Scroll untuk membaca artikel
Eleonora PEW
Sabtu, 26 Februari 2022 | 12:52 WIB
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di Pekanbaru, Riau, Rabu (23/2/2022). [ANTARA]

SuaraJogja.id - Akademisi Sosiologi dan Politik, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Munawar Ahmad, memberi komentar atas polemik 'gonggongan anjing' yang dinyatakan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan selanjutnya viral di tengah khalayak.

Munawar mengatakan, 'Gus Menteri' merupakan putra pesantren, yang kental dengan epistemologi pesantren.

Selain itu, ia punya latar belakang sebagai putra dari Muhammad Cholil Bisri, pengasuh di Pesantren Raudlatut Thalibin. Serta cucu dari Bisri Mustofa bin Zaenal Mustofa dan Nyai Ma’rufah binti Cholil Harun Kasingan, Rembang.

"Latar belakang inilah yang menurut saya, menjadi konstruksi cara menalar Gus Menteri saat memberi qiyasi atau perumpamaan tentang suara yang mengganggu, yakni nalar qiyasi/analogi," ungkap Munawar, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/2/2022).

Baca Juga: Taqy Malik Beri Komentar Pedas Soal Masalah Suara Azan: Itu Setan Apa Manusia?

Dalam ilmu logika, Munawar menjelaskan, jika penalaran analogi tersebut mempunyai sisi yang menyebabkan kesalahan penyimpulan.

Pertama, tergesa-gesa. Yaitu terlalu cepat menarik konklusi, sedangkan fakta-fakta yang dijadikan dasarnya tidak cukup mendukung konklusi itu dan sensitif.

Kedua, kecerobohan. Kesimpulan yang ceroboh terjadi karena mengabaikan adanya faktor-faktor analogi yang penting, yakni terjebak pada subjek bukan pada konteks.

Ketiga, prasangka. Prasangka membuat orang tidak mengindahkan fakta-fakta yang tidak cocok dengan konklusi.

"Selanjutnya yang keempat, memaksa. Menjadikan ide agar terlihat benar dengan cara membandingkannya dengan ide lain, yang sesungguhnya tidak mempunyai hubungan dengan ide yang pertama tadi," tuturnya.

Baca Juga: Rektor UIN Malang Sentil Para Pemelintir Omongan Menag Yaqut 'Membandingkan Azan dan Gonggongan Anjing'

Munawar menambahkan, sebagai catatan kritis, melihat respon yang cepat dan cenderung emosional atas suara adzan ini, mencerminkan sebuah tes qiyasi di ruang politik.

"Guna intropeksi diri atas tingkat kecerdasan berqiyasi tanpa prasangka kita dalam ruang moderasi," tuturnya.

Pada titik inilah, Menteri Agama menempatkan posisi sebagai penegak suasana moderasi di Indonesia.

"Jadi jika polemik ini berujung lebih jauh dari maksudnya, artinya kita sedang menempatkan diri pada tingkat kecerdasan beragama sekaligus sikap bermoderasi kita yang rendah," jelasnya.

"Sudah layakkah Indonesia mempertahankan diri sebagai negara santun?," ucapnya.

Sebelumnya, tagar #adzanmenag menjadi urutan atas media sosial. Hal tersebut dipicu oleh cuplikan berita saat Menteri Agama, di sela-sela kunjungan kerjanya di Pekanbaru, Riau, Rabu (23/2/2022) merespons pertanyaan pewarta soal Surat Edaran (SE) Menag yang mengatur penggunaan pelantang di masjid dan musala.

Kala itu, Menteri Agama membandingkan suara pelantang yang berkali-kali menjadi media mengumandangkan adzan, dengan gonggongan anjing yang mengganggu hidup bertetangga.

Kontributor : Uli Febriarni

Load More