaya konfrontasi pun juga bisa menjadi salah satu opsi yang dilakukan saat upaya pemeriksaan nantinya. Hal itu diambil ketika kedua belah pihak, baik terlapor maupun pelapor tetap bersikukuh terhadap kebenaran masing-masing.
Namun sebelum sampai pada tahap itu ada sejumlah tahap dulu yang perlu dilalui. Mulai dari meregistrasi dulu laporan kemudian melakukan verifikasi serta validasi pemenuhan syarat formil dan materiilnya.
Baru setelah itu diambil langkah-langkah permintaan klarifikasi kedua belah pihak. Di saat upaya itu buntu maka metode konfrontasi atau pengumpulan keterangan tersebut akan dilakukan.
"Proses permintaan klarifikasi itu apabila terjadi perbedaan informasi antara para pihak terlapor maupun pelapor dan mereka tetep kekeh bertahan pada kebenaran yang mereka yakini atas informasi itu ya tidak menutup kemungkinan kita akan mempertemukan untuk dikonfrontasi istilahnya informasi mana yang benar," ungkapnya.
Baca Juga: Ketua ORI DIY Minta Polisi Perjelas Status Hukum Kepsek SMPN 1 Turi
Tidak menutup kemungkinan, kata Budi, pihaknya juga akan menggali informasi dari korban lebih banyak. Terlebih dengan pengembangan-pengembangan setelah informasi itu semakin banyak dikumpulkan.
"Tidak menutup kemungkinan kalau kemudian ada pengembangan-pengembangan yang kita lakukan menemukan informasi yang baru dan berbeda dengan apa yang disampaikan di sini, ada variasi baru dan sebagainnya. Ya tidak menutup kemungkinan kita akan meminta akses untuk kemudian menggali informasi dari para korban lainnya kalau memang itu ada," tandasnya.
Sebelumnya diberitakan sejumlah eks Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta yang berada di Pakem, Sleman mendatangi Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY pada Senin (1/11/2021).
Tujuannya untuk melaporkan terkait dugaan penyiksaan yang diterima mereka semasa berada di dalam lapas oleh para oknum sipir.
Salah satu mantan WBP, Vincentius Titih Gita Arupadatu (35) membeberkan bahwa penyiksaan itu sudah diterimanya sejak dipindahkan ke Lapas Pakem tersebut. Ia menduga hingga saat ini penyiksaan itu bahkan masih terjadi.
"Jadi banyak pelanggaran HAM yang ada di Lapas, berupa penyiksaan ke warga binaan. Jadi begitu kita masuk tanpa kesalahan apapun kita dipukulin pakai selang. Terus injek-injek pakai kabel juga, terakhir juga ada penis sapi (yang dikeringkan lalu digunakan untuk memukul)," papar Vincent.
Aktivis hukum, Anggara Adiyaksa yang ikut mendampingi para warga binaan itu melapor ke ORI menyatakan sejauh ini sudah ada 35 mantan warga binaan yang berani bersuara. Khususnya terkait dengan dugaan aksi penyiksaan di Lapas Narkotika Pakem.
"Sejauh ini yang sudah berani (buka suara) ada 35 orang. Memang ada juga yang masih trauma," ucap Anggara.
Berita Terkait
Terpopuler
- Eks Pimpinan KPK: Ustaz Khalid Basalamah Bukan Saksi Ahli, Tapi Terlibat Fakta Kuota Haji
- Jahatnya Sepak Bola Indonesia, Dua Pemain Bidikan Persija Ditikung di Menit Akhir
- 5 Rekomendasi Bedak Tahan Air dan Keringat Murah: Anti Luntur Sepanjang Hari
- Klub Impian Masa Kecil Jadi Faktor Jay Idzes Terima Pinangan Aston Villa
- 6 Mobil Bekas 7 Seater Termurah: Nyaman untuk Keluarga, Harga di Bawah Rp 70 Juta
Pilihan
-
Bocor! Jordi Amat Pakai Jersey Persija
-
Sri Mulyani Ungkap Masa Depan Ekspor RI Jika Negosiasi Tarif dengan AS Buntu
-
Olahraga Padel Kena Pajak 10 Persen, Kantor Sri Mulyani Buka Suara
-
Sering Kesetrum Jadi Kemungkinan Alasan Ade Armando Dapat Jatah Komisaris PLN Nusantara Power
-
Sosok Chasandra Thenu, Selebgram Ambon Akui Dirinya Pemeran Video Viral 1,6 Menit
Terkini
-
Duh! Dua SMP Negeri di Sleman Terdampak Proyek Jalan Tol, Tak Ada Relokasi
-
Cuan Jumat Berkah! Tersedia 3 Link Saldo DANA Kaget, Klaim Sekarang Sebelum Kehabisan
-
Pendapatan SDGs BRI Capai 65,46%, Wujudkan Komitmen Berkelanjutan
-
Kelana Kebun Warna: The 101 Yogyakarta Hadirkan Pameran Seni Plastik yang Unik dan Menyentuh
-
BRI Dukung UMKM Sanrah Food Berkembang dari Warung ke Ekspor Global