Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW | Muhammad Ilham Baktora
Rabu, 16 Februari 2022 | 07:35 WIB
Suasana Klinik Asih Sasama, dari lembaga non profit Humanity First, sayap organisasi Ahmadiyah yang bergerak di bidang kemanusiaan internasional, di Kelurahan Ngloro, Kapanewon Saptosari, Gunungkidul, (26/1/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

Memberi pelayanan hampir sembilan tahun lamanya di Ngloro, Klinik Asih Sasama sudah menjadi bagian dari warga. Banyak yang sudah mengetahui latar belakang klinik tersebut, tetapi warga tidak pernah mempersoalkan.

"Sejauh ini kami bersosialisasi dengan baik. Tidak ada perbedaan pandangan di sini. Karena kami bergerak di bidang kesehatan dan kemanusiaan, tidak ada tugas untuk kami menyiarkan ajaran kami ke pasien-pasien di sini. Kami membangun situasi yang nyaman antara pasien, warga, dan juga tenaga kesehatan," terang Hari.

"Di daerah Saptosari ini, entah itu berbeda agama atau beda keyakinan, paham yang lain, memang sangat toleran. Ya memang terkenal kan Jogja juga toleran ya orang-orangnya. Kalau bicara kemanusiaan sudah tidak bicara lagi tentang agama di sini," imbuhnya.

Toleransi Dijaga di Ngloro sejak Lama

Baca Juga: Masjid Jemaah Ahmadiyah Dibongkar dan Kalimat Syahadatnya Dicopot, Guntur Romli Murka

Segala macam latar belakang keyakinan yang berbeda di tengah masyarakat sudah lama bercokol di Kelurahan Saptosari, bergandengan dengan toleransi. Hal itu disampaikan Lurah Ngloro Heri Yulianto, kala ditemui SuaraJogja.id di kantor kelurahan setempat, Rabu (26/1/2022).

Lurah Ngloro Heri Yulianto mengisahkan terkait toleransi di Ngloro dan keberadaan Klinik Asih Sasama di Kapanewon Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, ditemui di kantornya, Rabu (26/1/2022). - (SuaraJogja.id/Muhammad Ilham Baktora)

Tidak ada sekat maupun diskriminasi antarwarga terhadap mayoritas maupun minoritas di Ngloro. Toleransi adalah hal utama yang dipegang teguh Heri ketika menjabat sebagai pemangku wilayah di Ngloro.

Berkisah soal adanya Humanity First, yang membangun klinik tepat di depan kantor kelurahannya, Heri tak menampik, dirinya terkejut ketika klinik sudah berjalan beberapa bulan.

"Awalnya warga juga tidak mengetahui bahwa klinik ini merupakan sayap dari Ahmadiyah, begitu pun saya. Namun seiring berjalan waktu, kami mengetahui itu," ujar Heri.

Dirinya melihat bahwa keberadaan Klinik Asih Sasama sangat membantu warga ketika dibangun di Ngloro. Terlepas dari label terhadap pandangan Ahmadiyah, warga Ngloro menerima dan tak pernah menyinggung keyakinan tenaga kesehatan di klinik tersebut.

Baca Juga: Kemenag Minta Masjid Ahmadiyah Difungsikan sebagai Tempat Ibadah Seluruh Umat Islam

Sembilan tahun klinik tersebut berjalan bersama masyarakat Ngloro, tidak ada warga yang terusik. Sejak awal klinik berdiri, warga cukup dimudahkan dengan pelayanan kesehatan. Bahkan saat puncak kasus Covid-19 varian Delta 2020-2021, klinik sangat membantu pihak kalurahan untuk melakukan penanganan.

Heri mengakui bahwa memang ada puskesmas serta fasilitas kesehatan lain yang ada di sekitar Kalurahan Ngloro dan Kapanewon Saptosari. Meski begitu, keberadaan Klinik Asih Sasama sudah menjadi tujuan pertama yang dipilih warga selama ini.

Ia tak menampik bahwa semua itu tergantung pada bagaimana pelayanan yang diberikan kepada pasien. Nyatanya, masyarakat cukup nyaman dengan pelayanan yang dikembangkan di klinik tersebut.

Bertahun-tahun toleransi cukup terjaga di wilayah Ngloro, kata Heri, tak lepas dari bagaimana masyarakat memahami adanya perbedaan.

Sejurus dengan apa yang dipahami warga, Heri tak berhenti untuk selalu menyambangi para tokoh agama yang ada di Ngloro. Tak jarang beberapa program kegiatan digelar di kelurahan setempat untuk mempertahankan perbedaan dengan kondusif.

"Kami selalu komunikasi dengan yang ditokohkan, para tokoh agama, baik yang dari NU, Muhammadiyah, LDII, termasuk Ahmadiyah, sehingga alhamdulillah sampai saat ini tidak pernah terjadi gesekan di sosial kemasyarakatan yang dasarnya adalah keyakinan. Ini yang selalu kami jaga," terang dia.

Load More