Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo | Hiskia Andika Weadcaksana
Selasa, 07 Desember 2021 | 07:49 WIB
Pakar Seismologi UGM Ade Anggraini. [Hiskia Andika Weadcaksana / SuaraJogja.id]

SuaraJogja.id - Pakar Seismologi UGM Ade Anggraini menyebut masyarakat seharusnya sudah tidak hanya bergantung dari pemberian informasi oleh pihak berwenang saja terkait dengan potensi bencana alam di wilayahnya. Melainkan bisa lebih mengedepankan kearifan lokal sebagai bagian dari mitigasi bencana itu sendiri.

"Jadi pengetahuan masyarakat, kita sering menyebut sebagai kearifan lokal. Itu menurut saya yang juga harus dikedepankan. Jadi tidak perlu kita tergantung pada informasi yang datang dari atas (otoritas terkait) tapi kita bisa mandiri mengolah informasi yang dilihat langsung di lapangan dan merespon informasi itu secepat mungkin sesuai dengan kemampuan masing-masing," kata Ade kepada awak media di Auditorium FMIPA UGM, Senin (6/12/2021).

Ade menerangkan bahwa sains dan teknologi ada dalam usaha untuk meminimalisir bencana yang diakibatkan oleh fenomena alam salah satunya letusan gunung api. Namun lebih dari itu ada hal yang tidak boleh dilupakan begitu saja.

Dalam hal ini adalah yang akan merespon informasi tadi atau yang akan terdampak langsung yakni manusia itu sendiri. Mulai dari otoritas pemangku kebijakan hingga masyarakat secara umum.

Baca Juga: Pakar Vulkanologi UGM: Ada Peningkatan Kegempaan di Gunung Semeru Sebelum Erupsi

"Baik itu manusia yang kerja di PVMBG atau manusia yang akan menerima informasi dari PVMBG di BPBD, dan juga manusia yang nanti akan menerima informasi ini yang ada di lapangan yaitu masyarakat awam," ungkapnya.

Respon dari masyarakat itu kemudian akan menentukan sekaligus mengevaluasi sistem yang telah dibangun oleh pengambil kebijakan. Apakah memang benar-benar efektif atau justru masih harus ada perbaikan lagi.

"Respon masyarakat terhadap informasi itu yang itu sebetulnya menentukan apakah sistem yang sudah dibangun oleh otoritas itu akan berhasil atau tidak. Artinya harus ada pemahaman yang sama di antara kita semua ini bahwa informasi yang disampaikan itu untuk menyelamatkan kita," tegasnya.

Ia mengambil contoh Gunung Merapi yang hingga saat ini masih berstatus Siaga atau level 3. Aktivitas yang masih terus berlangsung hingga saat ini sudah seharusnya menjadi perhatian bersama.

Tidak perlu lantas menunggu keputusan atau aturan lebih jauh dari pemerintah daerah setempat. Tapi mengedepankan kesadaran masing-masing merespon kondisi yang ada.

Baca Juga: Pakar UGM Ingatkan Bahaya Banjir Bandang Pasca Erupsi Gunung Semeru

"Jadi kalau kemarin kasus Semeru tidak tahu persis kejadian di sana tapi ambil contoh Merapi yang dekat. Beberapa hari lalu terjadi aliran lahar yang juga cukup besar kemudian direspon dengan adanya aturan baru dari Pemda bahwa selama beberapa hari ke depan akan ada tanggap darurat lahar," ujarnya.

"Kalau kita melihat hal ini, sebetulnya kalau kita setiap hari kita beraktivitas di sekitar Merapi harusnya kita tidak perlu menunggu sampai ada peraturan seperti itu. Harusnya merespon terlebih dulu, ini sudah musim hujan ya kita yang harus ekstra hati-hati, berdasarkan pengalaman sehari-hari kita beraktivitas di situ," sambungnya.

Ia menilai pendidikan kepada masyarakat yang melek terhadap bencana itu sangat perlu dan harus dilakukan. Dengan tentunya dijalankan secara terprogram.

"Bukan hanya project by project tapi benar-benar program secara nasional," tegasnya.

Load More