Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Senin, 06 Desember 2021 | 14:38 WIB
Pakar Vulkanologi UGM Dr Wahyudi. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Pakar Vulkanologi UGM Dr Wahyudi menyatakan penyebab erupsi Gunung Semeru pada Sabtu (4/12/2021) itu dipicu oleh hujan yang mengguyur wilayah puncak gunung tersebut. Hal itu kemudian mengakibatkan ketidakstabilan dari kubah lava yang berada di puncak Gunung Semeru.

"Berkaitan dengan erupsi Gunung Semeru 4 Desember itu nampaknya faktor curah hujan itu menjadi pemicu dari ketidakstabilan lava dome yang ada di puncak (Gunung) Semeru," kata Wahyudi kepada awak media di Auditorium FMIPA UGM, Senin (6/12/2021).

Hujan yang terus mengguyur itu lantas menyebabkan terjadinya longsoran pada kubah lava di puncak tadi. Guguran itulah yang menimbulkan erupsi berupa luncuran awan panas.

Bahkan luncuran awan panas itu melebihi prediksi radius bahaya yang ditetapkan oleh pemerintah yakni sepanjang 5 km. Erupsi berupa guguran awan panas itu tercatat hingga mencapai 11 km. 

Baca Juga: Tanggap Bencana Erupsi Gunung Semeru, UGM Terjunkan Tim DERU, Mapagama dan Menwa

"Ketidakstabilan (kubah lava) itu menyebabkan adanya longsoran awan panas yang jarak luncurannya cukup jauh dan ya kebetulan memang prediksi itu tadinya hanya 5 km ternyata lebih dari itu. Sehingga masyarakat yang ada di luar jarak 5 km kurang siap untuk merespon luncuran awan panas tersebut," ungkapnya. 

Dijelaskan Wahyudi curah hujan yang tinggi tersebut termasuk sebagai faktor eksternal penyebab erupsi. Pasalnya dari curah hujan tinggi itu tadi bakal menyebabkan adanya thermal stres di dalam puncak gunung tersebut.

"Kalau di dalam panas kemudian terisi air hujan maka akan terjadi steam yang kuat menyebabkan tekanan tinggi nah ini memicu kejadian longsor," jelasnya.

Wahyudi menyebut sebenarnya sudah ada peringatan dini bagi masyarakat di lereng Gunung Semeru. Namun memang kondisi gunung api yang tidak bisa diprediksi membuat perhitungan sebelumnya mengalami perbedaan.

"Sebenarnya sudah ada peringatan dini hanya saja bahwa perkiraan jarak luncuran itu ternyata melebihi dari yang diperkirakan. Sehingga memang Gunung api itu seperti agak susah diprediksi termasuk tadi memperkirakan jarak luncuran dan sebagainya," ungkapnya.

Baca Juga: Ada Kewenangan Keluarkan SP3 di UU KPK, FH UGM Sampaikan 6 Tuntutan

Instrumen-instrumen atau alat yang digunakan di sekitar lokasi, kata Wahyudi juga ternyata tidak dapat memprediksi jarak luncuran itu. Walaupun memang sudah ditetapkan oleh pemerintah atau otoritas terkait bahwa jarak aman hanya 5 km.

"Nampaknya seperti itu (instrumen tidak dapat memprediksi), tampaknya dari otoritas sudah memprediksi jarak luncurannya hanya 5 km tapi ternyata melebihi. Sebenarnya volume sudah bisa dihitung tapi ya yang terjadi seperti itu, yang terjadi mungkin salah komprediksi, salah memprediksi atau salah menetapkan radius daerah bahaya tersebut," pungkasnya.

Load More